Daftar Blog Saya

Kamis, 13 November 2008

Islam dan Pondok Pesantren


Foto saat berdakwah di Pondok Pesantren"BAHRUL ULUM" tAMBAK BERAS" Jombang Jawa Timur
KETUNDUKAN KEPADA ALLAH ADALAH SYARAT MUTLAK MENJADI PANUTAN YANG BAIK
(Sebuah Refleksi Dari Kisah Hidup Nabi Ibrahim u)
Kaum Muslimin hafhizhakumullahu, lantunan takbir yang dibarengi rasa syukur seperti di pagi hari ini terasa begitu indah dan nikmat, hari raya yang bahagia bagi segenap kaum muslimin di manapun mereka berada. Lantunan tahmid dan tahlil membumbung ke angkasa menembus cakrawala mengingatkan akan hakikat diri dan curahan nikmat tiada hingga, Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Laa Ilaaha Illal Laahu wallahu Akbar Allahu Akbar walillahil Hamd.
Ma’asyiral muslimin hafhizhakumullahu, Nabiyullah Ibrahim u adalah tokoh sentral yang selalu dikenang di setiap Iedul Adha dan beliau patut untuk itu dari pengorbanan yang luar biasa dalam ketundukan kepada Allah I yang berwujud pada ketaatan agung tidak tertandingi mulai dari hijrah hingga keikhlasan mengorbankan puteranya dalam peristiwa penyembelihan yang berakhir dengan syariat berkurban hingga saat ini. Beliau dipanuti karena kesempurnaannya sebagai hamba Allah I dalam segala hal, di dalam al-Qur’an surah an-Nahl (16): 120, Allah I berfirman:
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif, dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)”.
Di samping sebagai Rasul utusan Allah I yang sempurna menjalankan tugas berat tersebut, beliau dalam kehidupan kemanusiaannyapun berhasil mendidik istri dan keturunan beliau berjalan di atas jalan Allah I. Di dalam Qs. al-Baqarah (02): 132{
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya`qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”.
Kaum Muslimin hafhizhakumullahu, kunci kesempurnaan Khalilullah (Kekasih Allah I) Ibrahim u dalam ketundukan kepada Rabbnya adalah rasa tsiqah (yakin) beliau kepada segala perintah-perintahNya bahwa di dalamnya pasti terkandung maslahat nampak atau tidak, saat ini atau di kemudian hari. Rasa tsiqah ini berwujud iman dan yakin yang senantiasa memenuhi relung hati, lisan dan perbuatan beliau sehingga kalimat yang keluar di saat datang perintah adalah sebagaimana firman Allah I dalam Qs. al-Baqarah (02):131,
}
“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”.

Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamd
Kaum Muslimin Rahimakumullah, dari sifat Nabiyullah Ibrahim u di atas setidaknya bagi kita untuk zaman seperti sekarang ini membutuhkan dua hal penting:
Rasa tsiqah (yakin) kepada ketetapan Allah I yang menghasilkan keimanan nan kuat akan segala janjiNya I berupa kebahagiaan bagi yang taat dan tunduk serta kebinasaan bagi yang membenci, menolak atau menggantinya.
Allah I berfirman dalam Qs. Muhammad (47): 9
{}
“Dan orang-orang yang kafir maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Qur'an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka”.
Di dalam ayat lain Qs. Thaha (20): 75-76, Allah I berfirman:
{}
“Dan barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia), (yaitu) surga `Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan)”.

Kaum Muslimin yang berbahagia, syariat Allah I bukanlah untuk diperdebatkan atau dipertentangkan apalagi dijadikan sebagai bahan pooling pendapat untuk disetujui atau tidak, ia adalah ketetapan yang mutlak harus diterima sebab datangnya adalah dari Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui segala-galanya, Ialah satu-satunya yang mengetahui mashlahat dan mudharat bagi umat manusia, ketetapanNya penuh keadilan, hukum-hukumNya penuh kebijakan, tidaklah Ia ditanya tentang perbuatanNya sebaliknya umat manusialah yang berhak untuk itu.
Merubah satu dari ketetapan Allah I, atau membenci apalagi sampai menolaknya dengan alasan apapun adalah bentuk-bentuk kekufuran yang pelakunya terancam murtad dari agama Islam, sebaliknya menerima hukum-hukumNya adalah syarat mutlak benarnya iman seseorang sebagaimana yang tersebut di dalam Qs. an-Nisaa (04): 65, Allah I berfirman:
{}
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.
Saat ini tidak sedikit hukum Allah I yang diperdebatkan, ironisnya justru oleh orang yang kurang faham agama sehingga tidak jarang hukum-hukum tersebut ditolak hanya dengan alasan logika yang sangat pendek, sebutlah sebagai misal hukum poligami dan larangan mengucapkan selamat kepada orang kafir pada hari raya mereka yang ditentang oleh sebagian masyarakat kita dengan dalih tidak sesuai dengan keadaan zaman yang demokratis atau diskriminasi terhadap kaum wanita atau terkadang mengangkat dalil agama yang dipelintirkan tidak sesuai dengan maksud dan tujuannya diturunkan. Tidakkah orang-orang itu sadar bahwa yang mereka tentang adalah hukum Allah I bukan hukum buatan manusia ? Tidakkah lagi ada rasa takut dalam diri kita semua jika terang-terangan menolak hukumNya ? Jika Abu Bakar as-Shiddiq t saja berkata: “Langit manakah yang akan menaungiku, bumi manakah yang akan menerimaku jika aku berkata tentang al-Qur’an sesuatu yang tidak aku ketahui ?” Maka kita semua akan berkata apa melihat kelakuan sebagian umat kita seperti ini tanpa ada rasa takut kepada Allah I sedikitpun ? Kemanakah orang-orang beriman yang mengaku tunduk kepada Allah I dan senantiasa menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar ? Sadarlah wahai umat Islam dari segala musibah dan bencana yang menimpa kita selama ini bahwa ia adalah teguran Allah I akibat kelalaian dan keteledoran kita, bangkitlah dan katakan TIDAK kepada segala bentuk penentangan terhadap hukum-hukum syariat, nyata ataupun tersembunyi dengan mentakwil-takwilkannya.
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik”.

Qudwah Shalihah atau panutan yang baik. Kita butuh kepada siapa yang bisa mewujudkan Islam hakiki dalam kehidupan sehari-harinya sebab tabiat setiap manusia memang adalah memanuti orang lain. Ia mewarisi dari Rasulullah e dan para shahabat beliau y sunnah yang suci dan menghidupkannya dalam perilaku lurus dan bersih, perbuatannya sesuai perkataannya, tegas dalam kebenaran dan sayang kepada pengusungnya.
Kaum muslimin yang berbahagia, setiap dari kita dapat menjadi panutan jika bisa menjaga perbuatan baik dan konsisten dalam menjalankan syariat Allah I sebagai bentuk ketundukan kepadaNya. Hal ini sebagaimana firman Allah I dalam Qs. al-Furqan (25): 74
“Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.
Para mufassirin -di antaranya adalah Abdullah ibnu Abbas t- berkata: “imam” artinya pemimpin yang menjadi panutan dalam kebaikan.
Krisis panutan saat ini begitu terasa bagi kita kaum muslimin, walau di antara kita tidak sedikit yang punya ilmu tentang Islam atau yang begitu hebat berbicara tentang agama, namun yang menghidupkan Islam dalam kehidupannya dari semua yang ada tersebut masih sangat sedikit, bahkan terkadang justru para tokoh yang disebut “pakar” atau “cendekia” itulah yang membuat kebingungan di tengah umat akibat perkataan dan perbuatannya yang berbeda-beda atau bertentangan. Padahal seorang qudwah adalah dia yang bukan saja memberikan keteduhan kepada umat karena wejangan dan nasihatnya yang senantiasa membawa mashlahat tapi juga ketaatannya kepada Allah I begitu besar karena rasa takut yang terpatri di dalam dadanya. Di dalam Qs. Fathir (35): 28, Allah I berfirman:

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”.
Salah seorang tabi’in yaitu Said ibnu Jubair rahimahullah berkata: “rasa takut adalah yang menghalangi seseorang dari maksiat kepada Allah I”.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yang demikian itu adalah karena siapa yang pengetahuannya tentang Allah I lebih sempurna maka rasa takutnya kepada Allah I juga semakin tinggi”.
Saatnya problema panutan ini diatasi dengan mendidik diri dan keturunan kita untuk tunduk dan patuh kepada ketetapan Allah I dengan berislam yang utuh dan mendalam. Semoga Allah I menambahkan hidayahNya buat kita semua.
Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd
Kepada kaum muslimah, jagalah diri dan jangan terperdaya oleh tipu muslihat kaum syahwati. Simaklah firman Allah I sebagaimana yang terdapat dalam Qs. an-Nisa’ (04): 27

“Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).”
Allah I mengajak anda ke syurga dengan jalan yang mudah yaitu dengan menerima sepenuh hati segala ketetapanNya dalam agama ini serta melaksanakan anjuran Rasulullah e dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad ibnu Hambal dari Abdurrahman ibnu Auf t

“Jika seorang wanita telah melaksanakan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga harga diri dan kemuliaan, serta taat kepada suaminya maka akan dikatakan buatnya masuklah ke dalam syurga dari pintu mana saja yang engkau mau.”
Tidak sedikit gerakan-gerakan feminis saat ini yang mengatas namakan perjuangan buat kaum wanita namun tidak diridhoi Allah I akibat penentangan mereka terhadap prinsip agama dan moral kaum muslimin, sadarlah bahwa hanya Islamlah satu-satunya sistem hidup yang memuliakan kaum wanita, jika anda mencari selain Islam maka justru kehidupan anda hanya akan menjadi bahan komoditas yang laku ketika masih segar namun dicampakkan setelah renta dan layu.
Buat para pemimpin negeri ini kami serukan untuk menjadikan syariat Allah I sebagai pedoman dalam negara sebab tiada keberuntungan ataupun kebahagiaan kecuali dengannya. Dengannya anda mengundang keridhaan Allah I Pencipta dan Penguasa alam semesta serta dengannya pula anda dapat memberikan kesejahteraan kepada umat dan masyarakat yang anda pimpin. Kami sadar bahwa memimpin negeri ini memang sulit namun dengan bantuan Allah I lalu kebersamaan kaum muslimin semua amanah dan kewajiban dapat diatasi insya Allah. Syariat Allah I adalah adil dan tidak diskriminatif dapat berlaku bagi semua umat manusia yang sadar akan eksistensi dirinya sebagai makhluk, maka tidak usah takut dan khawatir akan adanya penindasan terhadap kaum minoritas, toh dalam sejarah pun hal tersebut tidak pernah terjadi.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ketahuilah bahwa hari ini adalah hari suci, maka mari bersihkan diri kita dari segala kesyirikan dan dosa serta harta kita dengan bersedekah, juga mengikuti anjuran Allah I dan Rasulullah e untuk berkurban dengan menyembelih hewan kurban (udhiyah).
Hewan yang disembelih itu adalah berupa domba yang genap berusia 6 bulan, atau kambing yang genap setahun, atau sapi yang genap 2 tahun dengan syarat hewan kurban tersebut tidak memiliki cacat dan penyakit yang bisa berpengaruh pada daging, kwantitas maupun kwalitas (rasanya) misalnya: kepicakan pada mata, kepincangan pada kaki dan penyakit pada kulit, kuku dan mulut.
Seekor sapi boleh disembelih untuk tujuh orang, adapun kambing ia hanya boleh untuk satu orang saja, kecuali berserikat dalam pahala maka dibolehkan pada semuanya tanpa batas. Sebaiknya si pemiliklah yang menyembelih hewan kurbannya, namun boleh saja diwakilkan kepada penjagal dengan syarat ia adalah seorang muslim yang menjaga shalatnya, tahu hukum-hukum menyembelih dan upahnya tidak diambilkan dari salah satu bagian hewan kurban itu sendiri, kulit ataupun daging, meskipun ia juga bisa mendapat bagian dari hewan tersebut bila ia berhak.
Bacaan sebelum menyembelih adalah:

Lalu menyebut nama yang berkurban.
Hewan yang telah disembelih dapat dibagi tiga, sepertiga buat pemiliknya, sepertiga buat hadiah dan sepertiga buat sedekah kepada fakir miskin, meskipun bila disedekahkan semua juga boleh. Waktu penyembelihan dimulai sejak usai shalat Idul Adha hingga tiga hari tasyriq setelahnya dan dimakruhkan menyembelih di malam hari. Nilai dari hewan kurban seseorang di sisi Allah bukanlah saja dari banyaknya daging dan darah yang dikucurkan namun lebih dari itu yang sampai kepada Allah I adalah ketaqwaan dan keikhlasannya, maka luruskanlah niat kita hanya mengharap balasan dariNya semata.
Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd
Akhirnya marilah bersama menundukkan hati dan jiwa kita kepada Allah Yang Maha Perkasa, menengadahkan tangan kita kepada Dia Yang Maha Melihat, meminta dan memohon belas kasih dariNya Yang Maha Mendengar dan Memberi,

