Daftar Blog Saya

Jumat, 12 Februari 2010

fotoku sedang santai




KIAT-KIAT MENUJU KELUARGA SAKINAH
Oleh: Ustadz Yasid bin Abdul Qadir Jawas

Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan pernikah an. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah (memberi nafkah) dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci, detail dan gamblang.
Selanjutnya untuk memahami konsep pernikahan dalam Islam, maka rujukan yang paling benar dan sah adalah Al Qur’an dan As Sunnah Ash Shahihah yang sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih. Berdasar rujukan ini, kita akan memperoleh kejelasan tentang aspek-aspek pernikahan, maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai pernikahan yang terjadi di dalam masyarakat kita.
Pernikahan adalah fitrah kemanusiaan. Maka dari itu Islam menganjurkannya, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Allah Ta’ala berfirman:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum:30)
Islam Menganjurkan Nikah
Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan besar sekali, Allah menyebutkan sebagai ikatan yang kuat. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An Nisaa’:21)
Sampai-sampai iaktan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah bersabda:
“Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.” (HR.Ath Thabrani, Syaikh Albani menghasankannya)

ISLAM TIDAK MENYUKAI MEMBUJANG

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan kami untuk menikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras.” Beliau bersabda:
“Nikahilah wanita yang subur dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku di hadapan umat-umat lain.” (HR. Abu Dawud, An Nasa-i, Al Hakim, Al Baihaqi dari Ma’qil bin Yasar dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Pernah suatu ketika, tiga orang sahabat radhiallahu anhum datang bertanya kepada isteri-isteri Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tentang peribadahan beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan ibadah mereka. Salah seorang dari mereka berkata: “Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus”. Sahabat lain berkata:”Sedangkan saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan menikah selamanya…”. Ketika hal itu di dengar oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau keluar seraya berkata:
“Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu?Sungguh demi Allah, sesunguhnya akulah yang paling takut dan taqwa kepada Allah diantara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, AN Nasa-i dan Al Baihaqi dari sahabat Anas bin Malik)
Allah memerintahkan untuk menikah. Dan seandainya mereka fakir, niscaya Allah Ta’ala akan membantu dengan memberikan rezeki kepada mereka. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang menikah, dalam firmanNya:

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan wanita. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur:32)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya:
“Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah. Yaitu, mujahid fi sabilillah, budak yang menebus dirinya supaya merdeka, dan orang yang menkah karena ingin memelihara kehormatannya.” (HR. Ahmad, An Nasa-i, At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim, dari sahabat Abu Hurairah. Hadits ini hasan)

TUJUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM

1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia. Dan jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan akad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlak Yang Mulia
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Wahai, para pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk menikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, An Nasa-i, Ad Darimi dan AL Baihaqi, dari sahabat Abdullah bin Mas’ud)
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al Qur’an disebutkan, bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut:

“Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang pembayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS. Al Baqarah:229)
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah harus berusaha membina rumah tangga yang Islami. Ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, agar terbentuk rumah tangga yang Islami. Di antara kriteria itu adalah harus kafa’ah dan shalihah.
Kafa’ah Menurut Konsep Islam
Kafa’ah (setaraf, sederajat) menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta akhlaq seseorang, bukan diukur dengan status social, keturunan dan barometer duniawi lainnya.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat:13)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Seorang wanita dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat agamanya (ke-Islamannya). niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An Nasa-i, Ibnu Majah, Ahmad, dari sahabat Abu Hurairah)

Memilih Yang Shalihah
Orang yang hendak menikah, harus memilih wanita yang shalihah, demikian pula wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Allah berfirman:

“Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.” (QS. An Nuur:26)
Menurut Al Qur’an, wanita yang shalihah adalah:

“Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka).” (QS. An Nisa’:34)
Menurut Al Qur’an dan Al Hadits yang shahih, diantara cirri-ciri wanita yang shalihah adalah:
• Ta’at kepada Allah dan ta’at kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
• Ta’at kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada, serta menjaga harta suaminya.
• Menjaga shalat yang lima waktu tepat pada waktunya.
• Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan.
• Banyak shadaqah dengan seizing suaminya.
• Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (QS. Al Ahzab:33).
• Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya, karena yang ketiganya adalah syaitan.
• Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya.
• Ta’at kepada kedua orang tua dalam kebaikan.
• Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.
• Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islami.
Bila kriteria ini dipenuhi, insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah kepada Allah.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Dan dalam hubungan suami isteri salah seorang diantara kalian adalah sedekah (Mendengar sabda Rasulullah), para sahabat keheranan dan bertanya: ‘Wahai Rasulullah. Apakah salah seorang dari kita memuaskan syahwatnya (kebutuhan biologisnya terhadap isterinya) akan mendapat pahala?’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab: ‘Bagaimana menurut kalian, jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selian isterinya, bukankah mereka berdosa?’ Jawab para sahabat:’Ya, benar’. Beliau bersabda lagi:’Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan isterinya (ditempat yg halal), mereka akan memperoleh pahala.’” (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Hibban, dari sahabat Abu Dzar)
5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan Bani Adam sebagaimana firman Allah Ta’ala:

“Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami isteri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” (QS. An Nahl:72)
Yang terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah. Sebagaimana firman Allah:
“Dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian (yaitu anak).’ (QS. Al Baqarah:187).
Yang dimaksud dengan ayat ini, “Hendaklah kalian mencampuri isteri kalian dan berusaha untuk memperoleh anak.”

TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM

1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaklah ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh oarng lain. Dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain.
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi:
• Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
• Adanya ijab qabul.
• Adanya mahar.
• Adanya wali
• Adanya saksi-saksi.
3. Walimah
Walimatul ‘urusy (pesta pernikahan) hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaklah diundang pula orang-orang miskin. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing.” (HR.Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i, Ad Darimi, Ahmad, dari sahabat Anas bin Malik)

SEBAGIAN PELANGGARAN YANG TERJADI DALAM PERNIKAHAN YANG WAJIB DIHINDARKAN (DIHILANGKAN)
1. Pacaran.
2. Tukar cincin, foto Pra Wedding.
3. Menuntut mahar yg tinggi.
4. Mengikuti upacara adat.
5. Mencukur jenggot bagi laki-laki dan mencukur alis mata bagi wanita.
6. Kepercayaan terhadap hari baik dan sial dalam menentukan waktu pernikahan
7. Mengucapkan ucapan selamat ala kaum jahiliyah.
8. Adanya ikhtilath (bercampur-baurnya antara laki-laki dan perempuan).
9. Musik, nyanyi dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Marilah kita berupaya untuk melaksanakan pernikahan dan membina rumah tangga dengan cara yang Islami, serta berusaha meninggalkan aturan, tata-cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam. Jangan meniru cara-cara orang-orang kafir dan orang-orang yang banyak berbuat dosa dan maksiat.

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
Anjuran Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam untuk menikah mengandung berbagai manfaat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
1. Dapat menundukkan pandangan.
2. Akan terjaga kehormatan
3. Terpelihara kemaluan dari beragam maksiat.
4. Akan ditolong dan dimudahkan oleh Allah.
5. Dapat menjaga syahwat, yang merupakan salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam surga.
6. Mendatangkan ketenangan dalam hidup.
7. Akan terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, sebagaimana firman Allah:

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar Rumm:21)
8. Akan mendapatkan keturunan yang shalih.
9. Menikah dapat menjadi sebab peningkatan jumlah ummat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Ada sebagian kaum muslimin yang telah menikah dan dikaruniai oleh Allah seorang anak atau dua orang anak, kemudian mereka membatasi kelahiran, tidak mau mempunyai anak lagi dengan berbagai alasan yang tidak syar’i. Perbuatan mereka telah melanggar syari’at Islam. Fatwa-fatwa ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah menjelaskan dengan tegas, bahwa membatasi kelahiran atau dengan istilah lainnya “keluarga berencana”, hukumnya adalah haram.
Sesungguhnya banyak anak itu banyak manfaatnya. Dianatara manfaaat dengan banyaknya anak dan keturunan, adalah:
a. Di Dunia mereka akan saling menolong dalam kebajikan.
b. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.
c. Do’a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya sudah tidak lagi beramal (telah meninggal dunia).
d. Jika ditaqdirkan oleh Allah anaknya meninggal ketika masih kecil, insya Allah ia akan menjadi syafa’at (penolong) bagi orang tuanya nanti di akhirat.
e. Anak akan menjadi hijab (pemelihara) dirinya dengan api neraka, manakala orang tuanya mampu menjadikan anak-anaknya sebagai anak yang shalih dan shalihah.
f. Dengan banyaknya anak, akan menjadikan salah satu sebab bagi kemenangan kaum muslimin ketika dikumandangkan jihad fi sabilillah, karena jumlah yang sangat banyak.
g. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bangga dengan jumlah umatnya yang banyak. Apabila seorang muslim cinta kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, maka hendaklah ia mengikuti keinginan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam untuk memperbanyak anak, karena Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bangga dengan tingginya kuantitas umatnya pada hari kiamat.
Bila Belum Dikaruniai Anak
Apabila ditaqdirkan Allah sepasang suami isteri sudah menikah sekian lama, namun belum juga dikaruniai anak, maka janganlah dia berputus asa dari rahmat Allah. Hendaklah dia terus berdo’a sebagaimana Nabi Ibrahim dan Zakaria ‘Alaihis Salam telah berdoa kepada Allah, sampai Allah mengabulkan do’a mereka. Dan hendaknya bersabar dan ridho dengan qadha’ dan qadar yang Allah tentukan, serta meyakini bahwa semua itu ada hikmahnya.
Do’a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih terdapat dalam Al Qur’an, yaitu:

“Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih.” (QS. Ash Shaafat:100).

“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Furqan:74).

