Daftar Blog Saya

Jumat, 10 Desember 2010

muharam 1432 H.

HADITS NABI TENTANG....

sebuah hadits terkenal contohnya ini saya ambil dari kitab shoheh Bukhari no. Hadits 44. Hampir di semua kitab hadits ada termasuk dalam Kitab Muwatto Ibnu Malik.:

…جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ….. هُوَ يَسْأَلُ عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ فَقَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصِيَامُ رَمَضَانَ قَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُ قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكَاةَ قَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ قَالَ فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لَا أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلَا أَنْقُصُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ

“Artinya: seorang laki-laki dari Najd bertanya tentang Islam kepada Rasulullah saw lalu dijawab: “Ada lima sholat sehari semalam.”
“Adakah lagikah selain sholat lima waktu buatku?”
“Tidak ada! Kecuali salat tatowwu’ ”
“Lalu berpuasa Ramadhan” Lanjut sabda Nabi Saw yang mulia.
“Ada lagikah selain puasa ramadhan buatku?”
“Tidak ada! Kecuali tatowwu’ ”
“Kemudian berzakat” Sabda Nabi Saw yang mulia.
“Ada lagikah selain berzakat buatku?”
“Tidak ada! Kecuali tatowwu’ ”
“Demi Allah, saya tidak akan menambah dan menguranginya.” Sahut lelaki itu sambil berlalu.
“Baguslah jika benar (adanya).”

… Jadi shalat [sunnah] yang dikerjakan itu masuk kategori shalat TATOWWU’ sebuah shalat yang dianjurkan ditambah oleh nabi dengan ungkapan Tatowwu’… Bahkan tatowwu’ ini bukan shalat saja, sedekah tatowwu’, puasa tatowwu’ termasuk puasa rajab dan lain-lain.

Namanya tatowwu’ adalah tambahan … Di buntet pesantren di Rumah Kyai Izzuddin (alm) dilakukan shalat sunnah awal dan akhir tahun. Di tempat kyai lain tidak dikerjakan secara bareng2. Mungkin kyai lain mengerjakan secara sendiri mungkin juga tidak. Apa pasal, karena sifatnya sunnah, boleh dikerjakan boleh juga tidak. Jadi di Buntet saja berbeda, apalagi di pesantren lain.

Tetapi jangan kemudian masalah sunnah ini “diharamkan” apalagi diumumkan ketidak sukaanya. … dan hayo jangan perhitungan kalau mau mengerjakan shalat sunnah, seperti juga jangan perhitungan kalau mau sedekah dan puasa karena Nabi menggaransi dengan istilah TATOWWU’ untuk tambahan amalan-amalan wajib. Afwan, Wallhu a’lam.

Semoga juga kita merenungkan hadits-hadits berikut ini yang menunjukkan besarnya dosa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja dan karena malas-malasan.

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257)

Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574)

Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu -bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ

“Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566)

Oleh karena itu, orang-orang yang meninggalkan shalat seperti yang kami contohkan di atas haruslah bertaubat dengan penuh penyesalan, bertekad tidak akan mengulanginya lagi dan dia harus kembali menunaikan setiap shalat pada waktunya.

Namun, kalau bangun di pagi hari ketika matahari terbit tidak menjadi kebiasaan, maka dia harus mengerjakan shalat tersebut ketika dia ingat atau ketika dia bangun dari tidurnya.

Kita dapat melihat hal ini dalam hadits dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا

“Barangsiapa yang lupa atau tertidur dari shalat, maka kafaroh (tebusannya) adalah dia shalat ketika dia ingat.” (Muttafaqun’ alaih, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Lihat Misykatul Mashobih yang ditahqiq oleh Syaikh Al Albani)

Dari Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ليس في النوم تفريط إنما التفريط في اليقظة . فإذا نسي أحدكم صلاة أو نام عنها فليصلها إذا ذكرها فإن الله تعالى قال : ( وأقم الصلاة لذكري )

“Jika seseorang tertidur, itu bukanlah berarti lalai dari shalat. Yang disebut lalai adalah jika seseorang dalam keadaan sadar (sudah terbangun). Jika seseorang itu lupa atau tertidur, maka segeralah dia shalat ketika dia ingat. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Tunaikanlah shalat ketika seseorang itu ingat.” (QS. Thaha: 14).” (HR. Muslim. Shohih. Lihat Misykatul Mashobih yang ditahqiq oleh Syaikh Al Albani)

Bagaimana Mengerjakan Shalat Ketika Matahari Terbit padahal Terdapat Larangan Mengenai Hal Ini?

Dijelaskan dalam Fatwa Lajnah no. 5545 bahwa jika seseorang tertidur sehingga luput dari shalat shubuh, dia terbangun ketika matahari terbit atau beberapa saat sebelum matahari terbit atau beberapa saat sesudah matahari terbit; maka wajib baginya mengerjakan shalat shubuh ketika dia terbangun, baik matahari terbit ketika dia sedang shalat atau ketika mau memulai shalat matahari sedang terbit atau pun memulai shalat ketika matahari sudah terbit, dalam kondisi ini hendaklah dia sempurnakan shalatnya sebelum matahari memanas. Dan tidak boleh seseorang menunda shalat shubuh hingga matahari meninggi atau memanas.
Adapun hadits yang menyatakan larangan shalat ketika matahari terbit karena pada waktu itu matahari terbit pada dua tanduk setan (HR. Muslim), maka larangan yang dimaksudkan adalah jika kita mau mengerjakan shalat sunnah yang tidak memiliki sebab atau mau mengerjakan shalat wajib yang tidak disebabkan karena lupa atau karena tertidur. –Demikian maksud dari Fatwa Lajnah- Oleh karena itu, jika memang kita lupa atau tertidur sehingga luput menunaikan shalat wajib, maka tidak terlarang kita mengerjakan shalat ketika matahari terbit. Wallahu a’lam bish showab.

sebuah hadits terkenal contohnya ini saya ambil dari kitab shoheh Bukhari no. Hadits 44. Hampir di semua kitab hadits ada termasuk dalam Kitab Muwatto Ibnu Malik.:

…جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ….. هُوَ يَسْأَلُ عَنْ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ فَقَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصِيَامُ رَمَضَانَ قَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُ قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ قَالَ وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكَاةَ قَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ قَالَ فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ وَاللَّهِ لَا أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلَا أَنْقُصُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ

“Artinya: seorang laki-laki dari Najd bertanya tentang Islam kepada Rasulullah saw lalu dijawab: “Ada lima sholat sehari semalam.”
“Adakah lagikah selain sholat lima waktu buatku?”
“Tidak ada! Kecuali salat tatowwu’ ”
“Lalu berpuasa Ramadhan” Lanjut sabda Nabi Saw yang mulia.
“Ada lagikah selain puasa ramadhan buatku?”
“Tidak ada! Kecuali tatowwu’ ”
“Kemudian berzakat” Sabda Nabi Saw yang mulia.
“Ada lagikah selain berzakat buatku?”
“Tidak ada! Kecuali tatowwu’ ”
“Demi Allah, saya tidak akan menambah dan menguranginya.” Sahut lelaki itu sambil berlalu.
“Baguslah jika benar (adanya).”

Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib

Pertama: Shalat adalah sebaik-baik amalan

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلاَةُ

Ketahuilah, sebaik-baik amalan bagi kalian adalah shalat.[1]

Kedua: Akan meninggikan derajat di surga karena banyaknya shalat tathowwu’ (shalat sunnah) yang dilakukan

Tsauban –bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah ditanyakan mengenai amalan yang dapat memasukkannya ke dalam surga atau amalan yang paling dicintai oleh Allah. Kemudian Tsauban mengatakan bahwa beliau pernah menanyakan hal tersebut pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau menjawab,

عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً

Hendaklah engkau memperbanyak sujud kepada Allah karena tidaklah engkau bersujud pada Allah dengan sekali sujud melainkan Allah akan meninggikan satu derajatmu dan menghapuskan satu kesalahanmu.[2] Ini baru sekali sujud. Lantas bagaimanakah dengan banyak sujud atau banyak shalat yang dilakukan?!