Ya Allah, Tuhan kami, kembali di hari suci ini kami menghadapkan wajah kami kepadaMu memohon belas kasih dan ampunanMu, kami sadar akan kesalahan dan kelalaian kami, nikmat dan anugerah yang banyak dariMu belumlah kami balas dengan penghambaan yang semestinya kepadaMu, bahkan dosa dan kekeliruan tidak pernah luput dari keseharian kami, Ya Allah, Tuhan kami, namun kamipun sadar dengan segala keyakinan bahwa kasihMu tak bertepi, ampunanMu tak terbatas ampunkanlah dosa dan kesalahan kami, curahkanlah belas kasihMu kepada kami.
Ya Allah, kedua ayah ibu kami yang masih hidup ataupun yang telah kembali kepadaMu adalah orang yang pertama kali berjasa kepada kami, memperkenalkan kami kepadaMu, merawat, mendidik dan membimbing kami dengan penuh kesabaran, tak jarang airmata mereka tumpah karena ulah kami, kami mengingat NabiMu pernah bersabda bahwa siapa yang tak mampu berterima kasih kepada sesama manusia tak akan mampu bersyukur kepadaMu, Ya Allah tak ada yang mampu kami berikan kepada kedua orang tua kami kecuali seuntai doa kepadaMu untuk mengampunkan kekhilafan dan kesalahan mereka, melimpahkan kasih sayang dan rahmat kepada mereka, ampunkan mereka yang telah wafat, bimbing dan tunjuki mereka yang masih bersama kami dan jadikanlah kami orang yang mampu berbakti kepada mereka sesuai tuntunanMu, Engkaulah Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan Doa.
Ya Allah, di sini di hari ini kami bergembira, hati kami dipenuhi rasa suka dan cita, namun sepenggal hati kami ini pula diselimuti duka dan kesedihan bila mengingat ada sebagian saudara kami di sana tak mampu seperti kami merayakan hari ini, mereka terusir dari tanah tempat tinggal mereka, terkekang oleh tirani jahat yang tak pernah rela akan agamaMu, terintimidasi oleh kekuatan zhalim yang gemar keangkuhan dan kepongahan. Ya Allah, masukkan rasa gembira ke dalam hati saudara-saudara kami sebagaimana yang Engkau berikan kepada kami walaupun hanya setetes, sampaikan kepada mereka bahwa sukacita kami hari ini dikabungi duka nestapa mereka, Ya Allah hanya kepadaMu kami adukan besarnya kezhaliman musuh-musuhMu atas saudara-saudara kami, balaslah mereka dengan balasan setimpal, hancurkan kekuatan mereka, timpakan atas mereka apa yang telah mereka timpakan atas kami, Ya Allah Engkaulah satu – satunya Penolong dan Pelindung kami.
Ya Allah, di hari ini kami bertekad untuk tunduk dan patuh hanya kepadaMu, menekuni agamaMu dan mewarnai hidup kami dengannya, Ya Allah selamatkanlah kami semua dari segala kejahatan dan kecelakaan, janganlah Engkau timpakan atas kami musibah dari perbuatan orang-orang zhalim di antara kami, dan anugerahkanlah buat kami panutan yang baik dari kalangan kami sendiri, Ya Allah kamilah hambaMu yang sangat butuh akan belas dariMu.
Ya Allah kabulkanlah doa kami, penuhi permintaan kami ini, kamilah hambaMu yang lemah, harapan kami hanya kepadaMu, Engkau Maha Melihat, Engkaulah Penguasa Satu-satunya Yang Haq, Engkaulah Sebaik-baik harapan.

MASUKNYA ISLAM DI PULAU JAWA

oleh : Drs. H.M. Ali Ghufron Risyam


Seperti kita ketahui bahwa pada tahun ( 674 - 675 M.) ada utusan penyelidik khalifah Bani Umayah da tang ke Pulau Jawa. Utusan ini kembali ke semenanjung Arabia menyampaikan hasil pengamatannya. Mereka menyampaikan kepada Khalifah bahwa penduduk Jawa sangat kuat beragama Hindu yang tercermin pada budaya dan adat istiadatnya. Daerahnya sangat jauh untuk didatangi, apabila dengan pasukan tentara. Akhir nya rencana Muawiyah untuk menaklukkan daerah Nusantara tidak terdengar lagi. Kemudian dakwah Islam mulai semarak di Pulau Jawa setelah kedatangan para mubaligh dari Samudra Pasai. Rombongan dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim. Menjejakkan kakinya di Gresik Jawa Timur. Bahkan beliau wafat dimakamkan di Gresik pada tahun 1419 M. Dari pantai Gresik inilah Islam menyebar ke Demak, Cirebon dan Banten bahkan ke dae rah pedalaman. Penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dikenal dengan sebutan "WALI SANGA." Mereka merupakan ulama besar mujahid dakwah. Hidup pada tempat dan kurun waktu yang berbeda.
PARA WALIYULLOH, antara lain :

1. MAULANA MALIK IBRAHIM atau MAULANA MAGHRIBI ( Gresik ). 12 R.Awwal 882 H/ 9 April.1419 M.
2. RADEN RAHMAD (SUNAN AMPEL) (Wafat th.? Ampeldento,Surabaya).
3. RADEN PAKU/ MAULANA AINUL YAKIN (SUNAN GIRI - Gresik)
4. MAHDUM IBRAHIM (SUNAN BONANG) (1465 M - 1525 M - Tuban)
5. RADEN MUHAMMAD SAID/ JAKA SAID (SUNAN KALIJAGA, Ngadilangu Demak)
6. RADEN SYARIFUDDIN/ MASIH SUNAT (SUNAN DRAJAT, Paciran, Lamongan).
7. SYEKH JAKFAR SHADIQ/ R.AMIR HAJI (SUNAN KUDUS, Kudus)
8. RADEN UMAR SAID / R. PRAWOTO (SUNAN MURIA - Kudus)
9. RADEN FATAHILLAH / R. ABDUL QADIR (SUNAN GUNUNGJATI, Cirebon ) (Wafat th 1572 M).

PONDOK PESANTREN

A. SEJARAH PONDOK PESANTREN
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pusat penyiaran agama islam tertua dan asli di Indonesia. Lembaga ini lahir dan berkembang semenjak masa-masa permulaan kedatangan agam Islam di Indonesia. Di Pulau Jawa lembaga ini berdiri untuk pertama kalinya di zaman Wali songo. Syeh Maulana Malik Ibrahim dianggap sebagai pendiri pondok pesantren pertama di tanah Jawa.
Pada permulaan berdirinya, bentuk pondok pesantren sangatlah sederhana. Kegiatannya hanya diselenggarakan di dalam masjid dengan beberapa orang santri (murid). Seperti pondok pesantren yang didirikan Sunan Ampel atau Raden Rahmatullah di daerah Kembang Kuning, Surabaya, yang pada pertama kali didirikan hanya memiliki tiga orang santri. Tetapi dengan adanya tiga orang santri ini, misi Sunan Ampel menyiarkan agama Islam ke seluruh Jawa Timur mencapai sukses. Setelah pusat pesantrennya dipindahkan ke Ampel Denta, makin lama makin berpengaruh dan menjadi terkenal di seluruh Jawa Timur. Bahkan para santri yang pernah mondok di Ampel setelah kembali ke daerahnya mendirikan pondok pesantren baru. Menurut catatan sejarah Wali Songo, dalam Pesantren Ampel ini mula-mula Raden Paku, yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Giri, mondol untuk belajar agama Islam dalam usia relatif masih muda.
Setelah cukup banyak pengalaman dan mendalami agama Islam pada beberapa Ulama’, Raden Pakumendirikan sebu ah pondok pesantren baru di Desa Sidomukti Kebomas, Gresik. Pondok pesantren ini dikenal dengan nama “Giri Kedaton”. Pertumbuhan pondok pesantren Giri Kedaton ini sangat pesat. Banyak para santri berdatangan dari berbagai daerah daerah hendak menuntut ilmu. Di antara mereka ada yang berasal dari Jawa, Madura, dan dari pulau-pulau Indonesia bagian Timur, seperti : Lombok, Sumbawa, Bima, Makasar, Ternate, dan lain-lain.
Para alumni pondok pesantren Giri Kedaton, setelah kembali ke daerahnya masing-masing menjadi muballigh-muballigh yang tangguh dalam berdakwah. Disamping itu banyak di antara mereka mendirikan pondok pesantren dan pusat-pusat pengajian yang baru.
Dalam periode-periode selanjutnya seperti halnya di masa Wali Songo, proses berdirinya pondok pesantren tidak terlepas dari kehadiran seorang ulama’ yang bercita-cita untuk menyebarkan agama Islam. Ulama’ tersebut biasanya sudah pernah bermukim/ tinggal beberapa tahun untuk mengaji dan mendalami pengetahuan agama Islam baik di pondok pesantren baru pondok pesantren di Indonesia maupun di Makkah dan Madinah. Setelah kembali ke tempat kelahirannya, dia mendirikan sebuah surau untuk dipergunakan shalat berjamaah.
Mula-mula jamaahnya terdiri atas beberapa orang. Pada setiap menjelang atau selesai sholat, sang ulama mengadakan pengajian sekedarnya. Isi pengajian itu biasanya berkisar pada soal rukun iman, rukun islam, dan akhlak. Berkat caranya yang menarik dan keikhlasanya serta prilakunya yang sesuai dengan isi pengajianya, lama kelamaan jamaahnya bertambah banyak. Bukan saja orang-orang dalam desanya yang datang, tetapi juga orang-orang dari desa lain dari sekitarnya. Sebagaian di antara mereka yang ikut mengaji itu ingin sekali menitipkan anak-anaknya kepada sang ulama. Demikianlah anak-anak itu datang mengaji di pondok pesantren atas kehendak orang tua mereka dengan harapan akan menjadi orang yang shalih, memperoleh ilmu yang manfaat dan ridlo Allah SWT.
Untuk menampung anak didiknya, timbulah ide sang ulama untuk mendirikan tempat belajar atau pemondokan. Lalu sang ulama mengumpulkan orang tua santri dan mengemukakan idenya. Mendengar ide sang ulama serempak pihak orang tua mendukungnya. Maka didirikanlah tempat belajar dan pemondokan para santri itu secara begotong-royong. Dengan merasa tanpa dipaksa, masyarakat sekitarnya mengambil bagian untuk ikut berpartisipasi dalam mendirikan pondok pesantren. Hal ini disebabkan karena kelebihan atau keshalihan sang ulama. Bahkan lantaran kharisma dan pengaruhnya yang besar dalam masyarakat, tidak sedikit ulama dianggap sebagai cikal bakal berdirinya suatu desa.
Sebagai lembaga pendidikan Islam, setiap pesantren setidaknya memiliki lima elemen dasar, yaitu :
1. Masjid/ musholla, kiai/ ulama, pondok/ asrama,
2. santri dan pengajaran kitab-kitab klasik (Kitab Kuning).
3. Tujuan utama berdirinya pesantren tidak terlepas dari cita-cita dakwah islamiah di Indonesia,
4. sekaligus merupakan tempat untuk membina kader-kader ulama pengabdi kepada Allah SWT yang bertafaqquh fiddin, dan menjadi ulamaul amilin.
5. Dengan demikian pondok pesantren merupakan benteng pertahanan yang dapat menjamin berlangsungnya syiar dan dakwah islamiyah di Indonesia.