“Ya Rabbku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah waris yang paling baik.” (QS. Al Anbiyaa:89).
Mudah-mudahan Allah memberikan keturunan yang shalih kepada pasangan suami isteri yang belum dikaruniai anak.

HAK ISTERI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI
Diantara kewajiban dan hak tersebut adalah seperti yang tercantum dalam sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dari sahabat Muawiyah bin Haidah bin Mu’awiyah bin Ka’ab Al Qusyairy radhiallahu anhu, ia berkata: Saya telah bertanya, “Ya Rasulullah, apa hak seorang isteri yang harus dipenuhi oleh suaminya?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab:
1. Engkau memberinya makan apabila engkau makan.
2. Engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian.
3. Janganlah engkau memukul wajahnya,dan
4. Janganlah engkau menjelek-jelekannya, dan
5. Janganlah engkau tinggalkan dia meliankan di dalam rumah (jangan berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah).
(HR.Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, Al Baihaqi, Al Baghawi, An Nasa-i. Hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim, Adz Dzahabi dan Ibnu Hibban)
Mengajarkan Ilmu Agama
Di samping hak diatas harus dipenuhi oleh seorang suami, seorang suami juga wajib mengajarkan ajaran Islam kepada isterinya. Allah Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya (terbuat dari) manusia dan batu, penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak mendurhakai (perintah) Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim:6)
Untuk itulah, kewajiban sang suami untuk membekali dirinya dengan menuntut ilmu syar’i (thalabul ‘ilmi) dengan menghadiri majelis-majelis ilmu yang mengajarkan Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih-generasi terbaik,yang mendapat jaminan dari Allah-sehingga dengan bekal tersebut, seorang suami mampu mengajarkannya kepada isteri, anak dan keluarganya. Jika ia tidak sanggup mengajarkan mereka, seorang suami harus mengajak isterinya menuntut ilmu syar’i dan menghadiri majelis-majelis taklim yang mengajarkan tentang aqidah, tauhid mengikhlaskan agama kepada Allah, dan mengajarkan tentang bersuci, berwudhu’, shalat, adab dan lainnya.

HAK SUAMI YANG HARUS DIPENUHI ISTERI
Ketaatan Istri Kepada Suaminya
Setelah wali (orang tua) sang isteri menyerahkan kepada suaminya, maka kewajiban taat kepada sang suami menjadi hak yang tertinggi yang harus dipenuhi, setelah kewajiban taatnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Kalau seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Baihaqi, dari sahabat Abu Hurairah. Ini lafazh milik Tirmidzi, ia berkata,’Hadits ini hasan shahih’)
Sang isteri harus taat kepada suaminya, dalam hal-hal yang ma’ruf (mengandung kebaikan dalam hal agama), misalnya ketika diperintahkan untuk shalat, berpuasa, mengenakan busana muslimah, menghadiri majelis ilmu, dan bentuk-bentuk perintah lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at. Hal inilah yang justru akan mendatangkan surga bagi dirinya, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, menjaga kehormatannya dan dia taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki.” (HR. Ibnu Hibban, dari sahabat Abu Hurairah. Hadits ini hasan shahih)
Isteri Harus Banyak Bersyukur Dan Tidak Banyak Menuntut
Perintah ini sangat ditekankan dalam Islam, bahkan Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, manakala sang isteri benyak menuntut kepada suaminya dan tidak bersyukur kepadanya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya aku diperlihatkan neraka dan melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita.” Sahabat bertanya: “Sebab apa yang menjadikan mereka paling banyak menghuni neraka?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab: “Dengan sebab kufur”. Sahabat bertanya:”Apakah dengan sebab mereka kufur kepada Allah?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab:”(Tidak), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur kepada kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada isterinya selama setahun, kemudian isterinya melihat sesuatu yang jelek pada diri suaminya, maka dia mengatakan ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan pada dirimu’.” (HR. Bukhari dan Muslim, Abu ‘Awanah, Malik, An Nasa-i serta Al Baihaqi, dari sahabat Ibnu ‘Abbas dan diriwayatkan pula dari beberapa sahabat).
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur kepada suaminya dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup).” (HR. AN Nasa-i, Al Hakim, Al Baihaqi dari sahabat Abdullah bin Amr. Al Hakim berkata,’Hadits ini sanadnya shahih,’ dan disepakati oleh Imam Adz Dzahabi)
Isteri Wajib Berbuat Baik Kepada Suaminya
Perbuatan ihsan (baik) seorang suami harus dibalas pula dengan perbuatan yang serupa atau yang lebih baik. Isteri harus berkhidmat kepada suaminya dan menunaikan amanah mengurus anak-anaknya menurut syari’at Islam yang mulia. Allah telah mewajibkan kepada dirinya untuk mengurus suaminya, mengurus rumah tangganya, mengurus anak-anaknya.

NASEHAT UNTUK SUAMI ISTERI
1. Bertakwa kepada Allah dalam keadaan bersama maupun sendiri, di rumahnya maupun di luar rumahnya.
2. Wajib menegakkan ketaatan kepada Allah dan menjaga batas-batas Allah di dalam keluarga.
3. Melaksanakan kewajiban terhadap Allah dan minta tolong kepada Allah. Laki-laki wajib mengerjakan shalat lima waktu di masjid secara berjama’ah. Dan perintahkan anak-anak untuk shalat pada waktunya.
4. Menegakkan shalat-shalat sunnah, terutama shalat malam.
5. Perbanyak berdzikir kepada Allah. Bacalah Al Qur’an setiap hari, terutama surat Al Baqarah. Bacalah pula do’a dan dzikir yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Ingatlah, bahwa syaitan tidak senang kepada keutuhan rumah tangga dan syaitan selalu berusaha mencerai-beraikan suami isteri. Dan ajarkan anak-anak untuk membaca Al Qur’an dan dzikir.
6. Bersabar atas musibah yang menimpa dan bersyukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya.
7. Terus menerus berintrospeksi antara suami isteri. Saling menasehati, tolong menolong dan memaafkan serta mendo’akan. Jangan egois dan gengsi.
8. Berbakti kepada kedua orang tua.
9. Mendidik anak agar menjadi anak-anak yang shalih, ajarkan tentang aqidah, ibadah dan akhlak yang benar dan mulia.
10. Jagalah anak-anak dari media yang merusak aqidah dan akhlak.

NASIHAT KHUSUS UNTUK SUAMI
Wahai Para Suami!!
• Apa yang memberatkanmu-wahai hamba Allah-untuk tersenyum di hadapan isterimu ketika engkau masuk menemuinya, agar engkau memperoleh ganjaran dari Allah.
• Apa yang membebanimu untuk bermuka cerah ketika engkau melihat isteri dan anak-anakmu? Engkau akan mendapat pahala.
• Apa sulitnya jika engkau masuk ke rumah sambil mengucapkan salam secara sempurna: “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” agar engkau memperoleh tiga puluh kebaikan.?
• Apa yang kira-kira akan menimpamu jika engkau berkata kepada isterimu dengan perkataan yang baik, sehingga ia meridhaimu, sekalipun dalam perkataanmu tersebut agak sedikit dipaksakan?
• Apakah yang menyusahkanmu-wahai hamba Allah-jika engkau berdo’a: “Ya Allah! Perbaikilah isteriku, dan curahkan keberkahan padanya.”
• Tahukah engkau bahwa ucapan yang lembut merupakan shadaqah?.

NASIHAT KHUSUS UNTUK ISTERI
Wahai Para Isteri
• Apakah yang menyulitkanmu, jika engkau menemui suami ketika dia masuk ke rumahmu dengan wajah yang cerah sambil tersenyum manis?
• Berhiaslah untuk suamimu dan raihlah pahala di sisi Allah, sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan, gunakanlah wangi-wangian! Bercelaklah! Berpakaianlah dengan busana terindah yang kau miliki untuk menyambut kedatangan suamimu. Ingat, janganlah sekali-kali engkau bermuka muram dan cemberut di hadapannya.
• Jadilah engkau seorang isteri yang memiliki sifat lapang dada, tenang dan selalu ingat kepada Allah dalam segala keadaan.
• Didiklah anak-anakmu dengan baik, penuhilah rumahmu dengan tasbih, takbir, tahmid dan tahlil serta perbanyaklah membaca Al Qur’an, khususnya surat Al Baqarah, karena surat tersebut dapat mengusir syaitan.
• Bangunkanlah suamimu untuk mengerjakan shalat malam, anjurkanlah dia untuk berpuasa sunnah dan ingatkanlah dia kembali tentang keutamaan berinfak, serta janganlah melarangnya untuk bersilaturahim.
• Perbanyaklah istighfar untuk dirimu, suamimu, orang tuamu, dan semua kaum muslimin, dan berdoalah selalu agar diberikan keturunan yang shalih dan memperoleh kebaikkan dunia dan akhirat, dan ketahuilah bahwasanya Rabb-mu Maha Mendengar do’a. Sebagimana firman Allah:

“Dan Rabb kalian berfirman:’Berdo’alah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan untuk kalian’.” (QS.Al Mu’min:60)

