Daftar Blog Saya

Sabtu, 16 Januari 2010

Pak Ali Ghufron, Tahun demi tahun umur bertambah umur sudah siapkah....

PAK ALI GHUFRON SINGOSARI MALANG YANG SENANG DENGAN SENI RELIGIUS




Menengok kejadian “ Manusia serakah alampun tak ramah”
Oleh : Drs. H.M. Ali Ghufron Risyam *)



Pasca Gelombang dahsyat Tsunami Daerah Istimewa Aceh, atau Aceh Darussalam belum teratasi secara menyeluruh dan selesi. Kejadian lain di Pulau Jawa yang sudah lama dibidik para wartawan dari berbagai media masa awal bulan Mei dua ribu enam yang lalu adalah Gunung Merapi yang menunjukkan tanda-tanda akan mengeluarkan lahar panas yang dikenal dengan Wedhus gembel, juru kunci Gunung Merapipun telah dikejar-kejar wartawan untuk dimintai keterangan predeksinya, Mbah Marijan alias Mas Panewu Suraksohargo, ternyata memang membuat 12.258 jiwa sempat dievakuasi dan di barak-barak dan tenda penampungan pengungsi, karena Gunung Merapi telah meletus beneran walau tidak terlalu dahsyat seperti yang dikhawatirkan namun sempat menelan korban jiwa, dan dinyatakan dari status Awas ke Siaga lagi. Luput dari pantauan siapapunYang Maha Kuasa Berkehendak lain, kota Yogjakarta dan Jawa Tengah tersentak dengan Gempa bumi 27 Mei berkekuatan 5,7 SR. yang meluhlantakkan Yogja bukan hanya menerjang pemukiman penduduk penghuninya berhamburan keluar bagi yang sempat, namun bagi mereka yang memang dikendaki mati oleh Yang Maha Kuasa mati akhirnya tertimbun reruntuhan rumah-rumah mereka. teriakan Takbir” Allohu Akbar” Tahlil “ Laailahaillahloh” bersauta-sautan bagi mereka yang mengakui adanya Alloh, bagi mereka yang bertuhan lain menyebut Nama Tuhan mereka masing-masing. Tidak hanya itu semua infra struktur, tempat-tempat ibadah, objek wisata seperti Kebun Raya dan Kebun Binatang (KRKB) Gembira loka Yogja, Bandara, Pusat-pusat pertokoan, tempat pendidikan dan tempat-tempat penting tidak luput dari terjangan gempa. Dukacita menyelimuti Daerah Istimewa Yogjakarta dan Jawa Tengah menjadi kota mati seketika, mati massal terjadi penguburan missal bagi korban tidak bertuan, penyesalan menjadi pemandangan sehari-hari, anak menangisi orang tuanya, orang tua mencari tahu dimana anak-anak mereka, saudara nun jauh disana segera berbondong-bondong menuju saudaranya yang ditimpa musibah gempa mendadak, sebagian korban hidum yang masih memikirkan kehidupan ke depan berfikir bagaimana membangun kembali rumah-rumah mereka, tetapi kepasrahan tampak pada wajah-wajah para korban dengan mengais-ngais reruntuhan bangunan yang telah rata dengan tanah.. Saudara-saudara merekapun secara serentak menghimpun dana kepedulian social atas kejadian tersebut, baik perorangan maupun instansi, lembaga, Persatuan, LSM, Organisasi Masyarakat, Organisasi Politik dikerahkan oleh pimpinan mereka. Media masa di tanah air terus menayangkan kejadias tragis hamper tiap menit sebagai tayangan kepedulian, entah sampai kapan membangun Yogja kembali seperti sedia kala. Di Sleman harap-rap cemas dengan Gunung Merapi yang masih terus menyemburkan lafa panas yang juga sudah memakan korban. Di Porong, Sidoarjo Jawa Timur semburan Lumpur panas dari pengeboran Lapindo Brantas Inc. semakin sulit dikendalikan setelah menenggelamkan jalan tol Surabaya-Gempol , pada hari yang ke sekian puluh hari Lumpur panas itu mulai mendekati rel kereta api, jaraknya sudah dekat dengan rel sekitan 300 meter dari rel KA jurusan Surabaya-Malang. Di luar Jwa berbagai bencana banjir tiada henti.
Menengok kejadian tersebut sebagai umat yang beriman, bahwa semua kejadian adalah kehedak taqdir Yang Maha Kuasa dengan “Waidza ashabatkum mushibatun qaalu “ Innaalillahi wainna ilaihi raaji’uun”, artinya Apabila musibah terjadi menimpa kamu sekalian hendaknya beucap” Sesungguhnya kami ini milik Allah, dan kepada-Nyalah akan kembali”. namun apakan cuma itu yang terbersit, terucap, tidak, sekali tidak demikian menyikapinya. Setiap kejadian ada hikmah yang terkandung di dalamnya. Ada sebab musababnya. Pada kejadian Tsunami Aceh, Gempa Yogja, Gunung Merapi, memang gejala alam biasa yang sudah dialami umat-umat terdahulu sebelum kita seperti G. Tambora (Nusa Tenggara Barat) meletus 5 April 1815 menewaskan 117.000 0rang. Debu vulkanik setinggi 44 km., menutup hampir sebagian bumi. Letusannya terdahsyah nomor satu di dunia setelah Gunung Mazama (4600 SM.). Begitu juga Gunung Krakatau (Selat Sunda) meletus 26 Agustus 1883 menewaskan 36.000 orang menyebabkan tsunami setinggi 