Rabu, 12 November 2008

Permata Kehidupan


INTIMISASI TUHAN DENGAN NILAI ISLAMI
Disampaikan dalam Orasi Budaya & Pentas Seni MABA ’02
Fakultas Agama Islam Unisma Malang
Oleh : Drs. H. M. Ali Ghufron Risyam

Dalam segala segi kehidupan tanpa nilai Islami, tiada yang patut dibanggakan, baik individual terlebih untuk kehidupan sosial masyarakat. Jauh sebelum agama Hanif diproklamirkan di gurun Arabia. Tata nilai berjalan tertatih-tatih, bahkan sayup-sayup dan redup dari cahaya Ilahi, digilas kebodohan dan kebatilan dalam nilai aqidah/keimanan dan akhlaq/moralitas ( Jahiliyyah ).
Risalah Islam datang, Rasul menyatakan “Sesungguhnya aku diutus oleh Allah untuk memulyakan akhlaq/ moralitas”. Lantas segalanya mengalami perubahan yang cepat, yang tidak terbayang sebelumnya. Bahkan selanjutnya, terutama jaman keemasan Islam, nilai Islami semakin berkembang ke seluruh penjuru dunia, karena satu hal; ruh ajaran Islam mulai dikenal dan dipraktikkan dalam ke hidupan dan didakwahkan pada masyarakat, sehingga mempunyai tata nilai.
Tata nilai merupakan aturan pandangan dan anggapan masyarakat, yang digunakan sebagai pedoman dalam menilai sesuatu dan dalam mengendalikan serta memilih tingkah laku, dalam kehidupan sehari-hari. Atau dengan kata lain tata nilai adalah suatu kumpulan norma yang diakui oleh masyarakat, dan digunakan sebagai pedoman dalam menentukan realitas yang ada sekelilingnya, dan dalam menentukan sikap selanjutnya.
Realitas ada dua ;
1. Overt reality; realitas yang teraga, sistem sosial, sistem bahasa dan sistem teknologi.
2. Covert reality; realitas yang tidak terasa, sistem ideologi ( kosmologis, tata nilai, dan pola sikap ).
Kedua macam realitas tersebut saling mewarnai dan mempengaruhi. Secara funda mental, sistem nilai tersebut dapat dibagi dalam kategori :
a. Nilai etis, yang mendasarkan orientasinya pada ukuran baik atau buruk.
b. Nilai pragmatis, yang mendasarkan orientasinya pada ukuran berhasil atau gagal.
c. Nilai effec sensoris, yang mendasarkan orientasinya pada ukuran menyenangkan atau menyedihkan.
d. Nilai religius, yang mendasarkan orientasinya pada ukuran halal atau haram, dosa atau tidak dosa, manfaat dan mudlarat, maslahah dan mafsadah, dampak positif dan dampak negatif.
Orientasi masyarakat terhadap nilai-nilai tersebut dapat mengalami perubahan atau pergeseran, dari waktu ke waktu. Pergeseran nilai tersebut akan berakibat terjadinya perubahan pandangan, sikap dan tingkah laku masyarakat yang bersangkutan; Hal ini tidak lepas dari interaksi antara realitas teraga dengan realitas tidak teraga dalam sistem sosio kultural secara keseluruhan. Sebagai contoh dapat disebutkan sebagai berikut :

a. Dahulu, pandangan masyarakat terhadap makna hidup yang ideal, adalah hidup untuk bera mal dan berbakti. Tapi sekarang pandangan tersebut mengalami perubahan, seperti data yang diperoleh LIPI dari hasil penelitian tahun 1982, di lima daerah (Aceh, Sumbar, Sumsel, Kalbar dan Bali), ternyata masyarakat sekarang mengambil pilihan tentang makna hidup ideal sebagai berikut :
- “ Hidup untuk bekerja ”, didukung oleh lebih dari 75 %
- “ Hidup untuk bersenang-senang ”, didukung sekitar 20%
- “ Hidup untuk beramal dan berbakti ”, didukung oleh 4,5 %
b. Kini, pandangan tentang ketaatan remaja, pemuda/mahasiswa ( Nilai religius ) sekarang dianggap lebih kuat dibanding masa-masa dahulu, seperti yang diperoleh dari penelitian LIPI tahun 1980 terhadap empat masyarakat di Jawa ( Jakarta, Sunda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur ) dengan perbandingar sebagai berikut :
- “ Remaja/pemuda kini lebih tertarik dan taat pada agama” diberikan dukungan oleh 46 % responden
- “ Remaja/pemuda kini lebih jauh dari agama” didukung oleh 35 % dari responden.
- “ Remaja/pemuda kini sama saja sikapnya terhadap agama” didukung oleh 19 % responden.
Hasil tersebut memberikan gambaran, bahwa masalah agama banyak mendapat perhatian serius dari kalangan remaja/ pemuda kini. Terbukti jumlah masjid, musholla, lembaga pendidikan Islam terus bertambah, wanita berjilbab menjamur, mimbar agama, shalawatan dan kesenian di berbagai media dsb. Walaupun kemaksiyatan juga terus mengimbangi, bahkan melaju lebih maju dan merajalela.
Dengan demikian pengaruh terhadap sosiokultural berdampak positif pada kedupan masyarakat kita yang sedang dalam transisi, dari masyarakat organis ke masyarakt mekanis, seperti masyarakat kita sekarang. Keseimbangan antara Vertikalisasi dan horizontalisasi dadam pranata kehidupan telah ditegaskan dalam firman Allah “ DZURRIBAT ‘ALAIHIMUDDZILLATU AINAMAA TSUKIFUU ILLAA BIHABLIM MINALLAHI WAHABLIM MINANNAASI”(Q.S Ali Imron : 112)
“ Mereka diliputi kehinaan di manapun mereka berada kecuali melakukan hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia “.
Dan akan intim/ erat keduanya (Hablumminallah dan Hablumminannas) bila semua aktifitas kehidupan kita sertai Lillahi ta’ala, dan diniati ibadah. Maka hidup akan bermakna denga memperoleh ridha dan Rahmat-Nya.
Maha suci Allah, dan menyukai kesucian dan mendapat ridla-Nya. Maha Adil Allah, dan menyukai keadilan dan mendapat ridla dan Rahmat-Nya. Maha Indah Allah dan menyu kai keindahan.
Malang, 7 Oktober 2002,

Rujukan:
1. Al Quran/Hadits
2. Salim, Agus. 1979. Seni dalam Islam. Bandung. Almaarif
3. Hasan, Muhammad Tholchah. 1986. Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan Jaman. Malang. Bangun Prakarya.


Khuthbah


Membangun Keikhlasan Dalam Beramal
( oleh Drs. H.M. Ali Ghufron)
الحمد لله الذى جَعَلَنا مِنْ عِبادِهِ الْمُخْلِصِيْْنَ ووَفَّقَنا لِلْعَمَلِ بِما فيهِ صَلاحُ الاسْلامِ والمسلمين
أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الهادى الى الصراط لمستقيم أما بعد،، فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ “

Sesungguhnya kehidupan ini memang Allah ciptakan untuk menguji siapa diantara hambaNya yang paling banyak dan paling baik beramal. Beramal merupakan inti dari keberadaan manusia di dunia ini, tanpa amal maka manusia akan kehilangan fungsi dan peran utamanya dalam menegakkan khilafah dan imarah. Allah berfirman menegaskan tujuan keberadaan manusia,
” Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun“. (Al-Mulk 4)
Namun pada tahap implementasinya, ternyata tidak cukup hanya beramal saja, karena memang Allah akan menseleksi setiap amal itu dari niatnya dan keikhlasannya. Tanpa ikhlas, amal seseorang akan sia-sia tidak berguna dan tidak dipandang sedikitpun oleh Allah swt. Imam Al-Ghazali menuturkan, “Setiap manusia binasa kecuali orang yang berilmu. Orang yang berilmu akan binasa kecuali orang yang beramal (dengan ilmunya). Orang yang beramal juga binasa kecuali orang yang ikhlas (dalam amalnya). Namun orang yang ikhlas juga tetap harus waspada dan berhati-hati dalam beramal”. Dalam hal ini, hanya orang-orang yang ikhlas beramal yang akan mendapat keutamaan dan keberkahan yang sangat besar, seperti yang dijamin Allah dalam firmanNya,
“Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (bekerja dengan ikhlas). Mereka itu memperoleh rezki yang tertentu, yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan, di dalam syurga-syurga yang penuh kenikmatan”. (Ash-Shaaffat: 40-43)
Ayat tentang keutamaan dan jaminan bagi orang yang bekerja dengan ini ini seharusnya menjadi motifasi utama kita dalam menjalankan tugas dan pekerjaan kita sehari-hari dalam apapun dimensi dan bentuknya, baik dalam konteks “hablum minaLlah atau Hablum minannas”..karena hanya orang yang mukhlis nantinya yang akan meraih keberuntungan yang besar di hari kiamat, yaitu syurga Allah yang penuh dengan kenikmatan, meskipun dia harus banyak bersabar terlebih dahulu ketika di dunia. Ayat ini juga merupakan salah satu diantara jaminan yang disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang mukhlis.
Jaminan lain yang Allah sediakan bagi mereka yang ikhlas dalam beramal bisa ditemukan dalam kisah perjalanan Yusuf as ketika beliau berhadapan dengan seorang wanita yang mengajaknya melakukan kemaksiatan. Bahwa Allah akan senantiasa memelihara hambaNya yang mukhlis dari perbuatan keji dan maksiat,
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang mukhlis“. (yusuf: 24). Dalam ayat lain, orang yang mukhlis juga mendapat jaminan akan terhindar dari godaan dan bujuk rayu syetan. Syetan sendiri mengakui ketidakberdayaan dan kelemahan mereka dihadapan orang-orang yang beramal dengan ikhlas, “Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.” (Al-Hijr: 39-40). Dengan redaksi yang sama, ayat ini berulang dalam surah Shaad, “Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka“. (Shad: 82-83). Sungguh benteng keikhlasan merupakan benteng yang paling kokoh yang tak tergoyahkan oleh apapun bentuk rayuan dan fitnah iblis dan sekutunya.
Ma’asyiral muslimin RahimakumuLlah…
Dalam tinjauan ilmu qira’at, para ulama qira’at berbeda dalam membaca kata “Al-Mukhlashin” yang tersebut pada akhir kedua ayat tersebut. Sebagian qari’ membaca Al-Mukhlashin dengan ism maf’ul dan sebagian lainnya membaca dengan isim fi’il Al-Mukhlishin. Imam Ibnu Katsir, Abu Amr dan Ibnu Amir, membaca seluruh kalimat ini dalam Al-Qur’an dengan bacaan “Al-Mukhlishin” yang artinya: Mereka mampu memurnikan agama dan ibadah mereka dari segala noda yang bertentangan dengan nilai tauhid. Sedangkan ulama qira’at yang lain membaca Al-Mukhlashin yang artinya: Mereka yang dipelihara dan mendapat taufik dari Allah untuk memiliki sifat Ikhlas. Berdasarkan qira’at ini, ikhlas dan iman adalah mutlak anugerah Allah swt kepada hamba-hambaNya yang dikehendaki. Namun setiap hamba diperintahkan oleh Allah untuk senantiasa memperhatikan dan meningkatkan kadar dan tingkt keikhlasannya dalam beramal. Bahkan Allah menyuruh kita meneladani orang-orang yang mendapat petunjuk karena tidak pernah mengharapkan balasan dari amalnya kecuali dari Allah swt,
“Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Yaasin: 21)
Secara prinsip, Islam memandang keikhlasan sebagai pondasi dan ruh sebuah amal, apapun bentuknya amal tersebut selama termasuk kategori amal sholih. Baik amal tersebut dilakukan dalam skala pribadi maupun secara kolektif (bermasyarakat, berbangsa dan bernegara). Bahkan keikhlasan dalam ruang lingkup kolektif sosial ternyata sesuatu yang berat dan memerlukan lebih kesabaran. Dalam konteks ini, keikhlasan harus dibangun secara timbal balik antara seluruh individu dalam masyarakat dan menghindari kecemburuan serta persepsi negatif terhadap masing-masing anggota. Demikian, semakin luas wilayah kerja seseorang, maka semakin dibutuhkan keikhlasan.
Ma’asyiral Muslimin rhimakumuLlah…
Menurut bahasa, dalam kata ikhlas terkandung beberapa makna; jernih, bersih, suci dari campuran dan pencemaran, baik berupa materi maupun non materi. Lawan dari ikhlas adalah nifak dan riya’. Rasulullah saw bersabda tentang sifat yang mulia ini dalam sabdanya, “Barangsiapa yang tujuan utamanya meraih pahala akhirat, niscaya Allah akan menjadikan kekayaannya dalam kalbunya, menghimpunkan baginya semua potensi yang dimilikinya, dan dunia akan datang sendiri kepadanya seraya mengejarnya. Sebaliknya, barangsiapa yang tujuan utamanya meraih dunia, niscaya Allah akan menjadikan kemiskinannya berada di depan matanya, membuyarkan semua potensi yang dimilikinya, dan dunia tidak akan datang sendiri kepadanya kecuali menurut apa yang telah ditakdirkan untuknya“. (Tirmidzi).
Dalam apapun keadaan, keikhlasan akan tetap menjadi modal, bekal sekaligus kemudi amal sholih, apalagi dakwah sebagai puncak dari amal sholih. Karena semakin berat dan mulia sebuah tugas tentu akan semakin dibutuhkan keikhlasan. Semakin dewasa perjalanan dan pengalaman dakwah seseorang, maka semestinya semakin baik tingkat dan kualitas keikhlasannya. Keikhlasan juga merupakan salah satu dari dua pilar dan syarat diterimanya amal sholih, bahkan ia yang paling utama, seperti yang dinyatakan oleh Abdullah bin Al-Mubarak ketika menafsirkan ayat: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” (Al-Mulk: 2). Tanpanya amal seseorang akan sia-sia tidak bernilai. Untuk itu, dengan ikhlas, akan mencukupi amal yang sedikit seperti yang ditegaskan dalam sebuah riwayat Ad-Dailami, “Ikhlaslah kamu dalam beramal, maka cukuplah amal yang sedikit yang kamu lakukan”.
” أَخْلِصِ الْعَمَلَ يَجْزِيْكَ القلِيْلُ مِنْهُ”
Agar ikhlas dapat terpelihara, tentu ada variabel yang melekat pada setiap amal yang kita lakukan; diantaranya variabel profesionalisme, kompetensi, itqan dan kesungguhan. Maka amal yang cenderung apa adanya, serampangan, asal jadi, “pokoknya” dan amal yang tidak konsisten bisa jadi karena ketidak ikhlasan kita dalam menjalankan tugas tersebut. Ini tantangan terberat bagi kita sesungguhnya. Ikhlas inilah yang akan memperkuat potensi spritualitas kita. Lantas pertanyaan besar kita, “Apakah ruh dan motifasi yang menggerakkan roda amal kita selama ini ???…
Drs. H. M. Ali Ghufron R.Telp. (0341) 450550 HP. 0817389179