KEPEMIMPINAN LAKI-LAKI ATAS WANITA
Allah Ta’ala berfirman:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi dan Maha Besar.” (QS. An Nisa’:43)
KEWAJIBAN MENDIDIK ANAK
Sang suami sebagai kepala rumah tangga haruslah memberikan teladan yang baik dalam mengemban tanggung jawabnya, karena Allah akan mempertanyakannya di hari akhir kelak. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggungjawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (Raja) adalah pemimpin, laki-laki pun pemimpin atas keluarganya, dan perempuan juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya, ingatlah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dari shabat Ibnu Umar)
Seorang suami harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi suami yang shalih, dengan mengkaji ilmu-ilmu agama, memahaminya serta melaksanakan dan mengamalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, serta menjauhkan diri dari setiap yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Kemudian dia mengajak dan membimbing sang isteri untuk berbuat demikian juga, sehingga anak-anaknya akan meneladani kedua orang tuanya, karena tabi’at anak memang cenderung untuk meniru apa-apa yang ada di sekitarnya.
1. Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar, agar mereka mengenal dan mencintai Allah, yang menciptakannya dan seluruh alam semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, yang pada diri beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar mereka mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan.
2. Pada usia dini (sekitar 2-3 tahun), kita ajarkan kepada mereka kalimat-kalimat yang baik serta bacaan Al Qur’an, sebagaimana yang dicontohkan oleh para sahabat dan generasi tabi’in dan tabi’ut tabi’in, sehingga banyak dari mereka yang sudah hafal Al Qur’an pada usia sangat belia.
3. Perhatian terhadap shalat juga harus menjadi prioritas utama bagi orang tua kepada anaknya.
4. Perhatian orang tua terhadap anaknya juga dalam hal akhlaqnya, dan yang harus menjadi penekanan utama adalah akhlaq (berbakti) kepada orang tua.
5. Juga perlu diperhatikan teman pergaulan anaknya, karena sangat bisa jadi pengaruh jelek temannya akan berimbas pada perilaku dan akhlaq anaknya.
6. Disamping ikhtiar yang dilakukan untuk menjadikan isterinya menjadi isteri yang shalihah, hendaknya sang suami juga memanjatkan do’a kepada Allah pada waktu-waktu yang mustajab, seperti sepertiga malam terakhir, agar keluarganya dijadikan keluarga yang shalih, dan rumah tangganya diberikan sakinah, mawaddah wa rahmah, seperti do’a yang tercantum dalam Al Qur’an:

“Dan orang-orang yang berdo’a:’Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami, keturunan-keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqan:74)
Paling tidak, seorang suami hendaknya bisa menjadi teladan dalam keluarganya, dihormati oleh sang isteri dan anak-anaknya, kemudian mereka menjadi hamba-hamba Allah yang shalih dan shalihah, bertakwa kepada Allah.
Inilah kiat-kiat yang hendaknya semorang muslim dan muslimah lakukan untuk mewujudkan keluarga sakinah. Wallahu a’lam bish shawab.
Maraji’:
1. ‘Isyratun Nisaa’, Imam Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali An Nasa-i, tahqiq dan ta’liq ‘Amir Ali Umar, Cet. Maktabah As Sunnah, Kairo, Th. 1408H.
2. Adabuz Zifaf Fis Sunnah Al Muthahharah, ta’lif (karya) Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cet. Daarus Salam,. Th.1423H.
3. Irwaa-ul Ghalil Fii Takhriji Ahaadits Manaaris Sabil, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cet. Al Maktab Al Islami.
4. Al Insyirah Fii Adaabin Nikah, ta’lif Abu Ishaq Al Huwaini Al Atsari, Cet. II, Darul Kitab Al ‘Arabi, Th.1408H.
5. Fiqhut Ta’aamul Baina Az Zaujaini Wa Qabasat Min Baitin Nubuwwah, ta’lif Syaikh Abu Abdillah Mushthafa bin Al ‘Adawi, Cet. I, Darul Qasim, 1417H.
6. Tuhfatul ‘Arus, Syaikh Mahmud Mahdi Al Istambuli.
7. Adaabul Khitbah Wa Zifaaf Fis Sunnah Al Muthahharah, ta’lif ‘Amr Abdul Mun’im Salim, Cet. I, Daarudh Dhiyaa’, Th. 1421H.

Dikutip dari Majalah As Sunnah Edisi Khusus/VIII/1425H/2004M

fotoku sedang santai

QORBAN & AQIQAH

Pengertian, Definisi, Tata Cara Kurban/Qurban dan Akikah/Aqiqah : Binatang & Hewan Udhiyah - Perpustakaan Online Agama Islam

A. Ibadah Kurban / Qurban
Ibadah kurban adalah suatu aktifitas penyembelihan / menyembelih hewan ternak yang dilakukan pada tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah atau disebut juga hari tasyrik / hari raya haji / lebaran haji / lebaran kurban / Idul Adha dengan niat untuk beribadah kepada Allah SWT.
Hukum ibadah kurban / qurban adalah sunat muakkad atau sunah yang penting untuk dikerjakan. Waktu pelaksanaan acara qurban adalah dari mulai matahari sejarak tombak setelah sholat idul adha tanggal 10 bulan haji sampai dengan matahari terbenam pada tanggal 13 bulan haji.
Hewan ternak yang boleh dijadikan hewan qurban / kurban :- Kambing biasa dengan umur lebih dari dua tahun- Biri-biri atau domba dengan umur lebih dari satu tahun atau pernah ganti gigi.- Kerbau / Kebo / Sapi dengan umur lebih dari dua tahun- Unta dengan umur lebih dari lima tahun
Syarat-syarat sah pemilihan hewan kurban yang boleh menjadi qurban :- Badannya tidak kurus kering- Tidak sedang hamil atau habis melahirkan anak- Kaki sehat tidak pincang- Mata sehat tidak buta / pice / cacat lainnya- Berbadan sehat walafiat- Kuping / daun telinga tidak terpotong

B. Ibadah Aqiqah / Akikah
Akikah adalah suatu kegiatan penyembelihan / menyembelih hewan ternak sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT karena mendapatkan anak laki-laki maupun perempuan (habis lahiran). Hukum pelaksanaan acara aqiqah adalah sunah / sunat bagi orang tua atau wali anak bayi yang baru lahir tersebut. Akikah dilakukan pada hari ke-tujuh setelah kelahiran anak. Apabila belum mampu di hari ketujuh, di hari setelahnya juga tidak apa-apa.
Jumlah hewan ternak untuk akikah berjumlah dua ekor kambing untuk anak laki-laki / pria dan satu ekor kambing untuk anak perempuan / wanita. Apabila hanya mampu menyembelih satu ekor kambing untuk anak laki-laki tidak apa-apa yang penting ikhlas dan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT. Hewan yang dijadikan akikah adalah sama dengan hewan untuk kurban dalam hal persyaratannya.
aqiqah memiliki tujuan untuk meningkatkan jiwa sosial dan tolong-menolong sesama tetangga di lingkungan sekitar, menanamkan jiwa keagamaaan pada anak, sebagai tanda syukur kita kepada Allah SWT atas segala nikmat dan rejeki yang diberikan kepada kita selama ini.

Bisa kita simpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi 'AqØ£qah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk 'AqØ£qah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala. WallØ£¢hu A'lam.