Ketiga: Menutup kekurangan dalam shalat wajib

Seseorang dalam shalat lima waktunya seringkali mendapatkan kekurangan di sana-sini sebagaimana diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلاَّ عُشْرُ صَلاَتِهِ تُسْعُهَا ثُمُنُهَا سُبُعُهَا سُدُسُهَا خُمُسُهَا رُبُعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

Sesungguhnya seseorang ketika selesai dari shalatnya hanya tercatat baginya sepersepuluh, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, separuh dari shalatnya.”[3]

Untuk menutup kekurangan ini, disyari’atkanlah shalat sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ

Sesungguhnya amalan yang pertama kali akan diperhitungkan dari manusia pada hari kiamat dari amalan-amalan mereka adalah shalat. Kemudian Allah Ta’ala mengatakan pada malaikatnya dan Dia lebih Mengetahui segala sesuatu, “Lihatlah kalian pada shalat hamba-Ku, apakah sempurna ataukah memiliki kekurangan? Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun, jika shalatnya terdapat beberapa kekurangan, maka lihatlah kalian apakah hamba-Ku memiliki amalan shalat sunnah? Jika ia memiliki shalat sunnah, maka sempurnakanlah pahala bagi hamba-Ku dikarenakan shalat sunnah yang ia lakukan. Kemudian amalan-amalan lainnya hampir sama seperti itu.[4]

Keempat: Rutin mengerjakan shalat rawatib 12 raka’at dalam sehari akan dibangunkan rumah di surga.

Dari Ummu Habibah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ

Barangsiapa mengerjakan shalat sunnah dalam sehari-semalam sebanyak 12 raka’at, maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah rumah di surga.

Coba kita lihat, bagaimana keadaan para periwayat hadits ini ketika mendengar hadits tersebut. Di antara periwayat hadits di atas adalah An Nu’man bin Salim, ‘Amr bin Aws, ‘Ambasah bin Abi Sufyan dan Ummu Habibah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang mendengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara langsung.

Ummu Habibah mengatakan, “Aku tidak pernah meninggalkan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari sejak aku mendengar hadits tersebut langsung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ”

‘Ambasah mengatakan, “Aku tidak pernah meninggalkan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari sejak aku mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah.”

‘Amr bin Aws mengatakan, “Aku tidak pernah meninggalkan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari sejak aku mendengar hadits tersebut dari ‘Ambasah.”

An Nu’man bin Salim mengatakan, “Aku tidak pernah meninggalkan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari sejak aku mendengar hadits tersebut dari ‘Amr bin Aws.”[5]

Yang dimaksudkan dengan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari dijelaskan dalam riwayat At Tirmidzi, dari ‘Aisyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ

Barangsiapa merutinkan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari, maka Allah akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas raka’at tersebut adalah empat raka’at sebelum zhuhur, dua raka’at sesudah zhuhur, dua raka’at sesudah maghrib, dua raka’at sesudah ‘Isya, dan dua raka’at sebelum shubuh.[6]

Hadits di atas menunjukkan dianjurkannya merutinkan shalat sunnah rawatib sebanyak 12 raka’at setiap harinya.[7]

Dua belas raka’at rawatib yang dianjurkan untuk dijaga adalah: [1] empat raka’at[8] sebelum Zhuhur, [2] dua raka’at sesudah Zhuhur, [3] dua raka’at sesudah Maghrib, [4] dua raka’at sesudah ‘Isya’, [5] dua raka’at sebelum Shubuh.

Shalat Qobliyah Shubuh Jangan Sampai Ditinggalkan

Shalat sunnah qobliyah shubuh atau shalat sunnah fajr memiliki keutamaan sangat luar biasa. Di antaranya disebutkan dalam hadits ‘Aisyah,

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

Dua raka’at sunnah fajar (qobliyah shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.[9]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersemangat melakukan shalat ini, sampai-sampai ketika safar pun beliau terus merutinkannya.

‘Aisyah mengatakan,

لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - عَلَى شَىْءٍ مِنَ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah memiliki perhatian yang luar biasa untuk shalat sunnah selain shalat sunnah fajar.[10]

Ibnul Qayyim mengatakan, “Termasuk di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar adalah mengqoshor shalat fardhu dan beliau tidak mengerjakan shalat sunnah rawatib qobliyah dan ba’diyah. Yang biasa beliau tetap lakukan adalah mengerjakan shalat sunnah witir dan shalat sunnah qabliyah shubuh. Beliau tidak pernah meninggalkan kedua shalat ini baik ketika bermukim dan ketika bersafar.”[11]

Tiga Model untuk Shalat Rawatib Zhuhur

Dalam melakukan shalat sunnah rawatib zhuhur ada tiga model yang bisa dilakukan.

Pertama: Empat raka’at sebelum Zhuhur dan dua raka’at sesudah Zhuhur sebagaimana telah dikemukakan dalam hadits ‘Aisyah di atas.

Kedua: Empat raka’at sebelum Zhuhur dan empat raka’at sesudah zhuhur. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits Ummu Habibah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَافَظَ عَلَى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَأَرْبَعٍ بَعْدَهَا حَرُمَ عَلَى النَّارِ

Barangsiapa merutinkan shalat sunnah empat raka’at sebelum Zhuhur dan empat raka’at sesudah Zhuhur, maka akan diharamkan baginya neraka.[12]

Ketiga: Dua raka’at sebelum Zhuhur dan dua raka’at sesudah Zhuhur. Dari Ibnu ‘Umar, beliau mengatakan,

فِظْتُ مِنَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - عَشْرَ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِى بَيْتِهِ ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِى بَيْتِهِ ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ

“Aku menghafal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sepuluh raka’at (sunnah rawatib), yaitu dua raka’at sebelum Zhuhur, dua raka’at sesudah Zhuhur, dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at sesudah ‘Isya, dan dua raka’at sebelum Shubuh.”[13]

Ringkasan Jumlah Raka’at Shalat Rawatib

Shalat rawatib ada yang muakkad (ditekankan untuk dikerjakan) dan ghoiru muakkad (tidak begitu ditekankan untuk dikerjakan). Mengenai jumlah raka’at shalat sunnah rawatib tersebut, kami lampirkan pada tabel berikut.[14]

Shalat

Shalat Rawatib Muakkad

Shalat Rawatib Ghoiru Muakkad

Qobliyah

Ba’diyah

Shubuh

2 raka’at

-

-

Zhuhur

2 atau 4 raka’at

2 raka’at

2 raka’at ba’diyah

Ashar

-

-

4 raka’at qobliyah

Maghrib

-

2 raka’at

2 raka’at qobliyah

‘Isya

-

2 raka’at

2 raka’at qobliyah

Sumber: Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 1/381 (Hasil kesimpulan dari berbagai macam hadits yang membicarakan mengenai shalat sunnah rawatib).

Lebih Bagus Menjalankan Shalat Sunnah di Rumah

Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menjalankan setiap shalat sunnah di rumah, kecuali jika memang ada hajat atau faktor lain yang mendorong untuk melakukannya di masjid.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ الْمَرْءِ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوبَةَ

Sesungguhnya seutama-utama shalat adalah shalat seseorang di rumahnya selain shalat wajib.”[15]

Di antara keutamaan lainnya mengerjakan shalat di rumah, apalagi ketika baru datang dari masjid atau akan pergi ke masjid terdapat dalam hadits Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا خرجت من منزلك فصل ركعتين يمنعانك من مخرج السوء وإذا دخلت إلى منزلك فصل ركعتين يمنعانك من مدخل السوء

Jika engkau keluar dari rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang dengan ini akan menghalangimu dari kejelekan yang ada di luar rumah. Jika engkau memasuki rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang akan menghalangimu dari kejelekan yang masuk ke dalam rumah.[16]

Kontinu dalam Amalan itu Lebih Baik

Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. [17]

An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.”[18]

Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah amalan yang konsekuen dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar.”[19]

Demikian sedikit penjelasan dari kami mengenai shalat sunnah rawatib. Semoga kita termasuk hamba Allah yang bisa merutinkannya. Hanya Allah yang memberi taufik.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Mukmin yang Taqwa Memberi Manfaat Terhadap Sesamanya dan Tidak Merusak Lingkungan Hidup

(2-11-2007)

اَلْحَمْدُ ِللّهِ الْعَلِيْمِ الْقَدِيْرِ اَشْهَدُ أَنْ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ هُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْبَشِيْرُ النَّذِيْرُ وَالسِّرَاجُ الْمُنِيْرُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ وَاِلَى اللهِ الْمَصِيْرُ. اَمَّابَعْدُ فَيَاعِبَادَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْنَ










Hadirin Sidang Jum’at Rahimakumullah

Melalui kesempatan ini, marilah kita saling mengingatkan untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT agar keberadaan kita ditengah hiruk pikuknya kehidupan dunia ini selalu memberi manfaat dan maslahat terhadap sesama ma-nusia dan kehidupan pada umumnya.

Sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi ini, manusia mukmin yang taqwa selain ta’at menjalankan iba-dah, naluri kemanusiaannya selalu tergerak dan terpanggil untuk membangun kehidupan masyarakat dan lingkungannya dengan memperbanyak amal kebajikan atau amal shaleh. Si-kap dan perilaku mereka terpelihara dari sekecil apapun per-buatan yang dapat menimbulkan kerugian atau kemadaratan terhadap sesama manusia dan terhadap sesama mahluk Allah yang lainnya.

Rasulullah Saw telah memberi tamsil atau perumpamaan bagi kehidupan manusia mukmin itu bagaikan kehidupan lebah.

Sabda beliau:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِ كَمَثَلِ النَّحْلَةِ إِنْ أَكَلَتْ طَيِّبَةً وَاِنْ وَضَعَتْ وَضَعَتْ طَيِّبَةً وَاِنْ قَعَتْ عَلى عُوْدٍ نَخْرٍ لَمْ تَكْرِهْ

“Perumpamaan manusia mukmin itu bagaikan lebah. Apabila ia makan ia makan barang yang baik, dan apa-bila ia mengeluarkan sesuatu dari badannya yang dike-luarkannya itupun barang yang baik pula. Dan apabila ia hinggap sekalipun di sebuah ranting yang lapuk, ma-ka tempat ia hinggap itu sedikitpun tidak menjadi ru-sak karenanya”. (HR. Abu Dawud)

Dari tamsil tersebut ada tiga sikap positif yang terpan-car dari kehidupan manusia mukmin. Pertama, rizqi yang di-gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dari rizqi yang baik-baik dan diperoleh dengan cara yang baik pula (halaalan thayyiban). Kedua, apa yang dimilikinya (har-ta, tenaga, pemikiran, dan perbuatan) selalu digunakan untuk kebajikan yang memberi manfaat dan maslahat bagi sesama. Ketiga, tidak menimbulkan madarat atau kerusakan bagi ling-kungannya baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam.

Hadirin Sidang Jum’at Rahimakumullah

Rasulullah Saw memberi tamsil bagi kehidupan ma-nusia mukmin dengan lebah tadi, karena mahkluk Allah yang satu itu memiliki sifat positif konstruktif yang harus dijadikan pelajaran moral (mauidhah) oleh setiap insan yang mendam-bakan kemuliaan dan keridhaan di sisi-Nya.

Di dalam al-Qur’an terdapat salah satu surat yang diberi nama an-Nahl yang berarti lebah. Allah Swt pada surat ter-sebut ayat 68-69 berfirman:




“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu dan di rumah-rumah yang didirikan manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap macam buah-buahan dan tem-puhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan bagi-mu”. Dari perut lebah itu keluar cairan madu yang ber-macam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pa-da yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS. an-Nahl, 16: 68-69)

Hadirin Kaum Muslimin Rahimakumullah

Pada ayat ini Allah Swt meminta perhatian kita untuk memperhatikan kehidupan lebah. Allah Swt telah memberi-kan instink (naluri) kepada lebah untuk bersama-sama mem-buat sarang-sarangnya di bukit-bukit, di pepohonan dan di ru-mah-rumah. Lebah diberi kemudahan untuk mengumpulkan makanannya yang baik-baik berupa sari buah-buahan dan bunga-bungaan. Kemudian lebah itu diberi kemahiran untuk mengubah makanannya tadi menjadi madu yang bermacam-macam warnanya dan manis rasanya. Madu lebah menjadi obat yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Dan satu hal lagi yang perlu diperhatikan bahwa lebah memiliki sifat ke-wiraan atau kepahlawanan yakni apabila sarangnya diganggu orang, mereka siap menyerang dan menyengat walaupun harus ditebus dengan nyawanya atau mati.

Sidang Jum’at Rahimakumullah

Rasulullah Saw memberi tamsil bagi kehidupan manu-sia mukmin bagaikan kehidupan lebah artinya bahwa:

1. Umat mukmin harus bekerja sama bahu membahu untuk membangun negaranya serta menjaga kehormatan dan ke-daulatan bangsanya dari pihak luar sehingga kehidupan bangsa dan negaranya tertib, aman dan sejahtera.

2. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya setiap mukmin ha-rus mencari rizqi yang bersih (halal) tidak menghalalkan segala cara yang melanggar aturan Allah maupun aturan yang dibuat manusia sehingga menyulitkan diri sendiri dan merugikan orang lain.

3. Selalu memberi manfaat dan maslahat terhadap orang lain baik dengan hartanya maupun dengan perbuatannya.

Rasulullah Saw bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

“Sebaik-baik manusia ialah yang paling berguna bagi sesamanya”. (al-Hadits)

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Ibarat lebah. Begitulah hendaknya sikap dan sifat ke-hidupan kita sehingga di manapun kita berada selalu memberi arti dan mengisi, bermakna dan berguna bagi kehidupan ma-syarakat bangsa dan negara.

Sebagai manusia mukmin yang bertaqwa terhadap Allah Swt harus meniru sifat-sifat lebah tadi jangan seperti kehidupan lalat. Lebah tidak hinggap di sembarang tempat. Tempat hinggap, makan, dan minumnya di tempat yang ter-pilih. Tidak demikian halnya dengan lalat. Makan, minum dan tempat hinggapnya di sembarang tempat di tempat kotor dan menjijikan pun apa boleh buat. Setelah itu terbang kesana kemari bukan memberi manfaat tapi menyebar penyakit me-nimbulkan madarat.

Kehidupan manusia mukmin yang bertaqwa bukan pula seperti ulat. Apabila ulat tinggal pada daun yang segar maka tempat tinggalnya itu digulung habis dan dilumat sampai ru-sak. Ia tidak peduli dan tidak ambil pusing lagi. Yang penting baginya asal perutnya kenyang badannya gemuk semuanya dilakukan walaupun harus merusak lingkungan.

Kaum Muslimin Rahimakullullah

Dengan mengambil i’tibar (cerminan) dan mau’idah (pelajaran moral) dari kehidupan mahluk-mahluk Allah tadi semoga hidup dan kehidupan kita, keberadaan dan peranan kita dimanapun, kapanpun, dan dalam status serta posisi apa-pun harus berguna dan bermanfaat bagi siapapun sehingga dengan kehadirannya dapat selalu memberikan kontribusi yang baik bagi kepentingan sesamanya dan tidak merugikan orang lain.

Selanjutnya agar kita dapat menjalani kehidupan yang memberi arti dan bermanfaat sebagaimana yang dikehendaki Allah Swt hendaknya kita selalu memperhatikan lima persoalan pokok dalam kehidupan ini:

Pertama, menegakan agama dalam kehidupan agar menjadi pedoman dalam berbagai urusan.

Kedua, membangun kehidupan dunia yang baik sebagai sarana ibadah kepada Allah Swt dan Ihsan bagi kemanusiaan.

Ketiga, mempersiapkan kehidupan akhirat yang baik di sisi Allah Swt dengan memperbanyak ibadah dan amal shaleh

Keempat, menjadikan kesempatan hidup di dunia ini untuk memperbuat kebajikan.

Kelima, mempersiapkan kematian yang baik pada jalan Allah dengan menghindarkan sekecil apapun perbuatan dosa sehingga kebaikan kita selalu dikenang orang bukan kematian yang dikutuk dan dilaknat orang.

Kelima persoalan tersebut tersirat pada do’a Rasulullah Saw berikut ini:

اَللّهُمَّ أَصْلِحْ لِى دِيْنِى الَّذِىْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِىْ وَأَصْلِحْ لِى دُنْيَايَ الَّتِىْ فِيْهَا مَعَاشِىْ وَأَصْلِحْ لِىْ أخِرَتِىْ الَّتِىْ إِلَيْهَا مَعَادِىْ وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِىْ فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةًلِىْ مِنْ كُلِّ شَرٍّ

“Ya Allah baikkanlah untukku agamaku sebagai pedo-man dalam segala urusanku. Baikkan pula bagiku du-niaku sebagai tempat penghidupanku. Dan baikkanlah akhiratku yang padanya tempat kembaliku nanti. Jadi-kanlah kehidupanku ini sebagai tambahan bagiku dalam segala kebaikan. Dan jadikanlah kematianku nanti se-bagai pelepas segala keburukan bagiku”. (HR. Dzailami dari ‘Ali bin Abi Thalib ra)

Hadirin Rahimakumullah

Akhirnya hanya kepada Allah Swt jualah kita memo-hon ampun, rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga dengan berbekal keimanan dan ketaqwaan dapat mengantarkan kita sela-mat di dunia dan selamat di akhirat.