Artikel Kejadian


“ Manusia serakah alampun tak ramah”
Oleh : Drs. H.M. Ali Ghufron R. *)

Pasca Gelombang dahsyat Tsunami Daerah Istimewa Aceh, atau Aceh Darussalam belum teratasi secara menyeluruh dan selesi. Kejadian lain di Pulau Jawa yang sudah lama dibidik para wartawan dari berbagai media masa awal bulan Mei dua ribu enam yang lalu adalah Gunung Merapi yang menunjukkan tanda-tanda akan mengeluarkan lahar panas yang dikenal dengan Wedhus gembel, juru kunci Gunung Merapipun telah dikejar-kejar wartawan untuk dimintai keterangan predeksinya, Mbah Marijan alias Mas Panewu Suraksohargo, ternyata memang membuat 12.258 jiwa sempat dievakuasi dan di barak-barak dan tenda penampungan pengungsi, karena Gunung Merapi telah meletus beneran walau tidak terlalu dahsyat seperti yang dikhawatirkan namun sempat menelan korban jiwa, dan dinyatakan dari status Awas ke Siaga lagi. Luput dari pantauan siapapunYang Maha Kuasa Berkehendak lain, kota Yogjakarta dan Jawa Tengah tersentak dengan Gempa bumi 27 Mei berkekuatan 5,7 SR. yang meluhlantakkan Yogja bukan hanya menerjang pemukiman penduduk penghuninya berhamburan keluar bagi yang sempat, namun bagi mereka yang memang dikendaki mati oleh Yang Maha Kuasa mati akhirnya tertimbun reruntuhan rumah-rumah mereka. teriakan Takbir” Allohu Akbar” Tahlil “ Laailahaillahloh” bersauta-sautan bagi mereka yang mengakui adanya Alloh, bagi mereka yang bertuhan lain menyebut Nama Tuhan mereka masing-masing. Tidak hanya itu semua infra struktur, tempat-tempat ibadah, objek wisata seperti Kebun Raya dan Kebun Binatang (KRKB) Gembira loka Yogja, Bandara, Pusat-pusat pertokoan, tempat pendidikan dan tempat-tempat penting tidak luput dari terjangan gempa. Dukacita menyelimuti Daerah Istimewa Yogjakarta dan Jawa Tengah menjadi kota mati seketika, mati massal terjadi penguburan missal bagi korban tidak bertuan, penyesalan menjadi pemandangan sehari-hari, anak menangisi orang tuanya, orang tua mencari tahu dimana anak-anak mereka, saudara nun jauh disana segera berbondong-bondong menuju saudaranya yang ditimpa musibah gempa mendadak, sebagian korban hidum yang masih memikirkan kehidupan ke depan berfikir bagaimana membangun kembali rumah-rumah mereka, tetapi kepasrahan tampak pada wajah-wajah para korban dengan mengais-ngais reruntuhan bangunan yang telah rata dengan tanah.. Saudara-saudara merekapun secara serentak menghimpun dana kepedulian social atas kejadian tersebut, baik perorangan maupun instansi, lembaga, Persatuan, LSM, Organisasi Masyarakat, Organisasi Politik dikerahkan oleh pimpinan mereka. Media masa di tanah air terus menayangkan kejadias tragis hamper tiap menit sebagai tayangan kepedulian, entah sampai kapan membangun Yogja kembali seperti sedia kala. Di Sleman harap-rap cemas dengan Gunung Merapi yang masih terus menyemburkan lafa panas yang juga sudah memakan korban. Di Porong, Sidoarjo Jawa Timur semburan Lumpur panas dari pengeboran Lapindo Brantas Inc. semakin sulit dikendalikan setelah menenggelamkan jalan tol Surabaya-Gempol , pada hari yang ke sekian puluh hari Lumpur panas itu mulai mendekati rel kereta api, jaraknya sudah dekat dengan rel sekitan 300 meter dari rel KA jurusan Surabaya-Malang. Di luar Jwa berbagai bencana banjir tiada henti.
Menengok kejadian tersebut sebagai umat yang beriman, bahwa semua kejadian adalah kehedak taqdir Yang Maha Kuasa dengan “Waidza ashabatkum mushibatun qaalu “ Innaalillahi wainna ilaihi raaji’uun”, artinya Apabila musibah terjadi menimpa kamu sekalian hendaknya beucap” Sesungguhnya kami ini milik Allah, dan kepada-Nyalah akan kembali”. namun apakan cuma itu yang terbersit, terucap, tidak, sekali tidak demikian menyikapinya. Setiap kejadian ada hikmah yang terkandung di dalamnya. Ada sebab musababnya. Pada kejadian Tsunami Aceh, Gempa Yogja, Gunung Merapi, memang gejala alam biasa yang sudah dialami umat-umat terdahulu sebelum kita seperti G. Tambora (Nusa Tenggara Barat) meletus 5 April 1815 menewaskan 117.000 0rang. Debu vulkanik setinggi 44 km., menutup hampir sebagian bumi. Letusannya terdahsyah nomor satu di dunia setelah Gunung Mazama (4600 SM.). Begitu juga Gunung Krakatau (Selat Sunda) meletus 26 Agustus 1883 menewaskan 36.000 orang menyebabkan tsunami setinggi 40 meter. Debu vulkaniknya sampai Singapura yang berjarak 840 km. Suhu bumi normal 5 tahun. Letusannya terdahsyah nomor tiga di dunia. Kemudian mereka menarik pelajaran atau hikmah dari kejadian itu dengan tenaga ahli pengendaliannya Berbicara masalah setiap kejadian sekecil apapun ada hikmahnya, maka ada tiga katagori dalam menanggapi atas kejadian tersebut, anata lain : Pertama, “ Tadzkirah” artinya “ Peringatan dari Alloh SWT. Terhadap umat manusia yang mulai bosan dengan kebenaran, muak terhadap ajaran religius atau agama, lupa untuk mengagungkan Asma Allah dengan takbiratul ihrom dalam mengawali shalat atau wirid setelah shalat putaran terakhir pada saat memutar tasbih (Subhananllah, Alhamdulillah, Allahu Akbar), rupanya manusia lebih tergerak dengan lincah hanya urusan duniawiyah belaka untuk urusan pribadi, mengabaikan tebaran Salam, seperti yang dicontohkan dalam mengakhiri shalat. Tebaran salam kontektualnya adalah kepedulian social seperti yang dihimpun Peduli Yogja, Indonesia berduka dan sebagainya. Kedua, “ Fitnah” artinya “Ujian” dari Alloh SWT. Terhadap umat manusia, dengan kejadian itu masihkah ada rasa takabur (menyombongkan diri) terhadap kekuatan dan kekuasaanYang Maha Segalanya. Padahal yang sebelumnya daerah rawa-rawa yang nyaris lahan mati dan sekarang berdiri kokoh lahan-lahan industri yang kokoh di sekitar banjir Lumpur panas Porong Sidoarjo tersebut mesin serba canggih dan modern. Namun dibalik itu semua ada Dzat Yang Maha Segalanya, Allah SWT. Akhirnya ingat, baru kemudian Istighotsah bersama menyebut-nyebut Asma Allah, minta maaf penduduk, memberikan ganti rugi sebagai tebaran Salam (keselamatan) terhadap warga yang menjadi korban. Padahal peristiwa tersebut merupan kesalahan pengelola dengan Eksplitasi, yakni pemanfaatan alam demi kebutuhan manusia secara ceroboh yang seharusnya mengebor Gas namun terlalu dalam, ingin mendapatkan yang lebih. Ada Anekdot, konon katanya : “ Gara-gra artis nDangdut Porong dan artis
Jawa Timur umumnya yang ahli nGebor di atas panggung secara Erotis, sudah berulang kali, berbagai lapisan masyarakat telah memperingatkan, masih terus dilakukan dan semakin menjadi-jadi dan semakin banyak yang nGebor, patah-patah, nGecor, nGraji, goyang marut kelapa, goyang kayang, goyang kuda lumping kalap (trans), goyang nGepel lantai, goyang…apa lagi ? ya… akhirnya berakibat jebolnya menimpa pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Porong, Sidoarjo Jawa Timur semburan Lumpur panas yang meluap menggenangi Porong, Sidoarjo dan sekitarnya, kerugian tidak hanya menimpa pelaku, masyarakat sekitas banyak yang menjadi korban” Apa begitu ?, ah…. nGgak lah, itu Cuma guyunan, namanya saja anekdot choy ! jangan ditanggapi seriuslah, yang sedang-sedang saja Choy ! Ya… karena Ekosistem tidak diperhatikan( hubungan timbal balik antara makhluk hidup dari lingkungannya). Maka agar menjadi orang yang sadar lingkungan, berhentilah sejenak dengan kesibukan anda, pandanglah lingkungan di sekitar anda, maka anda akan prihatin dengan lingkungan anda yang setiap hari nyaris sampai pada titik kerusakan yang paling fatal. Setiap hari berbagai jenis sampah baik yang dapat diuraikan kembali maupun yang tidak terus menambah parahnya panorama lingkungan hidup. Belum lagi kesewenang-wenangan penebangan hutan yang mengakibatkan banjir, seperti di wilayah Jembaer dan kota-kota lain, ujung-ujungnya akibat ulah tangan manusia yang tidak memperhatikan akibat ulahnya tersebut. Ketiga, “ Adzab” artinya “ Siksaan” dari Alloh SWT. Terhadap umat manusia. Diperingatkan tidak mau, disuruh sabar malah menjadi-jadi, akhirnya Sang Malaikat Peniup Sangkakala (Malaikat Isrofil) diperingatkan Allah, Cobalah tiupan Sangkakala (terompet) sedikit ! sebagai latihan nanti kalau meniup beneran saat Kiamat besar (kiamat Kubro) ! Terjadilah semua musibah tersebut.
Dan manusia diperintahkan untuk usaha menanggulangi kesemua kejadian tersebut, sambil berfikir, mengambil intisari di balik kejadian (hikmat), ternyata alam itu juga makhluk Allah yang juga bisa murka kalau manusianya tidak sadar lingkungan alias tidak ramah. Maka jangan hanya menargetkan hasil akhir, jika tanpa memperhatikan prosesnya, fatal akibatnya. Hal ini telah memakan korban yang tidak ikut berbuat nekat, tertimpa akibat. Dengan tamsil” Tidak ikut melobangi perahu, akhirnya ikut tenggelam. Semoga para korban diberi kekutan lahir batin. Wallahu ‘almu bisshowaab.

*) Drs. H.M. Ali Ghufron Risyam,  Staf Pengajar Yapish Malang, YP. Almaarif Singosari, Muballigh, Pengamat Budaya, aktifis Ormasy. Islam.

Ahlussunnah Wal Jamaah dan Nahdlatul Ulama'

Ke- N U -an dan AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH
*) Drs. H. M. Ali Ghufron R.

Nahdlatul Ulama’
Pendirian N U merupakan manifestasi Kebangkitan para Ulama’ untuk mempertahankan madz hab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali yang dikenal dengan Madzahibul Arba’ah/ madzhab empat. Dengan demikian motivasi berdirinya N U adalah “ Berupa mempertahankan dan melestarikan faham Ahlussunnah Waljamaah dengan mengikuti salah satu madzhab empat sebagaimana yang telah berakar di Indonesia sejak awal perkem bangan Islam” seperti yang diajarkan oleh para Waliyulloh di Indonesia ;
Rumusan Anggaran Dasar N U atau yang sering disebut Qonun Asasi Li Jamiati Nahdlatul Ulama’ sebenarnya telah disepakati sejak organisasi ini didirikan pada tgl. 16 Rojab 1344 H/ 31 Januari 1926 M. yang didirikan oleh para Ulama’ KH. M. Hasyim Asy ’ari ( Pendiri cikal bakal NU ; Komite Hijaz ), KH. Abdul Wahab Hazbullah, KH. Mas Alwi Abdul Aziz (Pemberi nama N U), KH. Ridwan Abdullah (Pembuat Lambang N U ). NU didirikan bertujuan untuk memelira, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Aswaja.