SYARIAT-AQIQAH
Kata 'Aqiqah berasal dari bahasa arab. Secara etimologi, ia berarti 'memutus'. 'Aqqa wi¢lidayhi, artinya jika ia memutus (tali silaturahmi) keduanya. Dalam istilah, 'Aqiqah berarti "menyembelih kambing pada hari ketujuh (dari kelahiran seorang bayi) sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat Allah swt berupa kelahiran seorang anak".
'Aqiqah merupakan salah satu hal yang disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil yang menyatakan hal ini, di antaranya, adalah Hadits Rasulullah saw, "Setiap anak tertuntut dengan 'Aqiqah-nya'?. Ada Hadits lain yang menyatakan, "Anak laki-laki ('Aqiqah-nya dengan 2 kambing) sedang anak perempuan ('Aqiqah-nya) dengan 1 ekor kambing'?. Status hukum 'Aqiqah adalah sunnah. Hal tersebut sesuai dengan pandangan mayoritas ulama, seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas. Para ulama itu tidak sependapat dengan yang mengatakan wajib, dengan menyatakan bahwa seandainya 'Aqiqah wajib, maka kewajiban tersebut menjadi suatu hal yang sangat diketahui oleh agama. Dan seandainya 'Aqiqah wajib, maka Rasulullah saw juga pasti telah menerangkan akan kewajiban tersebut.
Beberapa ulama seperti Imam Hasan Al-Bashri, juga Imam Laits, berpendapat bahwa hukum 'Aqiqah adalah wajib. Pendapat ini berdasarkan atas salah satu Hadits di atas, "Kullu ghuli¢min murtahanun bi 'aqiqatihi'? (setiap anak tertuntut dengan 'Aqiqah-nya), mereka berpendapat bahwa Hadits ini menunjukkan dalil wajibnya 'Aqiqah dan menafsirkan Hadits ini bahwa seorang anak tertahan syafaatnya bagi orang tuanya hingga ia di-'Aqiqah-i. Ada juga sebagian ulama yang mengingkari disyariatkannya (masyri»'iyyat) 'Aqiqah, tetapi pendapat ini tidak berdasar sama sekali. Dengan demikian, pendapat mayoritas ulama lebih utama untuk diterima karena dalil-dalilnya, bahwa 'Aqiqah adalah sunnah.
Bagi seorang ayah yang mampu hendaknya menghidupkan sunnah ini hingga ia mendapat pahala. Dengan syariat ini, ia dapat berpartisipasi dalam menyebarkan rasa cinta di masyarakat dengan mengundang para tetangga dalam walimah 'Aqiqah tersebut.
Mengenai kapan 'Aqiqah dilaksanakan, Rasulullah saw bersabda, "Seorang anak tertahan hingga ia di-'Aqiqah-i, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu'?. Hadits ini menerangkan kepada kita bahwa 'Aqiqah mendapatkan kesunnahan jika disembelih pada hari ketujuh. Sayyidah Aisyah ra dan Imam Ahmad berpendapat bahwa 'Aqiqah bisa disembelih pada hari ketujuh, atau hari keempat belas ataupun hari keduapuluh satu. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa sembelihan 'Aqiqah pada hari ketujuh hanya sekedar sunnah, jika 'Aqiqah disembelih pada hari keempat, atau kedelapan ataupun kesepuluh ataupun sesudahnya maka hal itu dibolehkan.
Menurut hemat penulis, jika seorang ayah mampu untuk menyembelih 'Aqiqah pada hari ketujuh, maka sebaiknya ia menyembelihnya pada hari tersebut. Namun, jika ia tidak mampu pada hari tersebut, maka boleh baginya untuk menyembelihnya pada waktu kapan saja. 'Aqiqah anak laki-laki berbeda dengan 'Aqiqah anak perempuan. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, sesuai Hadits yang telah kami sampaikan di atas. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa 'Aqiqah anak laki-laki sama dengan 'Aqiqah anak perempuan, yaitu sama-sama 1 ekor kambing. Pendapat ini berdasarkan riwayat bahwa Rasulullah saw meng-'Aqiqah- i Sayyidina Hasan dengan 1 ekor kambing, dan Sayyidina Husein '“keduanya adalah cucu beliau saw'” dengan 1 ekor kambing.
***
Bisa kita simpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi 'Aqiqah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk 'Aqiqah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala. Wallahu A'lam.
Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa agama Islam membedakan antara 'Aqiqah anak laki-laki dan anak perempuan, maka bisa kita jawab, bahwa seorang muslim, ia berserah diri sepenuhnya pada perintah Allah swt, meskipun ia tidak tahu hikmah akan perintah tersebut, karena akal manusia terbatas. Barangkali juga kita bisa mengambil hikmahnya yaitu untuk memperlihatkan kelebihan seorang laki-laki dari segi kekuatan jasmani, juga dari segi kepemimpinannya (qawwamah) dalam suatu rumah tangga. Wallahu A'lam.
Dalam penyembelihan 'Aqiqah, banyak hal yang perlu diperhatikan, di antaranya, sebaiknya tidak mematahkan tulang dari sembelihan 'Aqiqah tersebut, dengan hikmah tafa'™ul (berharap) akan keselamatan tubuh dan anggota badan anak tersebut. 'Aqiqah sah jika memenuhi syarat seperti syarat hewan Qurban, yaitu tidak cacat dan memasuki usia yang telah disyaratkan oleh agama Islam. Seperti dalam definisi tersebut di atas, bahwa 'Aqiqah adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh semenjak kelahiran seorang anak, sebagai rasa syukur kepada Allah. Tetapi boleh juga mengganti kambing dengan unta ataupun sapi dengan syarat unta atau sapi tersebut hanya untuk satu anak saja, tidak seperti kurban yang mana dibolehkan untuk 7 orang. Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa 'Aqiqah hanya boleh dengan menggunakan kambing saja, sesuai dalil-dalil yang datang dari Rasulullah saw. Wallahu A'lam.
Ada perbedaan lain antara 'Aqiqah dengan Qurban, kalau daging Qurban dibagi-bagikan dalam keadaan mentah, sedangkan 'Aqiqah dibagi-bagikan dalam keadaan matang. Kita dapat mengambil hikmah syariat 'Aqiqah. Yakni, dengan 'Aqiqah, timbullah rasa kasih sayang di masyarakat karena mereka berkumpul dalam satu walimah sebagai tanda rasa syukur kepada Allah swt. Dengan 'Aqiqah pula, berarti bebaslah tali belenggu yang menghalangi seorang anak untuk memberikan syafaat pada orang tuanya. Dan lebih dari itu semua, bahwasanya 'Aqiqah adalah menjalankan syiar Islam. Wallahu A'lam.
Referensi utama : Tarbiyatul Awlid, DR. Abdullah Nashih Ulwan.

Kamis, 11 Februari 2010

Sedang Pengajian

Sekapur Sirih

Sebuah sentuhan yang menyejukkan jiwa dan batin, menyapa dengan akrab melalui dakwah agama Islam yang selalu mengingatkan dan mengajak dalam kebaikan dan meninggalkan kebathilan dan berbuat nista.Program ini senantiasa memelihara nilai-nilai religi yang yang akan menjadi penyejuk dan rasa syukur atas segala karunia Allah Yang Maha Bijaksana, dalam keseharian bekerja dan bergelut dengan kompetitif-nya kehidupan, maka dibawakan secara santai, akrab dan komunikatif dengan prinsip :a. mengajak bukan mengejekb. merangkul bukan memukulc. mengobati bukan menyakitid. mendakwahkan bukan melecehkane. bertutur bukan mengatur, terhadap pemirsa yang heterogen segalanya.Illustrasi yang bertutur tentang sifat-sifat manusia yang mendatangkan kerugian/dosa dan kebaikan/ pahala akan diurai dan dibahas disertai dalil dan hukum-hukum agama secara gamblang dalam terapan keseharian dan hidup mendatang.Acara yang juga telah banyak hadir di tiap stasiun televisi, dalam pro gram ini akan memperoleh sentuhan lain karena dengan suasana keakraban dan contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari dengan bahasa membumi, dan kajiannya lebih dapat mudah diresapi. Dengan mengacu dari penga laman yang kami petik selama ini di stasiun TV lain selama kurang lebih 4 (empat) bulan shooting dan 6 bulan tayang, pengalaman ceramah atau pengajian umum di berbagai Instansi Pemerintah dan swasta, Jamaah Masjid, Masyarakat Malang Raya, kota-kota lain di Jawa Timur dan luar Jawa ( Irian Jaya ) Freeport INDONESIA dengan 60 kali Sajian, dan Denpasar Bali.


A. Sejarah, Dasar dan Bentuk Keorganisasian Nahdlatul Ulama’

*) Drs. H. M. Ali Ghufron R.

1. Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama’
Pendirian N U merupakan manifestasi Kebangkitan para Ulama’ untuk mempertahankan madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali yang dikenal dengan Madzahibul Ar ba’ah/ madzhab empat. Dengan demikian motivasi berdi rinya N U adalah “ Berupa mempertahankan dan melesta rikan faham Ahlussunnah Waljamaah dengan me ngikuti salah satu madzhab empat sebagaimana yang telah berakar di Indonesia sejak awal perkem bangan Islam” seperti yang diajarkan oleh para Waliyulloh di Indonesia ;
Rumusan Anggaran Dasar N U atau yang sering dise but Qonun Asasi Li Jamiati Nahdlatul Ulama’ sebenarnya telah disepakati sejak organisasi ini didirikan pada tgl. 16 Rojab 1344 H/ 31 Januari 1926 M. yang didirikan oleh para Ulama’ KH. M. Hasyim Asy ’ari ( Pendiri cikal bakal N U ; Komite Hijaz ), KH. Abdul Wahab Hazbullah, KH. Mas Alwi Abdul Aziz ( Pemberi nama N U ), KH. Ridwan Abdullah (Pembuat Lambang N U ) .
Dalam Anggaran Dasar ini disebutkan secara ekspli sit tujuan Nahdlatul Ulama’ yaitu “mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam Ahlussunnah Waljamaah.”. Rumusan tujuan tersebut sesuai dengan pengarahan Rois Akbar Jamiyah NU Hadratus Syeh KH. M. Hasyim Asy’ ari yang dijadikan sebagai muqaddimah Al- Qonunil Asasi. Juga terdapat dalam pasal 2 dan 3 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 2 :“Adapun maksud perkumpulan ini yaitu : memegang teguh pada salah satu dari madzhab Imam Empat (Madzahibul Arba’ah) ,Imam Muhammad bin Idris AsSyafi’i (Syafi’i), Imam Malik bin Anas (Maliki) , Imam Abu Hanifah An Nu’man (Hanafi), Imam Ahmad bin Ham bal (Hambali) dan mengerjakan apa saja yang menjadi kan kemaslahatan agama Islam”
Pasal 3 : Untuk mencapai maksud perkumpulan ini, maka diadakan ikhtiar :
a. Mengadakan perhubungan di antara ulama’-ulama’ yang bermadzhab tersebut dalam pasal 2
b. Memeriksa kitab kitab sebelumnya dipakai untuk me ngajar supaya diketahui apa itu dari kitab-kitab Ahlus sunnah Waljamaah atau kitab-kitab ahli Bid’ah.
c. Menyiarkan agama Islam di atas madzhab sebagaima na tersebut dalam pasal 2, dengan jalan apa saja yang baik.
d. Berikhtiar memperbanyak Madrasah-madrasah yang berdasar agama Islam.
e. Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan masjid-masjid, langgar-langgar, pondok-pondok, begi tu juga dengan hal ihwal anak-anak yatim dan orang-orang fakir miskin.
Pilihan akan ikhtiar yang dilakukan mendasari kegiatan N U dari masa ke masa dengan tujuan untuk melakukan perbaikan, perubahan, dan pembaharuan masyarakat, teru tama dengan mendorong swadaya masyarakat sendiri.
N U sejak semula meyakini bahwa persatuan dan kesa tuan para ulama’ dan pengikutnya, masalah pendidikan, dakwah Islamiyah, kegiatan sosial serta perekonomian adalah masalah yang tidak dapat dipisahkan untuk mengu bah masyarakat yang terbelakang, bodoh, dan miskin men jadi masyarakat maju, sejahtera, dan berakhlak mulia
Pilihan kegiatan NU tersebut sekaligus menumbuhkan sikap partisipatif terhadap setiap usaha yang bertujuan membawa masyarakat kepada kehidupan yang maslahat. Setiap kegiatan NU untuk kemaslahatan manusia dipan dang sebagai perwujudan amal ibadah yang didasarkan pada faham keagamaan yang dianutnya..