أَقُوْلِ قَوْلِ هذَا وَاسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ لِىْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Bln Dzul Qo’dah/Hapit (14-11-2008)

TAWAKKAL




Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,

Marilah kita bersama-sama meningkatkan taqwa kepada Allah SWT, taqwa dalam arti menjalankan semua perintahNya dan meninggalkan segala laranganNya.

Dan jangan sekali-kali kita meninggalkan dunia ini, kecuali dalam keadaan beriman dan islam.

Sesuai seruan Allah SWT dalam firman-Nya




“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”.

Hadirin kaum Muslin Rohimakumullah,

Kita menyadari bahwa kelemahan manusia ialah sifatnya yang serba terbatas, sehingga dalam menjalani kehidupan di dunia ini tidak terlepas dari saling membutuhkan pertolongan di antara sesama hamba, sebab dengan keterbatasan tadi tidak mungkin seseorang sanggup mngatasi sendiri persoalan-persoalan hidupnya.

Tegasnya betapapun kekuatan, harta dan kedudukan seseorang, tidaklah merupakan jaminan untuk hidup menyendiri secara mutlak. Untuk itulah Allah SWT memerintahkan kita semua untuk saling tolong menolong. Sebagaimana firman_nya yang ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 2 :




“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,

Tolong menolong sesama hamba Allah adalah terbatas hanya dalam urusan duniawi atau lahiriyah, akan tetapi pertolongan mutlak yang kita perlukan ialah dari Allah SWT., pertolongan inilah yang merupakan jaminan keberhasilan segala usaha untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Pertolongan Allah SWT. Hanya bisa didapat dengan melalui memohon, berdo’a dan mendekatkan diri kepada-Nya serta menyerahkan segala urusan kita baik duniawi maupun ukhrowi. Itulah yang kita kenal dengan Tawakkal.

Lalu siapa yang mendapat pertolongan dari Allah SWT ?

Dalam hal ini Allah SWT telah memberikan ketentuan sebagaimana firman_Nya yang tersirat dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 34 :


Artinya : “Maka Tuhan-mu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kepada-Nya. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh”.

Dari ayat tersebut nyatalah bahwa Allah SWT. akan memberikan pertolongan-Nya kepada mereka yang pasrah diri kepada-Nya. Dengan catatan, sudah barang tentu segala usaha perlu dilakukan perjuangan dan pengorbanan dengan melalui berbagai ikhtiar dan berdo’a dengan memohon agar Allah SWT. membukakan pintu keberhasilan segala usaha.

Jadi pengertian tawakkal bukan berarti menyerah tanpa usaha, bergantung pada nasib atau masa bodoh, sebab menurut ajaran islam setiap usaha tidak terlepas dari ikhtiar.

Apabila kita dengan sepenuh hati dan segala kemampuan mencoba berikhtiar, kemudian berserah diri kepada-Nya, maka sebagaimana janji-Nya, Insya’Allah akan diberikan limpahan kenikmatan sebagai hasil upaya kita.

Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,

Setiap manusia hidup perlu mempunyai sikap Tawakkal namun di dalam proses menjalaninya tanpa di duga Allah SWT suka memberikan cobaan dan ujian, baik merupakan kehilangan harta benda, kematian anak, atau kematian sanak keluarganya atau bencana, memang semua itu dapat membuat hati resah dan sedih, akan tetapi kesemuanya itu hendaknya dihadapi dengan penuh kesabaran. Bersabar dalam arti tahan uji, tidak mudah putus asa serta bertekad untuk mengatasi kesulitan; yang demikian itulah salah satu cirri orang yang bertaqwa.

Nyatalah bahwa tawakkal dan sabar merupakan sikap orang-orang yang beriman dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya. Mereka yakin dengan cara itulah Allah SWT.akan memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Selain itu, jangan kita lupakan, bagi mereka yang mempunyai kelebihan harta untuk dapat membelanjakan sebagian rizqi/hartanya di jalan Allah, yakni untuk menolong dan menyantuni fakir miskin, anak yatim piatu dan untuk kepentingan masyarakat serta untuk pengembangan agama, sebab perbuatan inilah yang akan menambah keberkahan dalam hidup. Kehidupan penuh barokah itulah salah satu cirri kebahagiaan.

Hadirin sidang jum’at rohimakumullah,

Setelah mengharapkan kebahagiaan dunia juga kita mengharapkan kebahagiaan akhirat, sebab kebahagiaan akhirat merupakan tujuan akhir hidup manusia, untuk itu marilah kita senantiasa berusaha sebaik-baiknya dengan mengikuti tuntunan Allah SWT dan Rosul-Nya yang tersimpul dalam ajaran-ajaran agama Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an, hadist dan qiyas ijma ulama. Serta senantiasa bertawakkal kepada Allah SWT, karena dengan berserah diri kepada-Nya akan menumbuhkan keteguhan hati, ketenangan, keberanian dan membuahkan nilai-nilai rokhani yang terpuji.




KHUTBAH ZULHIJJAH / Pengorbanan dan Perjuangan

(7-12-2007)















Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,

Marilah kita sama-sama saling mengingatkan untuk bertaqwa kepada Allah SWT. Dengan sebenar-benar taqwa dalam arti senantiasa ta’at kepada apa yang diperintahkan Allah SWT dan menjauhi segala apa yang dilarangNya. karena hanya dengan taqwa, kita akan mendapatkan ampunan, dan pertolongan-Nya untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,

Sebagaimana kita ketahui bersama, beberapa waktu yang lalu kita telah menyaksikan pemberangkatan saudara-saudara kita para jemaah calon haji, dan kita rasakan bersama betapa kebahagiaan telah menghiasi wajah mereka dan sejuta harapan telah tertanam dalam di lubuk hati mereka, manakala saudara-saudara kita tadi meninggalkan kampung halamannya terbang menuju kiblat umat Islam sedunia, memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tidak ada ibadah seagung ibadah haji, tidak ada sesuatu agama yang memiliki konsep ibadah seperti konsep haji Islam. Haji mengandung seribu makna, merangkum sejuta hikmah. Karena itu haji merupakan tiang kelima dari kelima pilar utama dalam Islam. Mereka berjuang berkorban melaksanakan berbagai syarat dan rukun haji berikut sunnahnya, berupaya memahami dan menjiwai syiar haji yang teramat indah itu yaitu.

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ.

Dengan berharap dan mereka para jemaah haji berdo’a: Ya Allah aku datang, aku datang memenuhi panggilanMu, lalu aku berdiri di depan pintuMu. Aku singgah di sisiMu. Aku pegang erat kitabMu, aku junjung tinggi aturanMu, maka selamatkan aku dari adzabMu, kini aku siap menghamba kepadaMu, merendahkan diri dan berkiblat kepadaMu. BagiMu segala ciptaan, bagiMu segala aturan dan perundang-undangan, bagiMu segala hukum dan hukuman tidak ada sekutu bagiMu. Aku tidak peduli berpisah dengan anak dan istriku, meninggalkan profesi dan pekerjaan, menanggalkan segala atribut dan jabatan, karena tujuanku hanyalah wajah-Mu dan keridhaanMu bukan dunia yang fana dan bukan nafsu yang serakah maka amankan aku dari adzabMu. Selanjutnya mereka para jemaah haji merayakan suatu hari yang agung yaitu hari Raya I’dul Adha 10 Zulhijjah, menurut kalender bahwa I’dul adha insya’Allah jatuh pada tanggal 20 Desember 2007, berarti kurang lebih tinggal 2 minggu lagi kita akan merayakan hari Raya I’dul Adha atau biasa disebut dengan hari I’dul Qurban, dengan datangnya hari I’dul Ad-ha tersebut di sunnatkan untuk melakukan dua peribadatan, yaitu pertama, disunnatkan melakukan shalat dua raka’at sekaligus dengan dua khutbahnya yang dilaksanakan pada pagi hari, dan kedua disunnatkan untuk melakukan kurban bagi yang sudah mampu untuk menyembelih binatang ternak (missal, hewan kambing, kerbau, sapi atau unta) guna di sodakohkan kepada fakir miskin dan mustahik lainnya dengan waktu sejak setelah dilaksanakannya sholat I’dul Ad-ha sampai dengan hari tasyrek yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijjah.

Perintah Sunnat sekaligus dua peribadatan tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam satu ayat yang amat pendek yaitu surat Al-Kautsar ayat 2 :

artinya :

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah binatang”.