40 meter. Debu vulkaniknya sampai Singapura yang berjarak 840 km. Suhu bumi normal 5 tahun. Letusannya terdahsyah nomor tiga di dunia. Kemudian mereka menarik pelajaran atau hikmah dari kejadian itu dengan tenaga ahli pengendaliannya Berbicara masalah setiap kejadian sekecil apapun ada hikmahnya, maka ada tiga katagori dalam menanggapi atas kejadian tersebut, anata lain : Pertama, “ Tadzkirah” artinya “ Peringatan dari Alloh SWT. Terhadap umat manusia yang mulai bosan dengan kebenaran, muak terhadap ajaran religius atau agama, lupa untuk mengagungkan Asma Allah dengan takbiratul ihrom dalam mengawali shalat atau wirid setelah shalat putaran terakhir pada saat memutar tasbih (Subhananllah, Alhamdulillah, Allahu Akbar), rupanya manusia lebih tergerak dengan lincah hanya urusan duniawiyah belaka untuk urusan pribadi, mengabaikan tebaran Salam, seperti yang dicontohkan dalam mengakhiri shalat. Tebaran salam kontektualnya adalah kepedulian social seperti yang dihimpun Peduli Yogja, Indonesia berduka dan sebagainya. Kedua, “ Fitnah” artinya “Ujian” dari Alloh SWT. Terhadap umat manusia, dengan kejadian itu masihkah ada rasa takabur (menyombongkan diri) terhadap kekuatan dan kekuasaanYang Maha Segalanya. Padahal yang sebelumnya daerah rawa-rawa yang nyaris lahan mati dan sekarang berdiri kokoh lahan-lahan industri yang kokoh di sekitar banjir Lumpur panas Porong Sidoarjo tersebut mesin serba canggih dan modern. Namun dibalik itu semua ada Dzat Yang Maha Segalanya, Allah SWT. Akhirnya ingat, baru kemudian Istighotsah bersama menyebut-nyebut Asma Allah, minta maaf penduduk, memberikan ganti rugi sebagai tebaran Salam (keselamatan) terhadap warga yang menjadi korban. Padahal peristiwa tersebut merupan kesalahan pengelola dengan Eksplitasi, yakni pemanfaatan alam demi kebutuhan manusia secara ceroboh yang seharusnya mengebor Gas namun terlalu dalam, ingin mendapatkan yang lebih. Ada Anekdot, konon katanya : “ Gara-gra artis nDangdut Porong dan artis
Jawa Timur umumnya yang ahli nGebor di atas panggung secara Erotis, sudah berulang kali, berbagai lapisan masyarakat telah memperingatkan, masih terus dilakukan dan semakin menjadi-jadi dan semakin banyak yang nGebor, patah-patah, nGecor, nGraji, goyang marut kelapa, goyang kayang, goyang kuda lumping kalap (trans), goyang nGepel lantai, goyang…apa lagi ? ya… akhirnya berakibat jebolnya menimpa pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Porong, Sidoarjo Jawa Timur semburan Lumpur panas yang meluap menggenangi Porong, Sidoarjo dan sekitarnya, kerugian tidak hanya menimpa pelaku, masyarakat sekitas banyak yang menjadi korban” Apa begitu ?, ah…. nGgak lah, itu Cuma guyunan, namanya saja anekdot choy ! jangan ditanggapi seriuslah, yang sedang-sedang saja Choy ! Ya… karena Ekosistem tidak diperhatikan( hubungan timbal balik antara makhluk hidup dari lingkungannya). Maka agar menjadi orang yang sadar lingkungan, berhentilah sejenak dengan kesibukan anda, pandanglah lingkungan di sekitar anda, maka anda akan prihatin dengan lingkungan anda yang setiap hari nyaris sampai pada titik kerusakan yang paling fatal. Setiap hari berbagai jenis sampah baik yang dapat diuraikan kembali maupun yang tidak terus menambah parahnya panorama lingkungan hidup. Belum lagi kesewenang-wenangan penebangan hutan yang mengakibatkan banjir, seperti di wilayah Jembaer dan kota-kota lain, ujung-ujungnya akibat ulah tangan manusia yang tidak memperhatikan akibat ulahnya tersebut. Ketiga, “ Adzab” artinya “ Siksaan” dari Alloh SWT. Terhadap umat manusia. Diperingatkan tidak mau, disuruh sabar malah menjadi-jadi, akhirnya Sang Malaikat Peniup Sangkakala (Malaikat Isrofil) diperingatkan Allah, Cobalah tiupan Sangkakala (terompet) sedikit ! sebagai latihan nanti kalau meniup beneran saat Kiamat besar (kiamat Kubro) ! Terjadilah semua musibah tersebut.
Dan manusia diperintahkan untuk usaha menanggulangi kesemua kejadian tersebut, sambil berfikir, mengambil intisari di balik kejadian (hikmat), ternyata alam itu juga makhluk Allah yang juga bisa murka kalau manusianya tidak sadar lingkungan alias tidak ramah. Maka jangan hanya menargetkan hasil akhir, jika tanpa memperhatikan prosesnya, fatal akibatnya. Hal ini telah memakan korban yang tidak ikut berbuat nekat, tertimpa akibat. Dengan tamsil” Tidak ikut melobangi perahu, akhirnya ikut tenggelam. Semoga para korban diberi kekutan lahir batin. Wallahu ‘almu bisshowaab.