A. Pengertian Mabadi Khoira Ummah
Sebagai organisasi social keagamaan (Islam) Nahdlatul Ulama’ dituntut senantiasa tanggap dengan perkembangan kehidupan masyarakat dan mampu memberikan bimbingan, tuntunan dan keteladanan sesuai ajaran agama Islam. Itulah sebabnya, sejak tahun 1935 dalam konggres NU XIII telah disepakati prinsip-prinsip dasar pembangunan masyarakat menuju pembentukan ummat terbaik yang dalam Al Quran disebut sebagai “ Khoira Ummah”. Prinsip-prinsip dasar tersebut kemudian dikenal dengan sebutan “ Mabadi Khoira Ummah” berarti prinsip-prinsip dasar menuju pembentukan umat terbaik. Kata Khoira Ummah diambil dari potongan ayat 110 Surat Ali Imron :
Artinya : “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.( Q. Surat Ali Imron : 110)
Khoira Ummah merupakan predikat yang sudah ditetapkan oleh Allah bagi ummat Muhammad saw sejak zaman Rasulullah saw sampai hari kiamat. Karena umat ini selalu melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.Dengan demikian amar ma’ruf nahi munkar merupakan sifat utama “ Khoira Ummah”, sekaligus merupakan suatu kelebihan umat Muhammad saw, namun masih mengalami kendala-kendala dalam realitas pelaksanaannya. Berdasarkan telaah atas kelemahan umat Islam untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar itulah, pada tahun 1935 para ulama menunuk tiga prinsip dasar berupa nilai-nilai paling strategis dari ajaran agama sebagai kunci pemecahannya, yaitu :
1. Asshidqu ; selalu benar, tidak berdusta kecuali yang diizinkan oleh agama karena menanggung maslahat lebih besar.
2. Al Amanah wal Wafa Bil’ahdi ; menepati segala janji.
3. Atta’awwun ; tolong menolong di antara anggota- anggota NU khususnya dan sebisa-bisanya sesame umat muslimin pada umumnya.
Gerakan untuk membangkitkan penghayatan dan pengamalan warga NU atas ketiga prinsip dasar tersebut merupakan langkah awal menuju pembangunan khoira ummah atau “ Mabadi Khoira Ummah”
Jika ditelaah secara mendalam, ketiga prinsip dasar yang terkandung dalam Mabadi Khoira Ummah itu tetap relevan untuk dijadikan bahan utama amar ma’ruf nahi munkar pada zaman ini. Namun jika dilihat dari perbedaan konteks zaman antara masa awal gerakan Mabadi Khoira Ummah dengan masa kini, terutama dihubungkan dengan dasar dan mendasarnya perubahan social yang terjadi, tentu perbedaan konteks itu membawa konsekwensi yang tidak kecil. Demikian pula halnya dengan perkembangan kebutuhan-kebutuhan internal NU sendiri. Oleh karenanya perlu dilakukan beberapa penyesuaian dan pengembangan dari gerakan Mabadi Khoira Ummah yang pertama agar lebih jumbuh dengan konteks kekinian.
Tujuan Mabadi Khoira Ummah : Pada mulanya bertujuan menggalang warga NU mendukung program pengembangan Ekonomi NU. Program ini memang tengah menjadi perhatian serius pada saat itu. Sebagai media aktualisasi yang kongkrit, dibentuklah berbagai kegiatan usaha bersama (koperasi) , sehingga gerakan ini berhasil dan sangat menggembirakan. Semangat berorganisasi semakin tumbuh dan berkembang, kegiatan organisasi semakin tampak, kesetiakawanan warga NU semakin kuat dan para pemimpin semakin kompak. Namun karena terjadinya Perang Dunia II mengalami stagnasi. Ketika keadaan kembali normal gerakan inipun belum bulum dapat dibangkitkan kembali. Baru setelah dicanangkannya Khitthah NU, keinginan untuk menghidupkan kembali gerakan Mabadi Khoira Ummah semakin menguat, terutama setelah Muktamar NU ke- 28 yang salah satu hasil keputusannya mengamanatkan PBNU agar menangani masalah ekonomi secara lebih serius, termasuk masalah tataorganisasi berjalan dengan lamban, masih terlihat pula di hamper semua tingkat kepengurusan dan realisasi program masih terlihat kelemahan manajemen, maka perlu segera ditangani.

B. Pengertian Al Mabadi Al Khomsah
Untuk mengantisipasi persoalan-persoalan dan kebutuhan yang muncul sebagai akibat perubahan dan perkembangan zaman, pada Munas Alim Ulama di Bandar Lampung, tgl 21 – 25 Januari 1992 disepakati Mabadi Khoira Ummah untuk menambah dua butir lagi, yaitu:“Al Adalah ”; bersikap adil, obyektif, proporsional, dan taat atau “Al Istiqomah“; ajeg, berkesinambungan dan berkelanjutan. Dengan demikian gerakan Mabadi Khoira Ummah kini memuat lima butir nilai yang dapat pula disebut sebagai “Al Mabadi Al Khomsah”
Karena manajemen organisasi yang baik membutuhkan SDM yang tidak saja terampil, tetapi juga berkarakter terpuji dan bertanggung jawab. Dalam pembinaan Organisasi NU, kualitas SDM semacam ini jelas sangat dibutuhkan. Jika ditelaah lebih mendalam, maka nyatalah bahwa prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam Mabadi Khoira Ummah atau Al Mabadi Al Khomsah tersebut memang amat relevan dengan dimensi persoalan dalam pembinaan manajemen organisasi, baik organisasi usaha (bisnis) maupun organisasi sosial lainnya. Dengan demikian tujuan Mabadi Khoira Ummah atau Al Mabadi Al Khomsah dewasa ini tidak saja terbatas pada program pengembangan ekonomi, tetapi juga pembinaan organisasi pada umumnya, disamping SDM dapat dikembangkan melalui gerakan ini pun akan menjadi kader-kader unggul yang siap berkiprah aktif dalam mengikhtiarkan kemaslahatan umat, bangsa dan Negara pada umumnya.

C. Pengertian Khitthah Nahdlatul Ulama 1926
Secara harfiyah, khitthah artinya “garis”. Dalam hubungannya dengan Nahdlatul Ulama, kata “khitthah” berarti garis-garis pendirian, perjuangan dan kepribadian Nahdlatul Ulama baik yang berhubungan dengan keagamaan, maupun urusan kemasyarakatan, baik secara perorangan maupun organisasi.
a. Khitthah Nahdlatul Ulama adalah andasan berfikir, bersikap dan bertindak warga Nahdlatul Ulama yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.
b. Landasan tersebut adalah faham Islam Ahlussunnah Wal Jamaah yang diterapkan menurut kondisi masyarakat di Indonesia, meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan.
c. Khitthah Nahdlatul Ulama juga digali dari intisari perjalanan sejarah khidmahnya dari masa ke masa.
Khitthah Nahdlatul Ulama ini merupakan landasan dan patokan-patokan dasar yang perwujudannya dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala terutama tergantung kepada semangat pemimpin warga Nahdlatul Ulama hanya akan memperoleh dan mencapai cita-citanya jika pemimpin dan warganya benar-benar meresapi dan mengamalkan Khitthah Nahdlatul Ulama ini. Dengan demikian, Khitthah Nahdlatul Ulama menjadi bersifat jelas, kenyal, luwes, dan dinamis.
Hasbunallah wa ni’mal wakil, Nikmal maula wani’man nashir.
Sebagai jam’iyyah diniyah (organisasi keagamaan) NU juga merupakan bagian integral dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang teguh persaudaraan (Al Ukhuwwah), toleransi ( At Tasammuh), kebersamaan dan hidup berdampingan baik sesame umat Islam maupun dengan sesame warga negara yang mempunyai keyakinan lain untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis.
NU telah menegaskan hubungan antara agama dan Negara dan memposisikan tanggung jawab sebagai umat beragama (Islam) dengan tanggung jawab sebagai warga Negara (Indonesia) secara jelas dan proporsional, Konsep Kembali ke Khitthoh 1926, dan pandangan NU tentang Pancasila serta faham tri ukhuwwah secara terpadu : Ukhuwwah Islamiyah, Ukhuwwah Wathoniyah dan Ukhuwwah Basyariyah merupakan pedoman dsar yang dirasakan sangat gayut atau relevan bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi warga Nahdlatul Ulama.
D. NU dan Kehidupan Bernegara
Menurut NU, Ukhuwwah Islamiyah tidak harus dipertentangkan dengan persatuan nasional. Keduanya harus saling mendukung dan mengisi. Karena mayoritas bangsa Indonesia adalah muslim, maka persaudaraan sesama muslim adalah soko gurunya persatuan nasional. Sebaliknya persatuan nasional Indonesia pada hakekatnya harus berintikan Ukhuwwah Islamiyah. Termasuk berbagai kegiatan Islam internasional tidak mungkin mengabaikan potensi kaum muslimin Indonesia.
Sebagai suatu organisasi/ jam’iyah, NU adalah jamiyah yang mandiri, yang memiliki kekuatan untuk tidak menjadi bagian dari organisasi lain yang mana pun, baik organisasi politik maupun sesame organisasi kemasyarakatan. Secara organisatoris , NU tidak perlu dan tidak boleh menyandarkan diri atau mengikatkan diri dengan organisasi lain, meskipun warganya secara perorangan boleh (tidak dilarang) menjadi anggota atau pendukung organisasi lain yang tidak merugikan NU.
Dalam urusan berpolitik, setiap warga NU tetap memiliki hak sebagaimana warga Negara yang lain, tidak berkurang sedikitpun. Bahkan NU menghargai warganya yang menggunakan” hak berpolitiknya” dengan pesan agar mereka melakukannya”secara bertanggung jawab”, menyadari dan meyakini kebenaran pilihan politiknya, serta sanggup memikul segara resikonya, tanpa membawa nama dan wibawa NU dan tidak saling menyalahkan antara sesame warga NU yang berbeda pilihan aspirasi politiknya. Dengan demikian diharapkan dan ditumbuhkan sikap hidup yang :
1. Demokratis; suka menghargai orang lain dengan pendapat-pendapatnya yang tidak selalu sama pendapat sendiri.
2. Konstitusional; selalu menghormati dan mentaati undang-undang dasar Negara, aturan permainan di dalam berorganisasi dan aturan permainan di dalam tatakehidupan berbangsa dan bermasyarakat.
3. Taat hukum; mentaati hokum dan peraturan yang berlaku.
4. Mampu; mengembangkan mekanisme musyawarah dan mufakat, sadar akan posisi dan fungsi diri di tengah tatapergaulan masyarakat (Negara, bangsa, organisasi) dan selalu berusaha mencapai kesepakatan serta menghormatinya, meskipun tidak selalu sesuai dengan pendapat atau selera sendiri.
Pandangan NU mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara tercermin dalam pandangannya tentang Pancasila dan Negara kesatuan RI.
II. Ahlussunnah Waljama'ah

Pengertian Ahlussunnah Waljama'ah
1. Pengertian Ahlussunnah Waljama'ah secara definitif, menurut arti istilah Ahlussunnah Waljama'ah ialah : "Golongan pengikut ajaran/sunnah dan i'tiqad Nabi Muhammad SAW. serta pengikut i'tiqad atau jejak langkah para shahabat Nabi Muhammad SAW.".
Mereka itu mengikuti dalam i'tiqad, amal ibadah, dan perjuangannya untuk menjunjung tinggi agama Islam dan ummatnya, yang hal itu sudah dirumuskan oleh Imam Al Asy'a ri dan Imam Al -Maturidi dalam bidang i'tiqad, dan oleh madzhab empat (Imam Syafi'i , Imam Hambali, Imam Maliki dan Imam Hanafi) dalam bidang Fiqih, mengikuti Imam Al-Ghozali dalam bidang Tasawwuf/ akhlaq. Mereka itulah yang akan mendapatkan keridhaan Allah SWT dan akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat kelak.
2. Perkataan "Ahlussunnah Waljama'ah"berasal dari bahasa Arab,
AHLI/ AHLUN (gsã ) = KELUARGA atau GOLONGAN atau PENGIKUT. AS-SUNNAH (ÖînBeã ) = TABIAT, PERILAKU KEHIDUPAN, AJARAN. WA ( p ) = DAN. Dan AL-JAMAA'AH ( ÖRj:ã ) = PENGANUT I'TIQOD PARA SHAHABAT NABI MUHAMMAD SAW.

Jadi yang dimaksud dengan Kaum Ahlussunnah Waljama'ah ialah : "Kaum yang menga nut i'tiqad dan amaliah Nabi Muhammad SAW. dan i'tiqad shahabat-shahabat beliau, yang dise but Ijma' atau jama'ah ".
Yang dimaksud dengan Ijma' atau Jama 'ah ialah : para SHAHABAT Nabi Muhammad SAW. yaitu orang-orang mukmin yang hidup pada zaman Nabi dan mengikuti i'tiqad beliau, para TABI'IN yaitu murid-murid para shahabat Nabi , para TABI'IT-TABI'IN yaitu murid-murid dari muridnya shahabat Nabi Muhammad SAW, dan mereka disebut ASSALAFUSH-SHALIHIN , yaitu orang - orang terda¬hulu yang baik kelakuannya, disebut juga “AHLUL-HAQ”artinya para penganut kebenaran.
A. Pengertian Madzhab
Madzhab menurut bahasa berarti “pendirian” (al Mu’taqod),”jalan atau system” (al TThoriqoh), dan ‘sumber atau pendapat kuat” (al ashl).
Sedangkan secara istilah (istilah para fuqoha’), madzhab mempunyai dua pengertian :
a. Madzhab berarti hasil ijtihad seorang imam tentang hukum suatu masalah, atau tentang kaidah-kaidah metode berfikir untuk mendapat pendapat hokum (istinbath), sebagai metode (manhaj)untuk memahami ajaran-ajaran agama.
b. Madzhab berarti “hasil ijtihad seorang imam tentang kaidah-kaidah (metode berfikir/ istinbath) untuk menggali suatu hukum”

B. Sistem Madzhab
Bermadzhab ialah menjalankan syariat agama sesuai dengan hasil ijtihad imam mujtahid. Bermadzhab adalah Taqlidnya orang awam atau orang yang tidak sampai derajad ijtihad kepada madzhab imam mujtahid, baik secara terus menerus atau berpindah-pindah dari madzhab satu ke madzhab lain.
Ada tiga hal yang menjadi dsar bermadzhab dalam masalah agama, yaitu :
1. Bertaqlid (mengikuti/ bermadzhab) kepada orang alim yang mujtahid
2. Ijma’ Ulama’
3. Dalil Aqli
Ada dua hal dalam bermadzhab :
1. Bermadzhab secara manhaj
2. Bermadzhab secara Qauli

C. Taqlid (qollada= meniru, mengulangi, mengikuti) ; mengikuti perilaku atau amaliyah agam dengan mngetahui atau tidak tahu sama sekali dalil-dalilnya dan tidak boleh taqlid buta (mengekor dengan tidak tahu dasr pijakannya), Muqollid, orang yang mengikuti.