Untuk itu marilah kita sambut dan kita pergunakan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya, sebab dengan momentum I’dul Ad-ha banyak hikmah yang kita petik dari keterangan-keterangan ataupun sejarah yang di alami Nabi Ibrohim AS ketika menerima suatu ujian dan cobaan dari Allah SWT. Beliau senantiasa tabah, ta’at, ikhlas dan sabar dengan tidak mengurangi perjuangan dan pengorbanan untuk menegakkan agama sehingga perjuangan dan pengorbanannya telah berhasil mewariskan monument Ibadah Haji dan syare’at penyembelihan Hewan kurban bagi orang-orang Mu’min sampai saat ini.

Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,

Sekarang, bentuk perjuangan dan pengorbanan apakah yang kita lakukan dalam menghadapi situasi dan kondisi zaman yang sedang kita jalani dan alami pada saat situasi seperti ini, seyogyanya kita sama-sama mengkaji kembali apa arti dan makna perjuangan dan pengorbanan bagi masing-masing pribadi dan keluarga kita.

Pengorbanan apakah yang telah kita lakukan demi terwujudnya cita-cita hidup kita sebagai hamba Allah yang Mu’min dan Muslim. Islam menuntut bukti perjuangan dan pengorbanan dari setiap pengikutnya.

Mari kita melihat kembali sejarah, kehidupan Tauladan para Nabi dan Rosul, para sahabat Nabi, para Syuhada, para Mujahidin dan Solihin, tak satupun di antara mereka sepi dari perjuangan dan pengorbanan baik dalam bentuk Moriil maupun materiil, bahkan jiwa dan raga telah mereka serahkan untuk membela agama.

Hadirin Sidang Jum’ah Rohimakumullah.

Kita di hadapkan kepada sebuah cermin kehidupan tentang makna perjuangan dan pengorbanan yang mempunyai tugas menegakkan Amar ma’ruf Nahi Munkar. Untuk itu kepada sesama Muslim kita di wajibkan saling mengingatkan, baik antar individu maupun masyarakat juga para pemimpinnya. Kalau ternyata berbagai bentuk kebatilan dan kemunkaran terus merajalela, kiranya kita perlu bercermin diri, sudah sejauh manakah perjuangan dan pengorbanan kita untuk menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar selama ini ? sudah maksimal, atau justru tidak peduli. Sementara kita melihat kebatilan dan kemunkaran masih bermunculan di mana-mana, nyatalah bagi kita, bahwa merubah kemunkaran ditengah masyarakat memerlukan perjuangan yang berat dan menuntut pengorbanan yang lebih besar pula.

Karena itu, sudah menjadi kewajiban ummat Islam untuk memiliki kesadaran yang tinggi untuk menegakkan Amar Ma’ruf, minimal jagalah dan lindungilah keluarga masing-masing jauh dari perbuatan Nahi Munkar, sebab tidak ada seorangpun dan satu bangsapun di dunia ini yang sempurna, masing-masing kita harus siap untuk saling menasehati, berani mengkritik dan siap di kritik, guna mewujudkan kembali tatanan hidup yang baik dan benar sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan SunnahNya, apabila semuanya mempunyai kesadaran berjalan di atas rel yang sebenarnya sesuai aturan dan ketentuan agama, Insya’Allah semuanya akan mendapat Ridho dari Allah SWT dan mendapat ampunanNya.

Hadirin sidang Jum’ah Rohimakumullah,

Pada kesempatan ini, patutlah kiranya kita ajukan pertanyaan yang mendasar kepada diri kita masing-masing, masyarakat dan kepada para Pemimpin kita sebagai bahan introspeksi, sudah sejauhmana kita telah berjuang di jalan Allah ? dan seberapa besar pengorbanan yang telah kita berikan sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk menegakkan agama sebagai pengabdian kita kepada Allah SWT.

Allah SWT mengingatkan dalam firmanNya surat Al-Hujurat ayat 15:

Artinya : “ Sesungguhnya orang-orang Mu’min itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RosulNya; mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjuang dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.’

Akhirnya, mudah-mudahan kita semua mendapat petunjuk dan Bimbingan Allah SWT., sehingga kita senantiasa ber upaya untuk berjuang dan berkorban di segala bidang, baik dalam kehidupan ber agama, bekerja, ber masyarakat, berbangsa dan bernegara, dan semoga semua amal ibadah dan pengorbanan kita dapat membersihkan diri kita dari sifat-sifat yang tercela dan dapat membentuk diri kita menjadi pribadi yang Taqwa dan ber Akhlaq yang Mulia. Amin yaa robbal alamin.

MENGGAPAI KEBAHAGIAAN SEJATI

DZULHIJJAH 21-12-2007










Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,

Marilah kita selalu mengulangi ucapan rasa syukur kepada Allah SWT karena nikmat-nikmat-Nya yang telah tercurahkan kepada kita semua, sehingga kesehatan jasmani dan rohani masih menghiasi kita. Semoga rasa syukur yang kita panjatkan ini, menjadi kunci lebih terbukanya pintu-pintu karunia-Nya.

Selain itu marilah kita sama-sama senantiasa menjaga ketaqwaan, agar mengakar kuat dan kokoh di lubuk hati yang paling dalam. Sebab itulah modal yang hakiki untuk menyongsong kehidupan abadi, agar dihari akhir nanti kita bahagia.

Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,
Baru saja hari kemarin kita telah melaksanakan Hari Raya I’dul Adha 1428 H. Dimana semua kaum muslimin menyambut dan menyerukan satu jalinan kalimat-kalimat suci yakni mengumandangkan Kalimat Takbir, mengagungkan Allah Yang Maha Besar, Kalimat Tauhid, mengesakan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, dan Kalimat Tahmid, mensyukuri nikmat Allah Yang Maha Pengasih dan pemurah. Hal ini merupakan salah satu syareat Islam yang ada hanya pada agama yang diterima Allah SWT ” INNADDIINA INDALLAHIL-ISLAM” yaitu agama Islam.

Baginda Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ, وَرُزِقَ كَفَافًا, وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ

”Sungguh beruntung orang-orang yang berserah diri (masuk Islam), diberi rezki yang cukup, dan diberikan perasaan puas oleh Allah (qanaah) atas apa yang telah Dia berikan kepadanya.”(HR. Ahmad dan Muslim).

Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,

Jadi, jalan satu-satunya untuk meraih kebahagiaan hakiki menurut petunjuk Allah dan Rasul-Nya adalah melalui jalan Islam. Analoginya, bumi ini kita ibaratkan sebagai agama Islam, tanahnya bagaikan hati manusia, dan bibit tanamannya bagaikan benih iman, sedangkan pupuknya bagaikan siraman rohani dan kajian terhadap Islam. Kalau kita bercocok tanam maka janganlah bercocok tanam di ruang angkasa atau di planet lain, tetapi tanamlah di planet bumi. Kemudian , kalau bercocok tanam di bumi, maka pilihlah tanah yang subur, bukan tanah yang tandus. Kalau kurang subur maka suburkanlah dengan pupuk semestinya.
Kalau benih iman sudah bertunas, maka rawat dan pupuklah agar ia tumbuh normal, pohonnya segar dan buahnya besar.
Sejauh mana kita mampu memadukan keempat unsur tadi, maka sejauh itu pula kita akan mendapatkan buah kebahagiaan, dan kita akan menjadi manusia yang manusiawi, dan masyarakat yang diberkati.

Hadirin Kaum Muslimin Rohimakumullah,

Sesungguhnya kebahagiaan itu tidak diperoleh dengan mengumbar hawa nafsu, memuaskan sahwat dan menumpuk harta. Akan tetapi kebagiaan itu diperoleh dengan himmah (gairah hidup), pola pikir dan pola hidup yang Islami.
Orang yang bodoh terhadap agama serta rapuh imannya, selamanya tidak akan mendapatkan kebahagiaan hakiki. Justru ia semakin bertambah sengsara dan menderita.
Allah subhanahu wata’ala menegaskan bahwa kebahagiaan sejati itu hanya diperoleh melalui iman dan taqwa sesuai firman-Nya dalam surat An-nahl ayat 97 :



“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”(QS. an-Nahl: 97)

Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,

Dapat kita simpulkan bahwa untuk meraih kebahagiaan sejati, islam telah mengajarkan beberapa hal,

Pertama, : carilah kehidupan akhirat, tetapi jangan lupa kehidupan duniamu.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash ayat 77, yang artinya,
”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepada (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qashash: 77).