2. Sistem Keorganisasian Nahdlatul Ulama’
Seperti halnya organisasi negara modern yang membe dakan antara kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif , organisasi N U juga membedakan antara kekuasaan Syu riyah yang berfungsi sebagai badan legislatif dengan keku asaan Tanfidziyah sebagai badan eksekutif. Akan tetapi fungsi Syuriyah dalam NU merangkap sebagai pengadil an banding atau badan yudikatif. Karena itu dalam jam iyah NU, Syuriyah merupakan pimpinan tertinggi yang petunjuk dan pendapatnya mengikat sampai ke tingkat pa ling bawah menurut garis vertikal. Dilihat dari pola ini, NU dapat disebut sebagai organisasi “lini”.
Namun dilihat dari tugas dan fungsi Ketua Tanfidzi yah yang karena jabatannya termasuk anggota pleno pe ngurus Syuriyah, maka secara resmi Ketua Tanfidziyah juga bertindak sebagai pengambil keputusan. Dari sisi ini NU dikatagorikan sebagai “Organisasi staf”.
Kemudian jika dilihat dari sudut pembagian tugas se suai dengan bidangnya, sehing ga melahirkan badan oto nom (banom) yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri , maka N U dapat disebut sebagai organisasi “fungsional”. Dengan demikian pola organisasi NU merupakan pola gabungan antara “lini”, staf dan fungsional”.

3. Struktur Kepengurusan Nahdlatul Ulama’
Struktur kepengurusan N U terdiri dari Mustasyar , Syuriyah, dan Tanfidziyah. Mustasyar bertugas menye lengarakan pertemuan setiap kali dianggap perlu untuk se cara kolektif memberikan nasehat kepada pengurus N U menurut tingkatannya dalam rangka menjaga kemurnian Khitthoh Nahdhliyah dan Islahu Dzitilbain.
Pengurus Syuriyah selaku pimpinan tertinggi berfung si secara kolektif sebagai pembi na, pengendali, pengawas dan penentu kebijaksanaan N U mempunyai tugas ;
a. Menentukan arah kebijaksanaan N U dalam melaksana kan usaha dan tindakan untuk mencapai tujuan organi sasi.
b. Memberi petunjuk, bimbingan dan pembinaan dalam me mahami, menganalisa, dan mengamalkan ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah Waljamaah baik di bidang aqidah, syariah, maupun tasawwuf/ akhlak.
c. Mengendalikan, mengawasi dan memberikan koreksi ter hadap semua perangkat organisasi N U agar pelaksana an program-program N U berjalan di atas ketentuan jam iyah dan agama Islam.
d. Membimbing, mengarahkan, dan mengawasi Badan Oto nom, Lembaga dan Lajnah langsung di bawah Syuriyah.
e. Membatalkan keputusan atau langkah organisasi N U yang dinilai bertentangan deng an ajaran Ahlussun nah Waljamaah .
Sedangkan pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana harian mempunyai tugas-tugas :
a. Memimpin jalannya organisasi sehari-hari sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pengurus Syuri yah .
b. Melaksanakan program jamiyah N U .
c. Membimbing, mengarahkan, memimpin, dan mengawasi kegiatan-kegiatan jamiyah yang berada di bawahnya .
d. Menyampaikan laporan secara periodik kepada pengu rus Syuriyah mengenai pelaksanaan tugas-tugasnya
Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, Pengurus Tanfidziyah berwenang membentuk tim-tim kerja tetap (permanen) atau sementara (temporer) sesuai kebutuhan dan tuntutan perkembangan zaman, berikut pembagian tugas dan penerapan tatakerjanya.
Sebagai organisasi yang berskala nasional, tingkat-tingkat kepengurusan dalam N U diatur berdasar kan tingkat daerah, sesuai dengan Undang-undang dan peraturan yang berlaku.
1. Untuk tingkat Pusat dipergunakan istilah Pengurus Besar (PB) berkedudukan di ibukota negara.
2. Tingkat Propinsi atau daerah yang disamakan dengan itu dipergunakan istilah Pengurus Wilayah (PW) .
3. Di tingkat Kabupaten/ kota/ kota Administratif dise but Pengurus Cabang (PC) .
4. Di tingkat Kecamatan disebut Majlis Wakil Cabang (MWC NU) .
5. Sedangkan di tingkat Desa atau Kelurahan disebut Pengurus Ranting (PRNU) .

B. Perangkat Keorganisasian dalam Nahdlatul Ulama’
Untuk melaksanakan usaha-usaha dalam rangka men capai tujuan Jamiyah Nahdlatul Ulama’, telah dibentuk perangkat-perangkat organisasi yang terdiri atas; Lemba ga, Lajnah dan Badan Otonom yang ketiganya merupakan bagian integral dari Nahdlatul Ulama’.

1. Lembaga ;
Lembaga adalah perangkat departemenasi organisasi N U yang berfungsi sebagai pelaksana kebijaksanaan NU, khusus nya yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu.
Lembaga-lembaga yang yang telah terbentuk pada Pengu rus Besar, antara lain :
a. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama, (LDNU) ; ber tugas melaksanakan kebijaksanaan N U di bidang pe nyiaran agama Islam Ahlussunnah Waljamaah.
b. Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama, (LP Ma’arif NU) ; bertugas melaksanakan kebijaksa naan N U di bidang pendidikan dan penga jaran, baik jalur sekolah maupun luar sekolah selain pondok pesantren .
c. Lembaga Sosial Mabarrot Nahdlatul Ulama, (LSMNU) ; bertugas melaksanakan kebijaksanaan N U di bidang Sosial dan Kesehatan .
d. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama, (LENU) ; bertugas melaksanakan kebijak sanaan N U di bidang pengembangan Ekonomi warga .
e. Lembaga Pembangunan dan Pengembangan Perta nian Nahdlatul Ulama, (LP 3 NU) ; bertugas melak sanakan kebijaksanaan N U di bidang pengem bangan Pertanian, Peternakan,
f. Rabithoh Ma’ahid Islamiah(RMI) ; bertugas melak sanakan kebijaksanaan N U di bidang pengem bangan Pondok Pesantren
g. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama , (LKKNU) ; bertugas melaksana kan kebijaksanaan N U dibidang Kemaslahatan Keluarga, Kependudukan dan Lingkungan hidup .
h. Haiah Ta’mirul Masajid Indonesia ( HTMI ) ; bertu gas melaksanakan kebijaksanaan N U di bidang pe ngembangan dan Kemakmuran masjid.
i. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia ( LAKPESDAM ) ; bertu gas melaksana kan kebijaksanaan N U di bidang Pengkajian dan pe ngembangan Sum berdaya Manusia .
j. Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja, (LKKNU) ; bertugas melaksanakan kebijaksa naan N U di bidang pengembangan ketenagakerjaan .
k. Lembaga Seni Budaya Muslimaan Indonesia, (LESBUMI) ; bertugas melaksana kan kebijaksanaan N U di bidang pengembangan Kesenian dan Kebuda yaan selain Seni Hadrah/ Terbangan .
l. Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum (LPBH) ; bertugas melaksanakan penyuluhan dan memberikan bantuan hukum .
Lembaga dapat dibentuk di tingkat Pusat, Wilayah, Cabang, Majlis Wakil Cabang dan Ranting, sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan kemampuan. Pembentukan dan penghapusan lem baga ditetapkan oleh permusyawaratan tertinggi pada masing-masing tingkat kepengurusan N U .
2. Lajnah ;
Lajnah adalah perangkat organisasi N U untuk me laksanakan program N U yang memerlukan penanganan khusus. Lajnah yang telah dibentuk di tingkat Pengurus Besar adalah :
a. Lajnah Falakiyah ; bertugas mengurus masalah hisab (hitungan) dan Ru’yatul Hilah ( melihat bulan) di matlak (tempat untuk meneropong/ melihat bulan) .
b. Lajnah Ta’lif wan Nasyr ; bertugas mengurus penu lisan, penerjemahan dan penyebaran kitab-kitab menu rut faham Ahlussunnah Waljamaah dan bentuk-bentuk penerbitan lain yang sesuai.
c. Lajnah Waqfiyah Nahdlatul Ulama ; bertugas meng himpun, mengurus dan mengelo la tanah serta bangun an yang diwaqakafkan kepada Nahdltul Ulama .
d. Lajnah Zakat, Infaq dan Shodaqoh ; bertugas meng himpun, dan mengelola dan mentasharrufkan zakat, in fak dan shodaqoh.
e. Lajnah Bahtsul Masail Diniyah ; bertugas meng himpun, membahas dan memecahkan masalah-masa lah yang mauquf (mandek) dan waqiiyah yang harus segera mendapat kan kepastian hukum syar’i .
Lajnah dapat dibentuk di tingkat Wilayah sesuai dengan kebu tuhan, penanganan, dan perubahan khusus, serta ketersediaan tenaga. Penyusunan dan perubahan Pengurus Lajnah dilaku kan oleh sebuah tim yang dibentuk khusus untuk itu oleh Pe ngurus NU di tingkat masing-masing, terdiri atas unsur Pengu rus NU dan Pengurus Lajnah yang bersang kutan .
3. Badan Otonom ;
Adapun Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdltul Ulama yang ber fungsi membantu melaksanakan kebijakan N U, khususnya yang berkaitan dengan kelom pok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan . Badan otonom diberi hak mengatur rumah tangganya sen diri sesuai dengan Peraturan Dasar dan Rumah Tangga masing-masing .
Badan Otonom dapat dibentuk di semua Kepengurusan Nahdltul Ulama terdiri atas;
a. Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat N U), Magelang 5 Juli 1939, disyahkan Maret 1946 di Purwokerto
b. Gerakan Pemuda Ansor (G P. Ansor), Surabaya 24 April 1934
c. Fatayat Nahdltul Ulama (Fatayat N U), Surabaya 24 April 1950
d. Ikatan Pelajar Nahdltul Ulama (IPNU), Surabaya 24 Pebruari 1954
e. Ikatan Pelajar Puteri Nahdltul Ulama (IPPNU), Solo 2 Maret 1955
f. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Surabaya 17 April 1960
g. Perastuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU), Surabaya 17 Mei 1952
h. Himpunan Pengusaha Muslimin Indonesia.
i. Jamiyah Ahlit Thoriqoh Al Muktabaroh An Nahdliyah
j. Jamiatul Qurra’ wal Huffadz , Surabaya 17 Mei 1952
k. Ikatan Sarjana Nahdltul Ulama (ISNU)
l. Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa Nahdltul Ulama (LPSPNNU)
m. Ikatan Seni Hadrah Indonesia (ISHARI)