Menurut ajaran Ahlussunnah Waljama'ah hokum bertaqlid ada dua macam ;
1. Dibolehkan pada masalah-maslalh furu’ syari’ah, bagi orang yang tidak mampu berijtihad sendiri, dengan mengikuti tuntunan imam mujtahid mustqil (madzhibul arba’ah)
2. Tidak boleh apabila ; Kebiasaan leluhur atau nenek moyang tanpa dasar agama yang jelas, kepada orang yang tidak diketahui kemampuannya, pada yang jelasjelas salah, pada masalah keimanan kecuali memamg pada orang tertentu yang lemah pikiran.

D. Ittiba’ ; Orang yang mengikuti pendapat mujtahid dengan mengetahui dalil-dalilnya. Orangnya disebut “muttabi’”, berarti orang yang tidak mampu ijtihad sendiri tetapi mengetahui dalil-dalilnya.

E. Istinbath; berasal dari kata “nabth” (air yang mula-mula memancar dari sumur yang digali). “ Menggali hukum syara’ yang belum ditegaskan secara langsung oleh nash Al Quran atau Sunnah, dengan tetap berada pada kendali Al Quran dan Al Hadits itu sendiri

F. Ijtihad; Usaha dengan sungguh sungguh dalam mencapai sesuatu hukum dalam agama.

G. Talfiq ; melakukan amaliyah dalam suatu masalah menurut hokum yang merupakan gabungan dari dua madzhab atau lebih. Atau berpindah dari madzhab satu kepada madzhab lain.

H. Pandangan Aswaja terhadap masalah Poleksosbud, menggunakan Kebijakan :

“ Memelihara sesuatu yang lama(kuno yang baik dan sekaligus mengambil yang baru yang lebih baik”
Hal ini berarti mengandung kreativitas dan tidak bersifat jumud (beku) atau statis
Wallahu A’lamu Bishshowaab.

Singosari, 24 Februari 2007 M.
6 Safar 1427 H.

*) Drs. H. M. Ali Ghufron R.
Staf Pengajar di YP.Almaarif Singosari (SMAI & MA ) Singosari, YAPISH (SMA Shalahuddin) Malang, SMK TI,(PP. Al Ishlahiyyah) Singosari. Muballigh dan Mantan Ketua IPNU (1979-1983) , Mantan Ketua GP. Ansor Ancab. Singosari (1993-1998), Wakil Ketua GP. Ansor Kab. Malang (1995 – 1999), berkhidmat di Bagian (MWC NU) Singosari.dan Anggota LDNU Kab. Malang.




Kutulis tuk di renungkan

DAKWAH
senantiasa memelihara nilai-nilai religi yang yang akan menjadi penyejuk dan rasa syukur atas segala karunia Allah Yang Maha Bijaksana, dalam keseharian bekerja dan bergelut dengan kompetitif-nya kehidupan, maka dibawakan secara santai, akrab dan komunikatif dengan prinsip :
a. mengajak bukan mengejek
b. merangkul bukan memukul
c. mengobati bukan menyakiti
d. mendakwahkan bukan melecehkan
e. bertutur bukan mengatur, terhadap pemirsa yang heterogen segalanya.



ZAKAT SEBAGAI PEMBERSIH JIWA
OLEH : DRS. H.M. ALI GHUFRON R.

Sebentar lagi bulan Ramadhan akan berakhir akan meninggalkan kita, berarti Idul Fitri di bulan Syawal segera sampai di hadapan yang sudah di ambang pintu, namun suatu hal harus diingat justru penghuni langit sama menangis merasa susah dan prihatin, karena ummat Muhammad SAW. sedang ditimpa musibah besar, yakni ditinggalkan bulan penuh ampunan, bulan penuh berkah, ditermanya taubat dan doa hamba kepada Al-Kholiq, yakni bulan Ramadhan. Sehingga seandainya ummat Muhammad mengerti rahasia dan kebaikan apa yang ada pada bulan Ramadhan, tentu akan berharap agar semua bulan, tahun dijadikan bulan Ramadhan seluruhnya. Tetapi tetaplah ketentuan Allah SWT. suatu ketetapan yang haqiqi tak bila mengelak dan pungkiri, bahwa perjalan waktu akan terus berputar pada poros qudrah irodah Ilahi Yang Maha Mengetahui, Allah Azza wajalla penggenggam langit, bumi beserta isi. Menetapkan setelah puasa Ramadhan datanglah Idul Fitri yang berarti kembali ke fitrah naturalitet religiusa atau fitrah bertuhan, fitrah menyukai kesucian dan kebeningan hati dan jiwa dari lekatan noda dan dosa terhadap Tuhan maupun manusia, bagaikan bayi yang baru terlahir di dunia fana, menangis dan tersenyum, orang lain menyambutnya dengan senyum dan tawa.
Ada satu syariah yang tidak boleh kita tinggalkan dan kesampingkan, yakni menunaikan zakat fitrah, yaitu memberikan bahan makan atau kalau kita lazimnya adalah beras 2,5 kg. atau 2, 6 kg. kita serahkan kepada fakir miskin, atau muzakki (orang yang berzakat) menyerahkan penyucian jiwanya terhadap mustahiq (yang berhak menerima zakat), serta asnaf-asnaf yang lain yang menurut Alquran Surat At-Taubah : 20 , yakni “ Mereka yang berhak menerima sedekah itu (ada delapan asnaf ) ;
1. Fukara (para fakir),
2. Masakin ( para miskin),
3. Amil (pengelola zakat),
4. Muallaf ( baru masuk agama Islam ),
5. Untuk memerdekakan budak,
6. Ghorim (orang yang sedang menanggung hutang ),
7. Fi sabilillah ( pejuang bagi keluhuran kalimah Allah, Islam),
8. Musafir yang kehabisan bekal.

PENGERTIAN ZAKAT
Menurut bahsa, Az-zakah berarti ‘ tumbuh dan bertambah baik ‘. Biasanya dikatakan juga untuk menyatakan ‘tumbuh dalam kebaikan ‘. Demikian halnya dengan hati, hati membutuhkan pemeliharaan sehingga tumbuh, bertambah sehat, dan sempurna, sebagaimana halnya badan yang membutuhkan pemeliharaan melalui pemberian gizi yang menambah kesehatan dan memberikan pertahanan dari segala sesuatu yang merusak. Badan tidak tumbuh kecuali jika diberi sesuatu yang bermanfaat dan mempertahankan diri dari sesuatu yang merusak. Hati pun dikatakan tidak bersih, tidak tumbuh, dan tidak sempurna kecuali jika diberi sesuatu yang bermanfaat dan bertahan dari wabah penyakit yang ingin menggerogotinya. Dalam hal ini, sedekah dapat memadamkan kesalahan-kesalahan yang ada, sebagaimana halnya air dapat memadamkan api karena hati akan menjadi bersih oleh sedekah itu. Demikian halnya dengan zakah yang akan menyebabkan seseorang akan berarti bertambah bersih dari dosa, sebagaimana firman Allah berikut ini.

Artinya :“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka ... “ (Q.S.At- Taubah : 103)

Meninggalkan perbuatan maksiat dapat menjadikan hati bersih, demikian pula dengan meninggalkan sesuatu yang berada di luar akal sehat. Jika badan bersih dari kotoran dan wabah penyakit, badan akan tumbuh sempurna, memiliki kekuatan yang alami, serta tubuh akan terasa nyaman, sehat walafiayah. Jika kita bertobat dari dosa, hati akan bersih dari dosa yang dapat mengeruhkan situasi hati akibat bercampurnya amalan sholeh dengan keburukan dan kemaksiyatan. Jika manusia bertaubat dari dosa, bertambahlah kekuatan dan keinginan hati untuk berbuat baik, dan hati akan beristirahat dari kejadian-kejadian, perbutan-perbuatan yang merusak dan biasa dilakukan nya. Kebersihan hati akan tampak jika bertambah mekar dan sempurna, sebagaimana firman Allah swt.
Artinya : “ ... Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmad Nya kepada kamu sekalian, nis caya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya ... “ (Q.S.An-Nur: 21)

Artinya : “ ... Dan jika dikatakan kepadamu,’ kembali (saja)-lah,’ maka hendaknya kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu ... “(Q.S.An-Nur: 28)

Artinya :“ Katakanlah kepada orang-orang laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah lebih mengetahui apa-apa yang mereka perbuat.’ ” (Q.S.An-Nur: 30)

Artinya : “ Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) dan dia ingat nama Rabbnya, lalu dia sembahyang.” (Q.S. Al-A’la : 14 -15)

Sungguh beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwanya sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat ‘Abasa ayat 3,
Artinya : “ Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya dari dosa,” dan sungguh merugilah orang-orang yang mengotorinya. Allah swt pun berfirman,
Artinya :“ ... Katakanlah (kepada Fir’aun),’ Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)? Dan, kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu supaya kamu takut kepada Nya.’ “ (Q.S. An-Naazi’at : 18 - 19)

Jadi, at-tazkiah yang asalnya “pertumbuhan”, “berkah”, atau “bertambahnya kebaikan” dapat dicapai dengan “membuang keburukan”. Allah swt berfirman, “ Celakalah orang-orang musyrik yang tidak menunaikan zakatnya.” Yang dimaksud dengnan kata ”zakat” disini adalah tauhid dan keimanan yang dapat membersihkan hati, meliputi makna menafikkan tuhan-tuhan lain selain Allah swt dan ajaran-ajaran yang bertolak belakang dengan fitrah hati, serta mengukuhkan Tuhan yang satu, yaitu Allah swt. itulah hakikat kalimat Laa ilaha Illallah yang merupakan dasar makna kebersihan hati dari bentu-bentuk kesyirikan. Dengan demikian, at-tazki berarti ‘menjadikan sesuatu bersih,’ baik itu dari segi lahiriah serta kebersihan itikad dan berita-berita yang diterima, sebagimana dikatakan “kamu berbuat adil padanya”, jika kita berbuat adil kepadanya sesuai dengan dasar keyakinannya.
Allah SWT berfirman,” Dan janganlah engkau menganggap bersih diri kalian.” Maksud ayat tersebut adalah engkau memberitakan dirimu bahwa engkaulah orang-orang yang bersih dengan kesucian jiwa’.
Ayat tersebut tidak bertentangan dengan firman Allah ,” Sungguh beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwanya.” Allah berfirman ,” ... Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S. An-Najm: 32). Kaitannya dengan hal itu, Zaenab dahulunya bernama “Barrah” karena menurut riwayat Zaenab pernah menyucikan dirinya sehingga Rasulullah saw. menamainya dengan Zaenab, artinya orang yang suci.

PELAKSANAAN ZAKAT FITRAH
Memasuki malam 1 Syawal, atau mungkin takjil/ menyegerakan mulai malam ke 21 Ramadhan kewajiban yang harus kita tunaikan adalah membayar zakat fitrah, yang afdholiyahnya malam 1 Syawal.
Perintah zakat dalam agama kita disejajarkan dengan perintah shalat yang tidak kurang dari 33 kali disebutkan dalam Alqur’an. Betapa urgen syariat zakat ini di samping sebagai rukun Islam juga untuk menciptakan rasa keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan Khalifah Abu Bakar Asshiddiq bertindak tegas dengan memberikan sanksi kepada mereka yang ingkar untuk membayar zakat.
Rasulullah SAW. bersabda :
Artinya : “ Puasa bulan Ramadhan menggantung antara langit dan bumi, dan tidak akan dilangsungkan ke hadirat Allah SWT. kecuali mengeluarkan zakat fitrah”. (Al Hadits)
Dari Hadits di atas, maka zakat fitrah adalah menjadi pengorbit ibadah puasa Ramadhan kita. Memang boleh mengeluarkan zakat fitrah sejak awal Ramadhan.
Menurut Imam Syafi’i : “Yajuuzut taqdiimu min awwalisy syahri “
Artnya : “ Boleh mendahulukan zakat fitrah itu dari awal bulan Ramadhan “.
Tetapi waktu yang wajib untuk mengeluarkan zakat fitrah adalah sejak terbenamnya matahari pada akhir Ramadhan.
Dalam pelaksanaannya boleh diserahkan secara langsung kepada mustahiq (yang berhak menerima zakat), atau melalui Amil, atau Panitia-panitia yang ada di lingkungan kita masing-masing, yang nanti akan disalurkan secara benar dan bertanggung jawab, baik secara hukum syriat maupun secara administratif, ditangani secara managerial atau diatur secara cermat, teliti dan adil, maka akan semakin berdaya guna sesuai dengan tujuan zakat yang sebenarnya.