Kedua: Untuk mendapatkan Akhirat kita harus berani mengorbankan dunia.
Bukan sebaliknya: untuk mendapatkan dunia kita harus mengorbankan Akhirat, alias dengan melanggar syari’at Islam.
Ingatlah kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika diperintah Allah untuk menyembelih puteranya Isma’il ‘alaihissalam. Demi mendapatkan ridha Allah beliau rela mengorbankan anak satu-satunya yang lebih berharga dari nyawanya sendiri. Bahkan tidak hanya itu, beliau sendiri yang akan mengenggam pedang dan menyembelihnya. Subhanallah… seandainya bukan karena iman yang benar dan kokoh, tentu tidak akan sanggup berbuat demikian.

ketiga: kita harus bersabar dalam beribadah, atau dalam menjalankan syari’at Islam.
Hal ini pula dialami oleh Nabi Ibrohim A.S. ketika sang bapak yang dengan belas kasihnya menawarkan kepada putra satu-satunya, sebagaimana yang tersirat dalam surat ash-Shafaat: ayat 102: yang artinya “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu, bagaimanakah pendapatmu?” Maka si anak yang shalih itu, yang berbakti kepada Allah dan orang tuanya dengan tegar, sabar dan tawakkal menjawab: “Wahai ayah, kalau itu memang perintah Allah, maka lakukanlah, dan wajib engkau lakukan, insya Allah saya akan bersabar…” (lihat QS. ash-Shafaat: 102)
Subhanallah…bapak dan anak sama-sama teguh; tunduk dan patuh kepada Allah subhanahu wata’ala dengan sabar…!

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
Akhirnya, marilah kita renungkan kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam beserta anaknya, Ismail ‘alaihissalam, kita ambil hikmahnya, kita tanamkan dalam lubuk hati yang paling dalam. Ingatlah, siapa diri kita ini sebenarnya. Hanyalah seorang manusia yang hina, penuh dosa dan noda, tidak memiliki apa-apa, dan pasti mati, kembali kepada Sang pencipta untuk diperiksa dan dihisab amal perbuatan kita. Sebagaimana Allah SWT telah mengingatkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Ashr ayat 1-3) yang artinya :


”Demi Allah, semua manusia pasti merugi, semua sengsara dan menderita. Dengan susah payah siang dan malam mereka berupaya mencari kebahagiaan, tetapi tidak pernah mendapatkannya. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih… (QS. al-Ashr: 1-3)
Mudah-mudahan kita semua senantiasa mendapat hidayah dan taufiq dari Allah SWT. Amin Yaa Robbal Alamin.

أَقُوْلِ قَوْلِ هذَا وَاسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ لِىْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

HAKEKAT MEMPERINGATI MUHARRAM

25-1-2008










Hadirin sidang Jum’ah rohimakumullah.

Marilah kita bersama sama meningkatkan kualitas taqwa kita kepada Allah SWT Dzat yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya.

Dengan kualitas taqwa yang kita tingkatkan setiap saat, mudah-mudahan kita dapat memperoleh keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tetap di limpahkan kepada utusan-Nya Nabi besar Muhammad SAW, keluarganya dan sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya sampai akhir zaman.

Hadirin sidang Jum’ah rohimakumullah.

Dalam kesempatan ini kita masih dalam suasana tahun baru Islam yaitu tanggal 16 Muharram 1429 Hijriyah.

Tahun Hijriyah, mengingatkan kita akan sejarah perjuangan Nabi besar Muhammad SAW dalam menegakkan Islam di bumi ini, khususnya, waktu itu di kota Mekah dan Madinah. Karenanya, pergantian tahun baru Hijriyah sarat dengan pesan moral dan semangat perjuangan yang harus di jadikan acuan dan teladan bagi ummat saat ini. Salah satu pesan yang ada dalam tahun Hijriyah adalah Hijrah, yaitu berpindahnya Nabi Muhammad SAW dan umat Islam saat itu, dari Mekah ke Madinah. Tentunya hijrah pada zaman saat ini bukanlah hijrah dalam artian berpindahnya dari satu wilayah ke wilayah yang lain. Melainkan, hijrah dalam arti yang luas, seperti hijrah prilaku dan sifat dari buruk menjadi baik, hijrah pemikiran dari dangkal menjadi luas, hijrah dari maksiat kepada taqwa, dan sebagainya.

Pengejewantahan makna hijrah tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa sangat diperlukan, agar ummat Islam dapat kembali meraih kejayaan dan kemajuan, seperti era Rosulullah SAW dan para sahabat.

Oleh karena itu, dengan momentum tahun baru Hijriyah ini mengingatkan kita sebagai ummat Islam untuk lebih instrospeksi dan sadar akan perbuatan-perbuatan yang telah kita lakukan selama ini.

Sebagai pribadi, hijrah yang perlu di lakukan adalah hijrah perilaku dan sifat. Apakah selama ini perilaku dan sifat kita sudah baik dan sesuai dengan apa yang Allah perintahkan dan Rosulullah contohkan ? Jika sudah, maka terus di tingkatkan. Tetapi , Jika belum, maka kita harus niatkan untuk mengubah hal tersebut dan terus belajar. Inilah hijrah sesungguhnya bagi kita sebagai pribadi.

Sebagai keluarga, hijrah yang diperlukan adalah hijrah dalam perilaku dan sistem. Hijrah perilaku dalam keluarga, dengan maksud, misalkan, hijrah dari perilaku yang kurang memperhatikan keluarga dan anak menjadi perilaku yang penyayang, peduli danbertanggungjawab. Selain itu, hijrah dalam perilaku pula, mencakup sikap kita kepada tetangga, Rosulullah SAW mengajarkan kepada kita, bahwa tetangga adalah saudara terdekat kita, merekalah, yang pertama memberikan bantuan, ketika kita membutuhkannya. Sedangkan hijrah dalam sistem, maksudnya hijrah dari sistem yang tidak mendukung terbentuknya keluarga harmonis dan keluarga jauh dari nilai-nilai agama, berubah menjadi sistem yang mengarahkan seluruh anggota keluarga menjadi harmonis, penuh cinta dan kasih sayang, serta dekat dengan Allah SWT, Ingatlah, bahwa orientasi berkeluarga, sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an, adalah untuk membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah (QS, 30 : 21).

Selanjutnya, bagaimana hijrah selaku warga masyarakat, hijrah yang diperlukan sebagai warga masyarakat adalah hijrah perilaku dan cara pandang. Hijrah dalam konteks ini, bertujuan, membentuk masyarakat yang soleh, baik secara perilaku maupun pemikiran. Pada saat ini, baik masyarakat maupun elite politik, sering membuat ummat islam terkotak-kotak secara politik, ataupun sebagian anggota masyarakat bebeda pandangan, pemikiran, maupun sosial. Oleh karena itu, momentum tahun baru Hijriyah ini harus di jadikan, refleksi untuk mewujudkan ummat yang satu dan kuat, yang senantiasa mempertahankan dan lebih meningkatkan kesatuan dan persatuan dalam hal untuk kepentingan umum yang positif.

Sedangkan hijrah dalam konteks kehidupan sebagai bangsa adalah hijrah dari pemerintahan yang kurang baik misalkan berdampak munculnya Krisis kepercayaan, artinya masyarakat sudah tidak percaya lagi kepada pemerintah akibat dari perilaku, keputusan dan kebijakan yang merugikan bagi masyarakat, misal perilaku korup, penegakkan hukum yang tidak adil dan lain sebagainya, perilaku ini dengan harapan semoga dapat berubah, sehingga pemerintah yang demikian dapat hijrah menjadi pemerintahan yang bersih, jujur, amanah dan peduli pada rakyat kecil serta menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.

Hadirin sidang Jum’ah rohimakumullah.

Memasuki tahun baru Hijriyah ini berarti kita menghadapi lembaran baru masa atau waktu yang akan kita jalani, Allah SWT telah mengingatkan manusia, agar dapat menggunakan masanya atau waktu dengan sebaik-baiknya, sebagaimana firmanNya dalam Al-qur’an surat Al-Asri

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan saling menasehati supaya menetapi kesabaran”.

Menyimak Surat tersebut, jelas, menerangkan, bahwa manusia yang tidak dapat menggunakan masa atau waktunya dengan sebaik-baiknya, mereka termasuk golongan orang-orang yang merugi. Karenanya, dengan bergantinya tahun baru Hijriyah ini, marilah kita gunakan sisa umur kita untuk melakukan aktifitas yang sesuai dengan norma-norma agama, sebagaimana yang termaktub dalam Al-qur’an dan Sunnah Rosul

Dengan demikian, memperhatikan, memperhitungkan, dan mengoreksi diri, adalah suatu tindakan yang mesti kita lakukan kapan saja, dan di mana saja kita berada. Hal ini sesuai dengan perkataan Sayyidina Umar RA. : “Buatlah perhitungan terhadap diri kalian sebelum kalian akan diperhitungkan oleh Allah SWT.”