C. Kegiatan organisasi dalam Nahdlatul Ulama’

Adapun kegiatan organisasi Nahdltul Ulama khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat adalah :
a. Lailatul Ijtima’ yang dilaksanakan di tingkat Ran ting Nahdltul Ulama bersama MWCNU setempat; Sholat Gho ib pada arwah pendiri, pengurus dan anggota yang telah wafat dan mendahului kita. Konsolidasi organisasi, Cera mah agama dsb. Dahulu diambil waktu Bulan Purnama, tetapi sekarang sudah menyesuaikan .

b. Bahtsul Masail, di semua tingkat kepengurusan yang di laksanakan di tingkat, Pusat sampai dengan Ranting Nahdltul Ulama, oleh Rois Syuriyah dan jajaran lain.
c. Baca Yasin-Tahlil, Istighotsah, Burdah, Manaqib, Diba’, Hadrah , yang dilaksanakan di tingkat Ranting maupun bersama MWCNU setem pat atau sendiri-sendiri di Ranting masing-masing.
d. Baca Burdah, Diba’, Hadrah, Tanjidor yang dilaksana kan pada acara Walimahan, berbagai acara khusus mau pun umum, di rumah, pesantren dan tempat pengajian.
e. Sosial Mabarrot, santunan terhadap Yatim piatu, kaum dhuafa.
f. Semua Lembaga dan Lajnah, adalah merupakan kegiat an ormasy NU.

D. Permusyawaratan dalam Nahdlatul Ulama
Permusyawaratan dalam Nahdlatul Ulama sebagimana disebutkan dalam Anggaran Dasar Bab VIII dan Anggaran Rumah Tangga Bab X Pasal 36 terdiri dari beberapa jenis permusyawaratan, yaitu :
a. Muktamar (Permusyawaratan tertinggi dalam NU, dihadiri oleh PB, PW, PCNU), oleh PB. 5 tahun sekali.
b. Konperensi Besar (Permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar) dihadiri oleh PB, Pleno dan PW. 2 kali dalm 5 tahun, atau karena diminta oleh lebih dari separo jumlah Wilayah yang sah.
c. Musyawarah Nasional Alim Ulama (diselenggarakan oleh PB/ Syuriyah, 1 X dalam 1 periode kepengurusan. Boleh dilakukan oleh PW atau PC.
d. Konperensi : Konperensi Wilayah dan Cabang, 4 tahun sekali oleh PW dan PC.
e. Rapat Anggota, instansi Permusyawaratan tertinggi pada Tingkat Ranting. Dan selenggarakan selambat-lambat nya sekali dalam masa 3 tahun

E. Kedududukan Ulama dalam NU adalah keduduk an Sentral ;
a. Para Ulama’ adalah pendiri NU
b. Para Ulama’ adalah pengendali NU
c. Para Ulama’ adalah panutan kaum Nahdliyyin/ warga besar NU.

Maka para Santri dan Siswa Madrasah serta Sekolah di bawah naungan LP. Maarif, dan Diknas, adalah calon pelestari Nahdlatu Ulama’ masa mendatang ?, untuk mengem balikan dan memperbaiki penyalahgunaan kepentingan sesaat agar bisa dilurus kan seperti sediakala maksud dan tujuan suci Pendirinya. atau hanya cukup pernah membaca Kejayaan Ormasy Keagamaan terbesar di Negaranya ? Indonesia tercinta ini, atau “Pokok nya Islam” ?, atau mempunyai jawaban lain ?.
Ini jawaban penulis, kepada si penanya tadi, Wallahu A’lamu Bishshowaab.

Singosari, 22 Nopember 2006 M.
1 Dzulqo’dah 1427 H.




*) Drs. H. M. Ali Ghufron R.
Staf Pengajar di YP.Almaarif Singosari (SMAI & MA ) Singosari, YAPISH (SMA Shalahuddin) Malang,(PP. Al Ishlahiyyah) Singosari. Muballigh dan Mantan Ketua IPNU (1979-1983) , GP. Ansor Ancab. Singosari (1993-1998), Wakil Ketua GP. Ansor Kab. Malang (1995 – 1999), berkhidmat di Bagian (MWC NU) Singosari.dan Anggota LDNU Kab. Malang. Sekretaris MUI Kec. Singosari Malang. Alamat : Jalan Tumapel 2/ 51 Singosari malang Telp. 0341 450550, HP. 0817389179

Rabu, 10 Februari 2010

TAMBAHAN MATERI CERAMAH


Adakah Pewarisan NU pada generasi mendatang…. ?

Berawal dari seorang siswa salah satu sekolah swasta bertanya, “ Pak, Apa sih NU itu ?”. Saya jawab dengan santai karena tanyanya juga santai “NU ?, itu Nahdlatul Ulama”, saya jawab secara kelakar. Siswa : “ Saya tanya beneran, karena saya cuma pernah diajarkan waktu Ibtida’ (SD) sama Tsanawiyah , dan setelah duduk di SLTA, ternyata sekarang saya pingin tahu beneran, karena ada sedikit ingin tahu ! “ Maka menja di bahan renungan bagi penulis yang kebetulan diamanati menjadi guru Aswaja, sebagai Mata Pelajaran muatan lokal. Karena di Sekolah Taman Siswa, ada Ke-Taman Siswa-an, di Muhammaddiyah, ada Ke- Muhammaddiyah-an.
Kata Hikmah “Syubbanul aan rijaalul ghodi “(Pemuda masa sekarang cacon pengganti pemimpin masa depan/ men datang).
Nahdlatul Ulama’, para tokoh pendirinya adalah para Kyai Pondok Pesantren di Jawa khususnya Jawa Timur, yang kesemuasnya mem punyai amanah Santri. Dalam menindak lanjuti kelang sungan, kelestarian NU, maka harus dilanjutkan , di kembangkan, dilestarikan oleh para Santri dan pelajar di bawah naungan Lembaga Pendidikan Ma’arif, afdhol jika me nyampaikan amanat kyai pendahulu dengan memberikan be kal Santri dan pelajar Madrasah dengan materi Ke-NU-an.
Pondok –pondok Pesantren dan Madrasah-madrasah tidak langsung percaya kepada santri atau pelajarnya pasti akan ikut melestarikan NU, jika tidak dikenalkan dan dibekali dengan wawasan Ke-NU-an, karena putra atau putri Nahdliy yin kalau tidak dibekali dengan ajaran orang tua, guru, kyai, ustadz dengan Ke-NU-an, tidak mustahil bersemboyan dan beramaliyah “pokoknya Islam”. Hal ini yang perlu mendapat perhatian setiap kyai Pengasuh Pondok -pondok Pesantren dan Lembaga Pendidikan terutama Madrasah-madrasah di ba wah naungan LP. Ma’rif Nahdlatul Ulama’. Yang Guru dan Ustadz nya tidak mau kalau tidak dibilang sebagai orang NU, bahkan mungkin malu dibilang sebagai orang NU. Hanya ama liyahnya amat NU. Dengan kata lain NU Kultural tidak mau sebagai NU struktural, atau ikut berhidmat. Sehingga ditanya tentang NU, jawabnya :” Kallau pendiri Yayasan dan bebera pa pengurusnya di sekolah kami sangat NU, kallau saya ini anaknya orang NU, kallau saya…. Tak tanya judullu pada Guru Aswaja, (lumayan masih mau tanya). Waduh.. saya ini pokoknya Islam, shalat, puasa, zakat, hajji, berres tak iya”., Malaikat tak akan tanya soal NU. Yang ditanyakan bab sholat katanya Hadits Nabi”. Apalagi menjadi Pengurus NU, Cuma datang diundang membahas NU di kampungnya saja tak mau datang kok. Apalagi ingin mewaris kan kepada Para Santri dan Anak didiknya. Dengan asumsi Nanti akan NU dengan sendirinya ? (Engkok lek wis uwong lak NU-NU dewe a ! ). Sangat kasihan kyai-kyai Pendiri NU termasuk Pendiri Lem baga Pendidikan Ma’arif, karena anak cucunya melupakan ajarannya. Ya kadang masih mau tapi ogah-ogah tapi mau Pengenalan NU, yang dijadikan materi LKD, Latsus, Ospek, yang seharusnya dijadikan materi Intra Kurikuler, tapi alasan nya ada saja waktunya tidak cukup lah, guru pengajarnya ti dak ada lah, PBNU-nya kejeglong ke politik praktis lah,

Tokoh-tokoh yang sekarang ada yang menyeret NU untuk kepentingan sesaat dukung mendukung tim sukses sese orang yang mau jadi atau ini jadi itu, dan beberapa oknom yang ber petualang macam begitu (kebetulan hanya itu yang dilihat anak-anak muda NUsekarang ini) dan masih sak ambrek alas an lain yang tidak mungkin di tulis secara detail. Tetapi kasi han Kyai-kyai yang Muhlis yang betul-betul kepingin berhid mat secara tulus untuk NU, karena beliau tahu dan mengerti seja rah NU. Kejadian ini di negara antah berantah. Kalaupun ada di sekitar kita, hanya kebetulan saja kiranya, maka pelajar an KeNU-an sudah diberikan di SD, SLP sudah cukup, SLTA dan Perguruan Tinggi nanti akan NU sendiri ? alasan lain. Kenyataan di lapangan, Ternyata yang dilihat yang instan-instan, yang programnya mengkristal dan nyata, walaupun Ormasy/ Orpol Islam baru muncul. Dengan alasan yang pen ting hati saya tetap NU. Karena Jamiyah NU itu sa ngat luas dan luwes, jika di ibaratkan sebagai kereta api NU itu gerbong nya panjang, belum penumpangnya yang sa ngat hiterogen (bermacam-macam). Dan kadang kala u tidak tabah cepat lom pat pagar, karena tergiur kedudukan dan jabatan profesi atau struktural Ormasy/ Orpol Islam baru muncul itu.