MACAM-MACAM ZAKAT
Macam zakat selain zakat fitrah, adalah zakat maal selain jumlah uang yang mencapai khoul, yakni setiap tahunnya setiap seribu rupiah ada zakatnya Rp. 25,- (dua puluh lima rupiah) 2,5 % . jika 1 juta berati zakatnya 2,5 % , adalah sebesar Rp. 25000, - (dua puluh lima ribu rupiah), begitu seterusnya. Selain harta berupa uang jika dirinci nama maal ; meliputi perak, tambang perak, rikaz perak, harta dagangan dengan modal perak, emas, tambang emas, harta dagangan dengan modal emas, gabah, padi gagang, beras, gandum, kacang tunggak, kacang hijau, dengan melihat nishob masing-masing dan prosentase masing-masing.
Jika diintensifkan dan diurus oleh suatu badan tertentu, bukan diurus oleh perseorangan serta dikuatkan dengan undang-undang zakat, maka sangat ideal sekali penyalurannya.
Kami yakin bahwa mengintensifkan penarikan dan pengelolaan dan penyaluran zakat tersebut dengan baik, Insya Allah pengangguran, kemiskinan, keterpurukan ekonomi dapat dikurangi. Jalan pikiran ini adalah dicontohkan oleh Khalifah Umar, tetapi dengan melihat situasi dan kondisi masa kini atau adaptasi dan tentunya diaktualisasikan. Kalau dahulu harta zakat maal, tijaroh, dibelikan kambing tidak untuk dimakan tetapi dipelihara, sehingga orang dapat mengambil susu, dan anaknya, maka kini bisa dikompensasikan dengan bentuk lain yang lebih dari sekedar itu tetpi tetap dalam koridor syariat yang dibenarkan oleh agama, dan disepakati dalam bahtsul masail ulama’.
ZAKAT MANIFESTASI MARHAMAH DAN MAHABBAH
( KEPEDULIAN SOSIAL )
OLEH : Ust. Drs. H.M. ALI GHUFRON RISYAM *)

Detik-detik Ramadhan terakhir berarti akan segera akan meninggalkan kita, mentari Idul Fitri segera bersinar di hadapan kita, namun suatu hal harus diingat justru penghuni langit sama menangis merasa susah dan prihatin, karena ummat Muhammad SAW. sedang ditimpa musibah besar, yakni ditinggalkan bulan penuh ampunan, bulan penuh berkah, ditermanya taubat dan doa hamba kepada Sang Pencipta, yakni bulan Ramadhan. Sehingga seandainya ummat Muhammad Saw. mengerti rahasia dan kebaikan apa yang ada pada bulan Ramadhan, tentu akan berharap agar semua bulan, tahun dijadikan bulan Ramadhan seluruhnya. syariah yang tidak boleh kita tinggalkan, yakni menunaikan zakat fitrah, yaitu memberikan bahan makanan berupa beras sebanyak 2,5 kg. atau 2, 6 kg. kita serahkan kepada fakir miskin, atau muzakki (orang yang berzakat) kepada mustahiq (yang berhak menerima zakat), serta asnaf-asnaf yang lain yang menurut Alquran Surat At-Taubah : 20 , yakni “ Mereka yang berhak menerima sedekah itu (ada delapan asnaf ) ;
1) Fukara’ (para fakir), 2) Masakin ( para miskin), 3) Amil (pengelola zakat), 4) Muallaf ( baru masuk agama Islam ), 5) Untuk memerdekakan budak, 6) Ghorim (orang yang sedang menang gung hutang tidak digunakan maksiyat ),7) Fi sabilillah ( pejuang bagi keluhuran kalimah Allah, Islam), 8) Musafir yang kehabisan bekal.
Menurut bahasa, Az-zakah berarti ‘ tumbuh dan bertambah baik ‘. Biasanya dikatakan juga untuk menyatakan ‘tumbuh dalam kebaikan ‘. Demikian halnya dengan hati, hati membutuhkan pemeliharaan sehingga tumbuh, bertambah sehat, dan sempurna, sebagaimana halnya badan yang membutuhkan pemeliharaan melalui pemberian gizi yang menambah kesehatan dan memberikan pertahanan dari segala sesuatu yang merusak. Demikian halnya dengan zakah yang akan menyebabkan seseorang akan berarti bertambah bersih dari dosa, sebagaimana firman Allah berikut ini. Artinya :“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka … “ (Q.S.At- Taubah : 103)
Meninggalkan perbuatan maksiat dapat menjadikan hati bersih, demikian pula dengan meninggal kan sesuatu yang berada di luar akal sehat. Jika badan bersih dari kotoran dan wabah penyakit, ba dan akan tumbuh sempurna, memiliki kekuatan yang alami, serta tubuh akan terasa nyaman, sehat walafiayah. Jika kita bertobat dari dosa, hati akan bersih dari dosa yang dapat mengeruhkan situasi hati akibat bercampurnya amalan sholeh dengan keburukan dan kemaksiyatan. Jika manusia bertau
bat dari dosa, bertambahlah kekuatan dan keinginan hati untuk berbuat baik, dan hati akan beristi rahat dari kejadian-kejadian, perbutan-perbuatan yang merusak dan biasa dilakukannya. Kebeningan dan kebersihan hati akan tampak jika bertambah mekar dan sempurna, sebagaimana firman Allah swt. Artinya :“ Katakanlah kepada orang-orang laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah lebih mengetahui apa-apa yang mereka perbuat.’ ” (Q.S.An-Nur: 30) dan firman Allah di surat lain Artinya : “ Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) dan dia ingat nama Rabbnya, lalu dia sembahyang.” (Q.S. Al-A’la : 14 -15)
Sungguh beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwanya sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat ‘Abasa ayat 3, Artinya : “ Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya dari dosa,” dan sungguh merugilah orang-orang yang mengotorinya. Allah Swt. berfirman,
Artinya :“ ... Katakanlah (kepada Fir’aun),’ Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)? Dan, kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu supaya kamu takut kepada Nya.’ “ (Q.S. An-Naazi’at : 18 - 19)
Jadi, at-tazkiah yang asalnya “pertumbuhan”, “berkah”, atau “bertambahnya kebaikan” dapat dica pai dengan “membuang keburukan”. Yang dimaksud dengnan kata ”zakat” disini adalah tauhid dan keimanan yang dapat membersihkan hati, meliputi makna menafikkan tuhan-tuhan lain selain Allah swt dan ajaran-ajaran yang bertolak belakang dengan fitrah hati, serta mengukuhkan Tuhan yang satu, yaitu Allah swt. itulah hakikat kalimat Laa ilaha Illallah yang merupakan dasar makna kebersihan hati dari bentu-bentuk kesyirikan. Dengan demikian, at-tazki berarti ‘menjadikan sesuatu bersih,’ baik itu dari segi lahiriah serta kebersihan itikad dan berita-berita yang diterima, sebagai mana dikatakan “kamu berbuat adil padanya”, jika kita berbuat adil kepadanya sesuai dengan dasar keyakinannya Allah SWT berfirman,” Dan janganlah engkau menganggap bersih diri kalian.” Maksud ayat tersebut adalah engkau memberitakan dirimu bahwa engkaulah orang-orang yang bersih dengan kesucian jiwa’. Ayat tersebut tidak bertentangan dengan firman Allah ,” Sungguh beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwanya.” Allah berfirman ,” ... Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S. An-Najm: 32). Kaitannya dengan hal itu, Zaenab dahulunya bernama “Barrah” karena menurut riwayat Zaenab pernah menyucikan dirinya sehingga Rasulullah saw. menamainya dengan Zaenab, artinya orang yang suci.
Menunaikan Zakat fitrah diwajibkan kepada setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan yang pada saat malam Idul Fitri berkemampuan, dewasa atau anak-anak, merdeka atau budak, juragan dan pembantu rumah tangga. Dengan demikian dapatlah dikatakan sedikit sekali jumlah nya orang-orang yang bebas dari kewajiban menunaikan zakat fitrah itu, sebab bagaimanapun kemiskinan seseorang, pada umumnya masih ada persediaan makanan di rumahnya untuk keperluan malam dan satu hari Id itu, kewajiban zakat fitrah masih tetap menjadi beban, tidak mungkin ditunaikan, sebab tidak ada sistem ganti waktu lain (qadha) atau tidak bisa dibayar kemudian pada waktu yang lain. Dia harus mempertanggungjawabkannya kelak di muka Mahka mah Illahy. Rasulullah SAW. bersabda : Artinya : “ Puasa bulan Ramadhan menggantung antara langit dan bumi, dan tidak akan dilangsungkan ke hadirat Allah SWT. kecuali mengeluarkan zakat fitrah”. (Al Hadits) Dari Hadits di atas, maka zakat fitrah adalah menjadi pengorbit ibadah puasa Ramadhan kita. Memang boleh mengeluarkan zakat fitrah sejak awal Ramadhan. Tetapi waktu yang wajib untuk mengeluarkan zakat fitrah adalah sejak terbenamnya matahari pada akhir Ramadhan. Dalam pelaksanaannya boleh diserahkan secara langsung kepada mustahiq (yang berhak menerima zakat), atau melalui Amil, atau Panitia-panitia yang ada di lingkungan kita masing-masing, yang nanti akan disalurkan secara benar dan bertanggung jawab. Macam zakat selain zakat fitrah, adalah zakat maal selain jumlah uang yang mencapai khoul, yakni setiap tahunnya setiap seribu rupiah ada zakatnya Rp. 25,- (dua puluh lima rupiah) 2,5 % . jika 1 juta berati zakatnya 2,5 % , adalah sebesar Rp. 25000, - (dua puluh lima ribu rupiah), begitu seterusnya. Hikmah zakat fitrah itu dapat dilihat dari dua segi. Pertama, dari segi perorangan (individu), kedua, dari segi kemasyarakatan. Dari sudut perorangan, zakat fitrah itu bersangkut paut secara langsung dengan orang-orang yang melaksanakan orang yang melaksanakan ibadah puasa. Zakat fitrah tersebut ada hubungannya dengan soal kemenangan, baik dilihat dari sudut pribadi maupun dari segi kemasyarakatan (ijtima’iyah). Zakat fitrah itu boleh dikatakan sebagi “kunci penutup” dari kemampuan dan kemenangan seorang mukmin dalam mengendalikan hawa nafsunya, yang sebulan berlatih selalu bersikap sabar, disiplin, jujur, loyal dan sifat-sifat lain yang positif. Dengan kemenangan itu, mukmin yang bersangkutan menjadi seorang yang taqwa atau menjadi Muttaqin. Dipandang dari segi kemasyarakatan, pelaksanaan zakat fitrah itu adalah satu kemenangan dari realisasi pola ajaran marhamah (kasih sayang) dan mahabbah (mencintai) yang menjadi salah satu pokok doktrin Islam, dengan jalan menyantuni fakir miskin, kaum yang lemah dan dhu’afa’, golongan “the have not”, anjal, yatim, yatim piatu, janda-janda tua, gelandangan dan sebagainya. Jika diintensifkan dan diurus oleh suatu badan tertentu, bukan diurus oleh perseorangan serta dikuatkan dengan undang-undang zakat, maka sangat ideal sekali penyalurannya.

*) Ust. Drs. H. M. Ali Ghufron Risyam : Muballigh, Penulis, Pengamat Budaya Islami, Staf Pengajar di YAPISH Malang SMA Shalahuddin Malang dan Y.P. Almaarif Singosari SMAI dan MA serta Yayasan Pondok Pesantren Al Ishlah, SMK TI Singosari Malang.

Fotoku Sedang Ngaji





A. PENGERTIAN KALIGRAFI

Ungkapan KALIGRAFI (dari bahasa Inggris yang disederha-nakan Calligraphy) diambil dari bahasa Latin "kalios" yang berarti "Indah" dan "graphy" berarti " tulisan atau aksara". Arti seutuhnya kata "kaligrafi" adalah: kepandaian menuLIS indah, atau tulisan elok. Bahasa Arab sendiri menyebutnya "khoth" yang berarti GARIS atau tulisan INDAH. Garis lintang, equator atau khatulistiwa diambil dari kata Arab "khaththulistiwa", melintang elok membelah bumi jadi dua bagian yang sangat indah.