(4-4-2008)

AKHLAQ










Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,

Marilah kita sama-sama meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT. yang senantiasa dibarengi dengan peningkatan kualitas akhlaq kita dalam beribadah baik yang berhubungan dengan hablumminallah, Hablumminannas dan hubungan dengan lingkungan alam serta sosial kemasyarakatan, dengan harapan agar kita menjadi golongan orang-orang yang Muttaqin dan berakhlaq mulia.

Kebesaran agama Islam antara lain terletak pada kaidah-kaidah moralitas atau akhlak yang di ajarkannya, yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam ajaran Islam tak ada yang terlepas dari tuntutan akhlak. Tata cara bergaul, tingkah laku, perasaan, atau aspek apapun dari kegiatan manusia, baik politik, sosial, ekonomi, budaya, seni dan lain-lain, semuanya harus selaras dengan akhlakulkarimah.

Akhlak merupakan bagian mendasar dari agama Islam yang tumbuh secara langsung dari iman kepada Allah SWT. Jadi, di dalam Islam akhlak tidak boleh di anggap sekedar masalah kecil dalam kehidupan setiap mukmin, ajaran akhlak merupakan nilai-nilai hakiki dan sangat mendasar ? Sebab, Akhlakul Karimah yang di ajarkan oleh Islam benar-benar berada di atas kaidah-kaidah ibadah kepada Allah SWT. sehingga dapat menempatkan seseorang pada puncak kesempurnaan iman dan pengabdiannya kepada Allah SWT.

Rosulullah SAW bersabda :

„Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah orang yang paling baik akhlaknya“

Oleh karena itu, apabila Ummat Islam melaksanakan ibadah secara benar dan masalah akhlak di laksanakan secara utuh, niscaya ummat Islam akan mampu menunjukkan kekuatannya sebagai „Khoero ummatin ukhrijat linnas“ yaitu menjadi ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, bukan ummat yang diremehkan dan dicemooohkan.

Sebagaimana yang telah dicontohkan Rosulullah Nabi Muhammad SAW selaku pembawa ajaran agama islam yang memiliki kepribadian budi pekerti yang agung dan berakhlak mulia.

Sekarang bagaimana kita selaku ummatnya ? Ummat Nabi besar Muhammad SAW. pada situasi dan kondisi zaman saat ini moralitas kehidupan manusia hampir dari semua aspek sudah hilang, dalam arti dari segala tatanan prilaku kehidupan manusia saat ini akhlak sudah cenderung diabaikan, artinya perilaku kehidupan manusia sudah tidak kelihatan yang mencerminkan perilaku akhlak mulia, sebagai contoh, pada zaman saat ini perzinahan sudah tidak dianggap tabu, pembunuhan sudah dianggap hal biasa, dan etika kehidupan sudah tidak dipergunakan, itulah gambaran prilaku yang jauh dari tatanan ajaran agama.

Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,

Maka sebagai Muslim, dalam mengantisipasi kegoncangan moralitas yang dihadapi oleh masyarakat dunia kini, kita harus merasa ditantang untuk bisa memberikan jalan alternatif sebagai solusi atau pemecahan, dimulai dari keluarga, masyarakat sekeliling kita untuk bersama-sama saling mengingatkan :


„dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran“.

serta semua aspek prilaku kehidupan kembali ke tatanan ajaran agama Islam yang berpedoman pada Al-qur’an dan Sunnah Rosul-Nya. Tiada lain dengan tujuan, kita sama-sama mengharapkan untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Sebab Allah SWT menurunkan Islam adalah untuk mengeluarkan ummat manusia dari kegelapan menuju jalan terang benderang, dari kesesatan menuju jalan yang hak dan kebenaran, dari kerusakan menuju keselamatan.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam alqur’an surat Almaidah ayat 16 :

“Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”.

Menyimak ayat firman tadi, konsekuensi kita sebagai seorang muslim apabila mengharapkan petunjuk, keridoan dan keselamatan dari Allah SWT, berarti kita wajib mempelajari dan mengkaji Alquran serta senantiasa mengamalkan apa-apa yang diperintahkan dan menjauhi segala yang di larang oleh Allah SWT sebagaimana yang terkandung semuanya ada dalam alqur’an.

Akhirnya mudah-mudahan kita semua dalam menempuh kehidupan di dunia ini senantiasa mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah SWT.

Amin yaa robbal aalamin.

KHUTBAH ZULHIJJAH / Pengorbanan dan Perjuangan

(12-12-2008)















Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,

Marilah kita sama-sama saling mengingatkan untuk bertaqwa kepada Allah SWT. Dengan sebenar-benar taqwa dalam arti senantiasa ta’at kepada apa yang diperintahkan Allah SWT dan menjauhi segala apa yang dilarangNya.

Pada kesempatan ini kita masih dalam suasana Hari Raya I’dul Adha 1429 H. atau biasa disebut dengan hari I’dul Qurban, dengan momentum I’dul Ad-ha tersebut banyak hikmah yang kita petik dari keterangan-keterangan ataupun sejarah yang di alami Nabi Ibrohim AS ketika menerima suatu ujian dan cobaan dari Allah SWT. Beliau senantiasa tabah, ta’at, ikhlas dan sabar dengan tidak mengurangi perjuangan dan pengorbanan untuk menegakkan agama sehingga perjuangan dan pengorbanannya telah berhasil mewariskan monument Ibadah Haji dan syare’at penyembelihan Hewan kurban bagi orang-orang Mu’min sampai saat ini.

Hadirin kaum Muslimin Rohimakumullah,

Sekarang, bentuk perjuangan dan pengorbanan apakah yang kita lakukan dalam menghadapi situasi dan kondisi zaman yang sedang kita jalani dan alami pada saat situasi seperti ini, seyogyanya kita sama-sama mengkaji kembali apa arti dan makna perjuangan dan pengorbanan bagi masing-masing pribadi dan keluarga kita.

Pengorbanan apakah yang telah kita lakukan demi terwujudnya cita-cita hidup kita sebagai hamba Allah yang Mu’min dan Muslim. Islam menuntut bukti perjuangan dan pengorbanan dari setiap pengikutnya.

Mari kita melihat kembali sejarah, kehidupan Tauladan para Nabi dan Rosul, para sahabat Nabi, para Syuhada, para Mujahidin dan Solihin, tak satupun di antara mereka sepi dari perjuangan dan pengorbanan baik dalam bentuk Moriil maupun materiil, bahkan jiwa dan raga telah mereka serahkan untuk membela agama.

Hadirin Sidang Jum’ah Rohimakumullah.

Kita di hadapkan kepada sebuah cermin kehidupan tentang makna perjuangan dan pengorbanan yang mempunyai tugas menegakkan Amar ma’ruf Nahi Munkar. Untuk itu kepada sesama Muslim kita di wajibkan saling mengingatkan, baik antar individu maupun masyarakat juga para pemimpinnya. Kalau ternyata berbagai bentuk kebatilan dan kemunkaran terus merajalela, kiranya kita perlu bercermin diri, sudah sejauh manakah perjuangan dan pengorbanan kita untuk menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar selama ini ? sudah maksimal, atau justru tidak peduli. Sementara kita melihat kebatilan dan kemunkaran masih bermunculan di mana-mana, nyatalah bagi kita, bahwa merubah kemunkaran ditengah masyarakat memerlukan perjuangan yang berat dan menuntut pengorbanan yang lebih besar pula.

Karena itu, sudah menjadi kewajiban ummat Islam untuk memiliki kesadaran yang tinggi untuk menegakkan Amar Ma’ruf, minimal jagalah dan lindungilah keluarga masing-masing jauh dari perbuatan Nahi Munkar, sebab tidak ada seorangpun dan satu bangsapun di dunia ini yang sempurna, masing-masing kita harus siap untuk saling menasehati, berani mengkritik dan siap di kritik, guna mewujudkan kembali tatanan hidup yang baik dan benar sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan SunnahNya, apabila semuanya mempunyai kesadaran berjalan di atas rel yang sebenarnya sesuai aturan dan ketentuan agama, Insya’Allah semuanya akan mendapat Ridho dari Allah SWT dan mendapat ampunanNya.

Hadirin sidang Jum’ah Rohimakumullah,

Pada kesempatan ini, patutlah kiranya kita ajukan pertanyaan yang mendasar kepada diri kita masing-masing, masyarakat dan kepada para Pemimpin kita sebagai bahan introspeksi, sudah sejauhmana kita telah berjuang di jalan Allah ? dan seberapa besar pengorbanan yang telah kita berikan sesuai dengan kemampuan masing-masing untuk menegakkan agama sebagai pengabdian kita kepada Allah SWT.