Kedudukan Pondok Pesantren dan Sekolah/ Madrasah LP. Maarif
Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah sebagai lembaga pendidikan Islam (mayoritas Ahlussunnah Waljamaah), setiap pesantren setidaknya memiliki lima elemen dasar, yaitu :
1. Masjid/ musholla, kiai/ ulama, pondok/ asrama,
2. Santri dan pengajaran kitab-kitab klasik (Kitab Kuning).
3. Tujuan utama berdirinya pesantren tidak terlepas dari cita-cita dakwah islamiah di Indonesia,
4. sekaligus merupakan tempat untuk membina kader-kader ulama pengabdi kepada Allah SWT. yang bertafaqquh fiddin(menguasai dan mengamalkan agama), dan menjadi ‘ulamaul ‘amilin.
5. Dengan demikian pondok pesantren merupakan benteng pertahanan yang dapat menjamin berlangsungnya syiar dan dakwah islamiyah (ala Ahlussunnah Waljamaah) di Indonesia, sekarang dan masa akan datang.
Murid-murid pada pondok pesantren sering disebut dengan istilah santri, kata SANTRI ada yang memberi makna :
 = Salikun ilal akhiroh = Jalan (perkara-perkara) ke Akhirat
 = Naaibun ‘anil masyayikh = Penggantinya para kyai/ guru
 = Taarikun ‘anil m’aashi = Meninggalkan ma’shiyat
 = Raaghibun fil khairat/ Rawaatibuz zaman = Senag pada kebaikan/ Mengikuti perkembangan zaman
 = Yarjus salamati fid diin wad dunya wal aakhiroh = Mengharap keselamatan di bidang Agama, dunia dan akhirat.

A. Sejarah, Dasar dan Bentuk Keorganisasian Nahdlatul Ulama’
1. Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama’
Pendirian N U merupakan manifestasi Kebang kitan para Ulama’ untuk mempertahankan madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali yang dikenal dengan Madzahibul Ar ba’ah/ madzhab empat. Dengan demikian motivasi berdi rinya N U adalah “ Berupa mempertahankan dan melesta rikan faham Ahlussunnah Waljamaah dengan me ngikuti salah satu madzhab empat sebagaimana yang telah berakar di Indonesia sejak awal perkem bangan Islam” seperti yang diajarkan oleh para Waliyulloh di Indonesia ;
Rumusan Anggaran Dasar N U atau yang sering dise but Qonun Asasi Li Jamiati Nahdlatul Ulama’ sebenarnya telah disepakati sejak organisasi ini didirikan pada tgl. 16 Rojab 1344 H/ 31 Januari 1926 M. yang didirikan oleh para Ulama’ KH. M. Hasyim Asy ’ari ( Pendiri cikal bakal N U ; Komite Hijaz ), KH. Abdul Wahab Hazbullah, KH. Mas Alwi Abdul Aziz (Pemberi nama N U), KH. Ridwan Abdullah (Pembuat Lambang N U ) .
Dalam Anggaran Dasar ini disebutkan secara ekspli sit tujuan Nahdlatul Ulama’ yaitu “mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam Ahlussunnah Waljamaah.”. Rumusan tujuan tersebut sesuai dengan pengarahan Rois Akbar Jamiyah NU Hadratus Syeh KH. M. Hasyim Asy’ ari yang dijadikan sebagai muqaddimah Al- Qonunil Asasi. Juga terdapat dalam pasal 2 dan 3 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 2 :“Adapun maksud perkumpulan ini yaitu : memegang teguh pada salah satu dari madzhab Imam Empat (Madzahibul Arba’ah) ,Imam Muhammad bin Idris AsSyafi’i (Syafi’i), Imam Malik bin Anas (Maliki) , Imam Abu Hanifah An Nu’man (Hanafi), Imam Ahmad bin Ham bal (Hambali) dan mengerjakan apa saja yang menjadi kan kemaslahatan agama Islam”
Pasal 3 : Untuk mencapai maksud perkumpulan ini, maka diadakan ikhtiar :
a. Mengadakan perhubungan di antara ulama’-ulama’ yang bermadzhab tersebut dalam pasal 2
b. Memeriksa kitab kitab sebelumnya dipakai untuk me ngajar supaya diketahui apa itu dari kitab-kitab Ahlus sunnah Waljamaah atau kitab-kitab ahli Bid’ah.
c. Menyiarkan agama Islam di atas madzhab sebagaima na tersebut dalam pasal 2, dengan jalan apa saja yang baik.
d. Berikhtiar memperbanyak Madrasah-madrasah yang berdasar agama Islam.
e. Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan masjid-masjid, langgar-langgar, pondok-pondok, begi tu juga dengan hal ihwal anak-anak yatim dan orang-orang fakir miskin.

Pilihan akan ikhtiar yang dilakukan mendasari kegiatan N U dari masa ke masa dengan tujuan untuk melakukan perbaikan, perubahan, dan pembaharuan masyarakat, teru tama dengan mendorong swadaya masyarakat sendiri.

N U sejak semula meyakini bahwa persatuan dan kesa tuan para ulama’ dan pengikutnya, masalah pendidikan, dakwah Islamiyah, kegiatan sosial serta perekonomian adalah masalah yang tidak dapat dipisahkan untuk mengu bah masyarakat yang terbelakang, bodoh, dan miskin men jadi masyarakat maju, sejahtera, dan berakhlak mulia

Pilihan kegiatan NU tersebut sekaligus menumbuhkan sikap partisipatif terhadap setiap usaha yang bertujuan membawa masyarakat kepada kehidupan yang maslahat. Setiap kegiatan NU untuk kemaslahatan manusia dipan dang sebagai perwujudan amal ibadah yang didasarkan pada faham keagamaan yang dianutnya..

2. Sistem Keorganisasian Nahdlatul Ulama’
Seperti halnya organisasi negara modern yang membe dakan antara kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif , organisasi N U juga membedakan antara kekuasaan Syu riyah yang berfungsi sebagai badan legislatif dengan keku asaan Tanfidziyah sebagai badan eksekutif. Akan tetapi fungsi Syuriyah dalam NU merangkap sebagai pengadil an banding atau badan yudikatif. Karena itu dalam jam iyah NU, Syuriyah merupakan pimpinan tertinggi yang pe tunjuk dan pendapatnya mengikat sampai ke tingkat pa ling bawah menurut garis vertikal. Dilihat dari pola ini, NU dapat disebut sebagai organisasi “lini”.
Namun dilihat dari tugas dan fungsi Ketua Tanfidzi yah yang karena jabatannya termasuk anggota pleno pe ngurus Syuriyah, maka secara resmi Ketua Tanfidziyah juga bertindak sebagai pengambil keputusan. Dari sisi ini NU dikatagorikan sebagai “Organisasi staf”.
Kemudian jika dilihat dari sudut pembagian tugas se suai dengan bidangnya, sehing ga melahirkan badan oto nom (banom) yang berhak mengatur rumah tangganya sen diri , maka N U dapat disebut sebagai organisasi “fungsi onal”. Dengan demikian pola organisasi NU merupakan pola gabungan antara “lini”, staf dan fungsional”.

3. Struktur Kepengurusan Nahdlatul Ulama’
Struktur kepengurusan N U terdiri dari Mustasyar , Syuriyah, dan Tanfidziyah. Mustasyar bertugas menye lengarakan pertemuan setiap kali dianggap perlu untuk se cara kolektif memberikan nasehat kepada pengurus N U menurut tingkatannya dalam rangka menjaga kemurnian Khitthoh Nahdhliyah dan Islahu Dzitilbain.

Pengurus Syuriyah selaku pimpinan tertinggi berfung si secara kolektif sebagai pembi na, pengendali, pengawas dan penentu kebijaksanaan N U mempunyai tugas ;
a. Menentukan arah kebijaksanaan N U dalam melaksana kan usaha dan tindakan untuk mencapai tujuan organi sasi.
b. Memberi petunjuk, bimbingan dan pembinaan dalam me mahami, menganalisa, dan mengamalkan ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah Waljamaah baik di bidang aqidah, syariah, maupun tasawwuf/ akhlak.
c. Mengendalikan, mengawasi dan memberikan koreksi ter hadap semua perangkat organisasi N U agar pelaksana an program-program N U berjalan di atas ketentuan jam iyah dan agama Islam.
d. Membimbing, mengarahkan, dan mengawasi Badan Oto nom, Lembaga dan Lajnah langsung di bawah Syuriyah.
e. Membatalkan keputusan atau langkah organisasi N U yang dinilai bertentangan deng an ajaran Ahlussun nah Waljamaah .

Sedangkan pengurus Tanfidziyah sebagai pelaksana harian mempunyai tugas-tugas :
a. Memimpin jalannya organisasi sehari-hari sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pengurus Syuri yah .
b. Melaksanakan program jamiyah N U .
c. Membimbing, mengarahkan, memimpin, dan mengawasi kegiatan-kegiatan jamiyah yang berada di bawahnya .
d. Menyampaikan laporan secara periodik kepada pengu rus Syuriyah mengenai pelaksanaan tugas-tugasnya .

Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, Pengurus Tanfidziyah berwenang membentuk tim-tim kerja tetap (permanen) atau sementara (temporer) sesuai kebutuhan dan tuntutan perkembangan zaman, berikut pembagian tugas dan penerapan tatakerjanya.
Sebagai organisasi yang berskala nasional, tingkat-tingkat kepengurusan dalam N U diatur berdasarkan ting kat daerah, sesuai dengan Undang-undang dan peraturan yang berlaku.
1. Untuk tingkat Pusat dipergunakan istilah Pengurus Besar (PB) berkedudukan di ibukota negara.
2. Tingkat Propinsi atau daerah yang disamakan dengan itu dipergunakan istilah Pengurus Wilayah (PW) .
3. Di tingkat Kabupaten/ kota/ kota Administratif dise but Pengurus Cabang (PC) .
4. Di tingkat Kecamatan disebut Majlis Wakil Cabang (MWC NU) .
5. Sedangkan di tingkat Desa atau Kelurahan disebut Pengurus Ranting (PRNU) .

B. Perangkat Keorganisasian dalam Nahdlatul Ulama’
Untuk melaksanakan usaha-usaha dalam rangka men capai tujuan Jamiyah Nahdlatul Ulama’, telah dibentuk perangkat-perangkat organisasi yang terdiri atas; Lemba ga, Lajnah dan Badan Otonom yang ketiganya merupakan bagian integral dari Nahdlatul Ulama’.

Lembaga ;
Lembaga adalah perangkat departemenasi organisasi N U yang berfungsi sebagai pelaksana kebijaksanaan NU, khusus nya yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu.
Lembaga-lembaga yang yang telah terbentuk pada Pengu rus Besar, antara lain :
a. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama, (LDNU) ; ber tugas melaksanakan kebijaksanaan N U di bidang pe nyiaran agama Islam Ahlussunnah Waljamaah.
b. Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama, (LP Ma’arif NU) ; bertugas melaksanakan kebijaksa naan N U di bidang pendidikan dan penga jaran, baik jalur sekolah maupun luar sekolah selain pondok pesantren .
c. Lembaga Sosial Mabarrot Nahdlatul Ulama, (LSMNU) ; bertugas melaksanakan kebijaksanaan N U di bidang Sosial dan Kesehatan .
d. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama, (LENU) ; bertugas melaksanakan kebijak sanaan N U di bidang pengembangan Ekonomi warga .
e. Lembaga Pembangunan dan Pengembangan Perta nian Nahdlatul Ulama, (LP 3 NU) ; bertugas melak sanakan kebijaksanaan N U di bidang pengem bangan Pertanian, Peternakan,
f. Rabithoh Ma’ahid Islamiah(RMI) ; bertugas melak sanakan kebijaksanaan N U di bidang pengem bangan Pondok Pesantren
g. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama , (LKKNU) ; bertugas melaksana kan kebijaksanaan N U dibidang Kemaslahatan Keluarga, Kependudukan dan Lingkungan hidup .
h. Haiah Ta’mirul Masajid Indonesia ( HTMI ) ; bertu gas melaksanakan kebijaksanaan N U di bidang pe ngembangan dan Kemakmuran masjid.
i. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia ( LAKPESDAM ) ; bertu gas melaksana kan kebijaksanaan N U di bidang Pengkajian dan pe ngembangan Sum berdaya Manusia .
j. Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja, (LKKNU) ; bertugas melaksanakan kebijaksa naan N U di bidang pengembangan ketenagakerjaan .
k. Lembaga Seni Budaya Muslimaan Indonesia, (LESBUMI) ; bertugas melaksana kan kebijaksanaan N U di bidang pengembangan Kesenian dan Kebuda yaan selain Seni Hadrah/ Terbangan .
l. Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum (LPBH) ; bertugas melaksanakan penyuluhan dan memberikan bantuan hukum .
Lembaga dapat dibentuk di tingkat Pusat, Wilayah, Cabang, Majlis Wakil Cabang dan Ranting, sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan kemampuan. Pembentukan dan peng hapusan lembaga ditetap kan oleh permusyawaratan tertinggi pada masing-ma sing tingkat kepengurusan N U .

Lajnah ;
Lajnah adalah perangkat organisasi N U untuk me laksanakan program N U yang memerlukan penanganan khusus. Lajnah yang telah dibentuk di tingkat Pengurus Besar adalah :
a. Lajnah Falakiyah ; bertugas mengurus masalah hisab (hitungan) dan Ru’yatul Hilah ( melihat bulan) di matlak (tempat untuk meneropong/ melihat bulan) .
b. Lajnah Ta’lif wan Nasyr ; bertugas mengurus penulisan, penerjemahan dan penyebar an kitab-kitab menurut faham Ahlussunnah Waljamaah dan bentuk-bentuk penerbitan lain yang sesuai.
c. Lajnah Waqfiyah Nahdlatul Ulama ; bertugas meng himpun, mengurus dan mengelo la tanah serta bangun an yang diwaqakafkan kepada Nahdltul Ulama .
d. Lajnah Zakat, Infaq dan Shodaqoh ; bertugas meng himpun, dan mengelola dan mentasharrufkan zakat, in fak dan shodaqoh.
e. Lajnah Bahtsul Masail Diniyah ; bertugas menghimpun, membahas dan memecahkan masalah-masalah yang mauquf (mandek) dan waqiiyah yang harus segera mendapat kan kepastian hukum syar’i .

Lajnah dapat dibentuk di tingkat Wilayah sesuai dengan kebu tuhan, penanganan, dan perubahan khusus, serta ketersediaan tenaga. Penyusunan dan perubahan Pengurus Lajnah dilaku kan oleh sebuah tim yang dibentuk khusus untuk itu oleh Pe ngurus NU di tingkat masing-masing, terdiri atas unsur Pengu rus NU dan Pengurus Lajnah yang bersang kutan .



Badan Otonom ;
Adapun Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdltul Ulama yang ber fungsi membantu melaksanakan kebijakan N U, khususnya yang berkaitan dengan kelom pok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan . Badan otonom diberi hak mengatur rumah tangganya sen diri sesuai dengan Peraturan Dasar dan Rumah Tangga masing-masing .
Badan Otonom dapat dibentuk di semua Kepengurusan Nahdltul Ulama terdiri atas;
a. Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat N U)
b. Gerakan Pemuda Ansor (G P. Ansor)
c. Fatayat Nahdltul Ulama (Fatayat N U)
d. Ikatan Pelajar Nahdltul Ulama (IPNU)
e. Ikatan Pelajar Puteri Nahdltul Ulama (IPPNU)
f. Jamiyah Ahlit Thoriqoh Al Muktabaroh An Nahdliyah
g. Jamiatul Qurra’ wal Huffadz
h. Ikatan Sarjana Nahdltul Ulama (ISNU)
i. Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa Nahdltul Ulama (LPSPNNU)
j. Ikatan Seni Hadrah Indonesia (ISHARI)

C. Kegiatan organisasi dalam Nahdlatul Ulama’

Adapun kegiatan organisasi Nahdltul Ulama khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat adalah :
a. Lailatul Ijtima’ yang dilaksanakan di tingkat Ran ting Nahdltul Ulama bersama MWCNU setempat; Sholat Gho ib pada arwah pendiri, pengurus dan anggota yang telah wafat dan mendahului kita. Konsolidasi organisasi, Cera mah agama dsb. Dahulu diambil waktu Bulan Purnama, tetapi sekarang sudah menyesuaikan .
b. Bahtsul Masail, di semua tingkat kepengurusan yang di laksanakan di tingkat, Pusat sampai dengan Ranting Nahdltul Ulama, oleh Rois Syuriyah dan jajaran lain.
c. Baca Yasin-Tahlil, Istighotsah, Burdah, Manaqib, Diba’, Hadrah , yang dilaksanakan di tingkat Ranting maupun bersama MWCNU setem pat atau sendiri-sendiri di Ranting masing-masing.
d. Baca Burdah, Diba’, Hadrah, Tanjidor yang dilaksana kan pada acara Walimahan, berbagai acara khusus mau pun umum, di rumah, pesantren dan tempat pengajian.
e. Sosial Mabarrot, santunan terhadap Yatim piatu, kaum dhuafa.
f. Semua Lembaga dan Lajnah, adalah merupakan kegiat an ormasy NU.

D. Kedududukan Ulama dalam NU adalah keduduk an Sentral ;
a. Para Ulama’ adalah pendiri NU
b. Para Ulama’ adalah pengendali NU
c. Para Ulama’ adalah panutan kaum Nahdliyyin/ warga besar NU.

Maka para Santri dan Siswa Madrasah serta Sekolah di bawah naungan LP. Maarif adalah calon pelestari Nahdlatu Ulama’ masa mendatang ?, untuk mengembalikan dan mem perbaiki penyalahgunaan kepentingan sesaat agar bisa dilurus kan seperti sediakala maksud dan tujuan suci Pendirinya. atau hanya cukup pernah membaca Kejayaan Ormasy Keagamaan terbesar di Negaranya ? Indonesia tercinta ini, atau “Pokok nya Islam” ?, atau mempunyai jawaban lain ?.
Ini jawaban penulis, kepada si penanya tadi, Wallahu A’lamu Bishshowaab.


Singosari, 3 Maret 2005 M.
23 Muharram1426 H.

*) Drs. H. M. Ali Ghufron R.MUBALLIGH
Staf Pengajar di YP.Almaarif Singosari ( MA & SMAI) Singosari, YAPISH (SMA Shalahuddin) Malang, Muballigh dan Mantan Ketua GP. Ansor Ancab. Singosari (1993-1998), Wakil Ketua GP. Ansor Kab. Malang (1995 – 1999), berkhidmat di Bagian (MWC NU) Singosari. Malang. Sekretaris MUI Kec Singosari Malang