B. ASAL USUL KALIGRAFI
Beragam pendapat dikemukakan, tentang : siapa yang mula- mula menciptakan kaligrafi. Barangkali cerita-cerita keagamaan adalah yang paling dapat dijadikan pegangan. Para pekabar Arab atau Muarrikh mencatat, bahwa Nabi Adam Aslah yang pertama kali mengenal kaligrafi. Pengetahuan tersebut datang dari Allah Swt. sendiri melalui wahyu. Agaknya, inilah yang dimaksud:
"Allah mengajari Adam pengetahuan tentang semua nama", seperti yang diterangkan dalam al Qur'an (Surat Al Baqarah, ayat 31).
Dikatakan, bahwa 300 tahun sebelum wafatnya, Adam menulis di atas lempengan tanah yang selanjutnya dibakar menjadi tembikar.
Setelah bumi dilanda banjir bah di zaman Nabi Nuh As. dan air sudah surut, setiap bangsa atau kelompok turunan mendapatkan tembikar bertulisan tersebut. Ini pulalah yang dianggap, bahwa setiap bangsa telah punya tulisan masing-masing.

C. SENI KALIGRAFI
Seni kaligrafi adalah: seni tulis yang indah, model tulisan Arab, Latin, India, Cina, Jawa dan model tulisan lainnya. Seni kaligrafi ini dapat dipelajari oleh siapa saja yang berminat, baik bagi yang berbakat dalam bidang seni, seniman bukan
bukan seniman, karena keseharian selalu melakukan kegiatan me-
nulis. Pembelahan seniman dan bukan seniman, anggapan ini me-
nimbulkan rasa pesimis untuk belajar atau memulai belajar tu-
lisan indah. Sebab baik dan jeleknya tulisna bukan faktor bakat
seni saja, namun tolok ukurnya juga masalah belajatr dan
berlatih secara konsisten dan tekun, disamping faktor sarana a-
lat dan bahan.

D. KALIGRAFI "MURNI" dan "LUKISAN" KALIGRAFI
Beberapa tahun terakhir ini muncul "wabah" demam kaligra-
fi Indonesia. Sering diistilahkan adanya jenis kaligrafi "mur-
ni" dan "lukisan" kaligrafi.

1.Kaligrafi "murni", dimaksudkan sebagai kaligrafi yang meng- ikuti pola-pola kaidah yang sudah ditentukan dengan ketat dan konvensional atau pakem, patokan. Yakni bentuk yang te-
tertentu.melintang oresi kaligrafi. Disamping harganya tidak terjangkau, biasanya suka menonjolkan warna-warna dasar lukisannya daripada apuan kaligrafi yang difokuskannya.
Dengan demikian masyarakat memasangnya setelah menggunting
dari kalender dan bingkainya dijadikan dekorasi ruang. Dan
kalau kita simak dan amati lebih banyak yang memasang kali -
grafi berkaedah, untuk dipasang di rumah-rumah dan musholla,
surau, langgar atau masjid. Lebih mudah dibaca atau
barangkali lebih mempunyai nilai religius atau keagamaan
yang ornamental spiritual. Menurut sejarah kaligrafi di
negara-negara Timur Tengah tulisan-tulisan tersebut sudah
melalui perjalanan dan ujian ratusan tahun. Barangkali seni
lukis kaligrafi Islam "di" Indonesia yang melahirkan lintas-
an estetis, keragaman bentuk kaligrafi akan menjadi kaligra-
fi khas Indonesia. Kita berharap demikian hendaknya. Amin.
Beberapa contoh Lukisan Kaligrafi :

BAB II. MODEL KALIGRAFI YANG BERKAEDAH atau "MURNI"

Seni kaligrai yang merupakan kebesaran seni Islam,
lahir di tengah-tengah dunia arsitektur dengan segar bugar.
Ini dapat dibuktikan pada aneka ragam hiasan kaligrafi yang
memenuhi masjid-masjid dan bangunan lainnya, yang dituangkan
dalam paduan ayat-ayat suci Al Qur'an, Hadits Nabi dan kata
Hikmah Ulama arif bijaksana. Demikian pula mushaf-mushaf Al
Qur'an banyak ditulis dengan pelbagai model kaligrafi yang
digores corak-corak hias puspa ragam mempesona. Tidak dapat
disangkal lagi , bahwa penerimaan seni kaligrafi sebagai
kesukaan merata di kalangan umat Islam adalah pengaruh
motivasi Al Qur'an untuk mempelajarinya. Ayat-ayat Al
Qur'an, Sabda-sabda Nabi Muhammad SAW berulang-ulang
menyebut "fadhilah" benda-benda (Pena, tinta dan kertas).

Ada beberapa model kaligrafi yang berkaedah atau kali -
grafi murni, antara lain sebagai berikut :

A. NASKHI, tulisan model ini yang turun temurun sejak kelah
irannya hingga kini tetap digunakan dalam pelbagai penulisan
naskah-naskah ilmiyah (kitab), majalah, surat ka -
bar dan lain-lain. Terutam dalam Al Qur'an ataupun Hadits
serta kitab Tafsir, Fiqih, Nahwu-Sorof dan sebagainya.
Tulisan model inilah yang banyak tersebar luas ke seluruh
permukaan bumi ini. Tulisan ini mudah dikenal dan dipahami,
karena disamping bentuknya yang sederhana , luwes juga tidak
banyak Variasi.
Contoh :




B. TSULUTSI, tulisan tersebut lebih bersifat monumental,
terutama dipakai untuk tujuan-tujuan dekorasi dalam dunia
mediamasa cetak, buku-buku ilmiyah, dan sekarang banyak
dipakai untuk menghiasi tembok-tembok gedung. Tsulutsi kerap
digunakan untuk judul-judul, gelar-gelar dan nama-nama
penerbitan. Teks buku yang keseluruhannya menggunakan tsu
lutsi kini sudah tidak ada lagi, karena dipandang lebih
pantas untuk corak-corak hiasan.
Contoh :




C. RAYHANY, pada suatu sumber menyebutkan, bahwa Rayhany
berasal dari Naskhi. Namun ditilik dari bentuknya juga
bagian dari Tsulutsi dengan lebih banyak diberi variasi. Hu-
ruf-hurufnya mempunyai keistimewaan dengan bentuk alif
pitusrat ( ), melengkung pada bagian atas huruf.
Contoh :




D. DIWANI, tulisan ini beberapa abad digunakan untuk menulis
pada dewan-dewan (perkantoran) Pemerintahan Islam. Dipergu -
nakan dalam hal-hal yang bersifat seni, seperti judul
karangan, nama-nama, brosur dan lain-lain yang menitikberat-
kan nilai-nilai artistiknya. Bentuknya sangat condong, ber -
susun-susun saling tumpang tindih , saling bersambungan dan
jarang memakai harokat atau baris. Bentuk huruf diperoleh
dengan memainkan pena agar menjadi huruf-huruf berekor.
E. DIWANI JALI, sama dengan diwani, namun dikenal juga
dengan nama HUMAYUNI (=kekaisaran, kerajaan). Ada yang
menamakan MUQADDASI, penamaan ini dimaksudkan untuk tulisan
yang digunakan oleh para sultan penguasa dengan lindungan
Alloh Swt. Ciri yang paling tampak adalah hiasan yang sangat
dalam bentuk dekorasi yang terfokus pada susunan padat
berkerumun menjadikan bentuk-bentuk geometrikal. Kegunaan
nya seperti Diwani, untuk keartistikan yang maksimal.
Contoh :


F. FARISI, tulisan ini lahir di Persia (Arab-Furs). Khot ini
sumbernya dari khoth naskhi, yaitu pada bentuk-bentuk huruf
yang belum disambung. Posisinya condong ke kanan, sedangkan
khoth naskhi ke kiri. Banyak dipaki untuk suatu judul dalam
mediamasa dan buku ilmiyah.
Contoh :

G. KUFI, tulisan ini lahir di Koufah (Irak), melalui proses
uji ratusan tahun, sehingga menjadi semacam "isme" yang di -
nasabkan dari nama kota kelahirannya, koufah. Pada waktu ke-
jayaan Daulat Abasiyah dipergunakan penghias bangunan yang
ditulis dan diukirkan dengan bentuk timbul. Sekarang dipakai
penulisan mediamasa, buku dan lain-lain.
Contoh :

H. RIQ'I, adalah model yang paling mudah, karena itu paling
sering digunakan untuk menulis, disamping penulis dapat
menulis dengan capat juga khoth ini tanpa variasi bahkan ba-
nyak penyederhanaan. Titik dua dapat dibentuk menjadi satu
garis pendek, gigi-gigi huruf sin dibentuk satu garis, huruf
hak di akhir kalimah dibentuk segitiga.
Contoh :


BAB III. ALAT dan BAHAN

Untuk membuat tulisan indah Arab atau "kaligrafi Arab", di -
perlukan beberapa alat dan bahan sebagai berikut :
1. Pensil, segala jenis 6. Bambu tipis, dipotong miring
2. Kuas, kecil atau besar 7. Rotan dipotong miring
3. Spidol, dipotong miring 8. Kapur tulis, dipotong miring
4. Pena, dipotong miring 9. Tinta hitam (tinta bak)
5. Kalam, dipotong miring 10. Cat, berbagai macam jenisnya
11. Penggaris, setip, trekpen,

dan lain-lain.


BAB IV. PETUNJUK PRAKTIS PEMBUATAN LAFAT CARA TRADISIONAL
Sangat sering kita jumpai karya kaligrafi yang disebut lafal sebagai penghias sekaligus "self symbul" (beragama Islam) dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang terbuat dari
kaca bening dengan cat warna tua dan muda sering menjadi kombinasinya.
Langkah-langkah pembuatannya sebagai berikut :
1. Membuat pola/modeblat pada kertas transparan/tipis (Ker -
tas HVS, kertas roti, kertas minyak, kertas kalkir).
Ditulisi secara langsung atau mengeblat dari reproduksi atau
lafal jadi. Untuk memperoleh contoh, bisa dengan jalan foto
copy dari kaligrafi berukuran kecil yang diperbesar beberapa
kali. Setelah diblat dengan pensil, ditimpali garis spidol
hitam. Bila telah selesai kertas tipis pola dibalik dan juga
diperjelas dengan spidol hitam. Dengan posisi terbalik
tulisannya itulah pola ditempelkan pada kaca yang akan
diproses, dengan mengecat dasaran/begron terlebih dahulu,
atau tulisannya yang didahulukan, terserah pembuatnya. Ter -
masuk pula hiasan tepi dan variasi-variasi lain.

2. Kaca bening/transparan, tebal 2 mm atau 3 mm, sedangkan
panjang dan lebarnya disesuaikan dengan kebutuhan, panjang
dan tinggi tulisan serta hiasan tepi, barangkali diberi
hiasan.

3. Cat minyak untuk kayu atau besi, kelompok warna gelap
(hitam, biru tua, hijau tua, coklat tua, merah tua dan seba-
gainya) dan kelompok warna terang ( putih, biru muda, hijau
muda, coklat muda, merah muda dsb.). Bila tulisan warna tua,
maka begron/dasaran warna muda, begitu sebaliknya.
Penggunaan minyak cat/tinner juga harus sama, tulisan dengan
tinner A, begron dengan menggunakan tinner A, agar tidak ru-
sak.

4. Kuas, gunakan kuas kecil untuk mengecat huruf/tulisan dan
bidang-bidang kecil, atau menggunakan TREKPEN. Kuas besar
untuk mengecat begron/dasaran, atau dengan cara cat semprot/
spet/spray, lebih cepat dan lebih rata.
5. Bila pengecatan tulisan sudah kering, barulah disusul
pengecatan bgronnya. Dan bila begron sudah kering, maka
tinggal membingkai dengan kayu bingkai. Bagian belakang
diberi karton tebal dan sipaku kecil yang dipakukan pada ka-
yu bingkai. Terakhir memasang kawat sangkutan. dan lafal
telah bisa dipasang pada tembok sebagai hasil karya seni ke-
rajinan yang berfungsi sebagai seni dekorasi.
Bila menghendaki produksi secara kolektif/dengan jumlah
banyak, proses sablon merupakan alternatif paling praktis
dan ekonomis.


ALAT DAN BAHAN untuk LAFAL CARA TRADISIONAL

1. Pensil 2 buah 8. Minyak cat/tinner
2. Kuas, besar dan kecil 9. Bingkai kayu
3. Cat kayu/besi 10. Karton
4. Kaca transparan/bening 11. Kain lap
5. Spidol hitam 12. Paku kecil
6. Contoh khoth 13. Palu dan gergaji
7. Pentrik/Trekpen 14. Kawat, untuk sangkutan

Cara pembuatan kaligrafi/lafal pada kaca bening :

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. D. Sirajuddin AR, Drs. SENI KALIGRAFI ISLAM, Penerbit
Pustaka Panjimas, Jakarta, 1985.

2. Ghufron, Ali, Drs. Diktat PENDIDIKAN SENI 1 dan 2, 1985.

3. Muhamad, Hashim, Al Khattat, RULES FOR ARABIC PENMANSHIP,
The Institute Of Fine Arts, Baghdad, 1381 A.H. -1961 A.D.

4.Majalah, LISAN, IKIP Malang, Bulan Ke-3, 1404 H. -1984 M.

5. Rifan S, M, Contoh Aneka Model Huruf Seri Arab, CV. Al-
Ihsan, Surabaya, Tanpa Tahun.


6.Shofwan, A. Aziz, SENI RUPA, Diktat, Batu, 1982.

7.Shiddiq, Noor Aufa, KALIGRAFI ARAB, Penerbit Bintang Ter
ang, Surabaya, 1409 H.