*) Drs. H.M. Ali Ghufron Risyam Staf Pengajar SMA Shalahuddin Malang, YP. Almaarif dan Yayasan Ishlahiyyah Singosari, Muballigh, Pengamat Budaya, aktifis Ormasy. Islam.

Puisiku :


BENCANA PADANG PARIAMAN
oleh : Pak Ali Ghufron

Bila sangkakala Israfil telah berbunyi, langitpun terbelah
gunung tegar berterbangan, isi dunia berhamburan
anak mencari bapak ibunya, ibu mencari anak mereka, tiada kata hanya pasrah kersanipun Gusti Allah

Hidup ini hanya titipan Yang Maha Hidup dan tiada akan mengalami Mati
Laksana baju menempel di tubuh, bagai burung terbang dari sangkarnya
Nyawa kitapun akan terlepas bebas, tubuh terhempas lemas tak peduli kecantikan paras
Saksikan saudara-saudara kita di gempa bumi Sri Sultan Hamengku Buana Yogjakarta
Takhendak mengira apa-apa, tak diduga dinyana, bencana dipelupuk mata mereka
Ya… Allah terimalah mereka sesuai dengan prilakunya saat mngemban amanah-Mu di dunia

Mahkota kota wisata terhuyung jatuh akibat gempa,
tak ada yang salah siapapun tak menyalahkan siapa-siapa
Kejadian macam itupun bisa menimpa kita semua, dengan tiada tanda-tanda
Sabarlah saudara, tawakkallah saudara, saudaramu semua ikut berduka
Karena segala musibah ada hikmahnya