Allah SWT mengingatkan dalam firmanNya surat Al-Hujurat ayat 15:

Artinya : “ Sesungguhnya orang-orang Mu’min itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RosulNya; mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjuang dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.’

Akhirnya, mudah-mudahan kita semua mendapat petunjuk dan Bimbingan Allah SWT., sehingga kita senantiasa ber upaya untuk berjuang dan berkorban di segala bidang, baik dalam kehidupan ber agama, bekerja, ber masyarakat, berbangsa dan bernegara, dan semoga semua amal ibadah dan pengorbanan kita dapat membersihkan diri kita dari sifat-sifat yang tercela dan dapat membentuk diri kita menjadi pribadi yang Taqwa dan ber Akhlaq yang Mulia. Amin yaa robbal alamin.

HAKEKAT MEMPERINGATI MUHARRAM

(5-1-1430 H / 2-1-2009 M)










Hadirin sidang Jum’ah rohimakumullah.

Marilah kita bersama sama meningkatkan kualitas taqwa kita kepada Allah SWT Dzat yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya.

Dengan kualitas taqwa yang kita tingkatkan setiap saat, mudah-mudahan kita dapat memperoleh keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat nanti.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tetap di limpahkan kepada utusan-Nya Nabi besar Muhammad SAW, keluarganya dan sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya sampai akhir zaman.

Hadirin sidang Jum’ah rohimakumullah.

Dalam kesempatan ini kita sudah menginjak tahun baru Islam yaitu tanggal 5 Muharram 1430 Hijriyah dan berbarengan dengan dengan tahun Masehi 2 Januari 2009.

Tahun Hijriyah, mengingatkan kita akan sejarah perjuangan Nabi besar Muhammad SAW dalam menegakkan Islam di bumi ini, khususnya, waktu itu di kota Mekah dan Madinah. Karenanya, pergantian tahun baru Hijriyah sarat dengan pesan moral dan semangat perjuangan yang harus di jadikan acuan, hikmah dan teladan bagi ummat saat ini. Salah satu pesan yang ada dalam tahun Hijriyah adalah Hijrah dalam berbagai hal.

Hijrah pada zaman saat ini bukanlah hijrah dalam artian berpindahnya dari satu wilayah ke wilayah yang lain. Melainkan, hijrah dalam arti yang luas, seperti hijrah prilaku dan sifat dari buruk menjadi baik, hijrah pemikiran dari dangkal menjadi luas, hijrah dari maksiat kepada taqwa, dan sebagainya.

Pengejewantahan makna hijrah tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai pribadi, keluarga, atau masyarakat sangat diperlukan, agar ummat Islam dapat kembali meraih kejayaan dan kemajuan, seperti era Rosulullah SAW dan para sahabat.

Oleh karena itu, dengan momentum tahun baru Hijriyah ini mengingatkan kita sebagai ummat Islam untuk lebih instrospeksi dan sadar akan perbuatan-perbuatan yang telah kita lakukan selama ini.

Sebagai pribadi, hijrah yang perlu di lakukan adalah hijrah perilaku dan sifat. Apakah selama ini perilaku dan sifat kita sudah baik dan sesuai dengan apa yang Allah perintahkan dan Rosulullah contohkan ? Jika sudah, maka terus di tingkatkan. Tetapi , Jika belum, maka kita harus niatkan untuk mengubah hal tersebut dan terus belajar. Inilah hijrah sesungguhnya bagi kita sebagai pribadi.

Sebagai keluarga, hijrah yang diperlukan adalah hijrah dalam perilaku dan sistem. Hijrah perilaku dalam keluarga, dengan maksud, misalkan, hijrah dari perilaku yang kurang memperhatikan keluarga dan anak menjadi perilaku yang penyayang, peduli dan bertanggungjawab. Selain itu, hijrah dalam perilaku pula, mencakup sikap kita kepada tetangga, Rosulullah SAW mengajarkan kepada kita, bahwa tetangga adalah saudara terdekat kita, merekalah, yang pertama memberikan bantuan, ketika kita membutuhkannya. Sedangkan hijrah dalam sistem, maksudnya hijrah dari sistem yang tidak mendukung terbentuknya keluarga harmonis dan keluarga jauh dari nilai-nilai agama, berubah menjadi sistem yang mengarahkan seluruh anggota keluarga menjadi harmonis, penuh cinta dan kasih sayang, serta dekat dengan Allah SWT, Ingatlah, bahwa orientasi berkeluarga, sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an, adalah untuk membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah (QS, 30 : 21).

Selanjutnya, bagaimana hijrah selaku warga masyarakat, hijrah yang diperlukan sebagai warga masyarakat adalah hijrah perilaku dan cara pandang. Hijrah dalam konteks ini, bertujuan, membentuk masyarakat yang soleh, baik secara perilaku maupun pemikiran. Pada saat ini, baik masyarakat maupun elite politik, sering membuat ummat islam terkotak-kotak secara politik, ataupun sebagian anggota masyarakat bebeda pandangan, pemikiran, maupun sosial. Oleh karena itu, momentum tahun baru Hijriyah ini harus di jadikan, refleksi untuk mewujudkan ummat yang satu dan kuat, yang senantiasa mempertahankan dan lebih meningkatkan kesatuan dan persatuan dalam hal untuk kepentingan umum yang positif.

Hadirin sidang Jum’ah rohimakumullah.

Memasuki tahun baru Hijriyah ini berarti kita menghadapi lembaran baru masa atau waktu yang akan kita jalani, Allah SWT telah mengingatkan manusia, agar dapat menggunakan masanya atau waktu dengan sebaik-baiknya, sebagaimana firmanNya dalam Al-qur’an surat Al-Asri

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan saling menasehati supaya menetapi kesabaran”.

Menyimak Surat tersebut, jelas, menerangkan bahwa manusia yang tidak dapat menggunakan masa atau waktunya dengan sebaik-baiknya, mereka termasuk golongan orang-orang yang merugi. Karenanya, dengan bergantinya tahun baru Hijriyah ini atau tahun baru Masehi, marilah kita gunakan sisa umur kita untuk melakukan aktifitas sesuai dengan norma-norma agama, sebagaimana yang diatur dan termaktub dalam Al-qur’an sebagai pedoman umat islam dan Al-qur’an sebagai imam yang hakiki.

Hadirin sidang jum’ah rohimakumullah

Dengan demikian memperhatikan, memperhitungkan, dan mengoreksi diri, adalah suatu tindakan yang mesti kita lakukan kapan saja, dan di mana saja kita berada, seiring dengan tidak terasanya umur kita bertambah satu tahun lagi ditahun yang baru ini, itu berarti jatah hidup kita berkurang dan semakin mendekatkan kita kepada rumah masa depan, yakni kuburan. Pelajaran yang terbaik dari perjalanan waktu ini adalah menyadari sekaligus mengintrospeksi sepak terjang kita selama ini. Kita punya lima hari yang harus kita isi dengan amal baik. Hari pertama, yaitu masa lalu yang telah kita lewati apakah sudah kita isi dengan hal-hal yang dapat memperoleh ridho Allah? Hari kedua, yaitu hari yang sedang kita alami sekarang ini, harus kita gunakan untuk yang bermanfaat baik dunia maupun akhirat. Hari ketiga, hari yang akan datang, kita tidak tahu apakah itu milik kita atau bukan. Hari keempat, yaitu hari kita ditarik oleh malaikat pencabut nyawa menyudahi kehidupan yang fana ini, apakah kita sudah siap dengan amal kita? dan Hari kelima, yaitu hari perhitungan yang tiada arti lagi nilai kerja atau amal, apakah kita mendapatkan raport yang baik, dimana tempatnya adalah surga, atau mendapat raport dengan tangan kiri kita, yang menunjukan nilai buruk, tempatnya di neraka. Pada saat itu tidak ada lagi arti penyesalan. Benar sekali kata seorang ulama besar Tabi'in, bernama Hasan Al-Basri, beliau berkata "Wahai manusia sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari, setiap hari berkurang, berarti berkurang pula bagianmu." Seiring dengan hal itu, sesuai dengan perkataan Sayyidina Umar RA. : “Buatlah perhitungan terhadap diri kalian sebelum kalian akan diperhitungkan oleh Allah SWT.”

Ahir kata, semoga, Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk dan bimbinganNya kepada kita semua. Amin ya robbal alamin.