Daftar Blog Saya

Rabu, 12 November 2008

Ahlussunnah Wal Jamaah dan Nahdlatul Ulama'

Ke- N U -an dan AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH
*) Drs. H. M. Ali Ghufron R.

Nahdlatul Ulama’
Pendirian N U merupakan manifestasi Kebangkitan para Ulama’ untuk mempertahankan madz hab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali yang dikenal dengan Madzahibul Arba’ah/ madzhab empat. Dengan demikian motivasi berdirinya N U adalah “ Berupa mempertahankan dan melestarikan faham Ahlussunnah Waljamaah dengan mengikuti salah satu madzhab empat sebagaimana yang telah berakar di Indonesia sejak awal perkem bangan Islam” seperti yang diajarkan oleh para Waliyulloh di Indonesia ;
Rumusan Anggaran Dasar N U atau yang sering disebut Qonun Asasi Li Jamiati Nahdlatul Ulama’ sebenarnya telah disepakati sejak organisasi ini didirikan pada tgl. 16 Rojab 1344 H/ 31 Januari 1926 M. yang didirikan oleh para Ulama’ KH. M. Hasyim Asy ’ari ( Pendiri cikal bakal NU ; Komite Hijaz ), KH. Abdul Wahab Hazbullah, KH. Mas Alwi Abdul Aziz (Pemberi nama N U), KH. Ridwan Abdullah (Pembuat Lambang N U ). NU didirikan bertujuan untuk memelira, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Aswaja.

A. Pengertian Mabadi Khoira Ummah
Sebagai organisasi social keagamaan (Islam) Nahdlatul Ulama’ dituntut senantiasa tanggap dengan perkembangan kehidupan masyarakat dan mampu memberikan bimbingan, tuntunan dan keteladanan sesuai ajaran agama Islam. Itulah sebabnya, sejak tahun 1935 dalam konggres NU XIII telah disepakati prinsip-prinsip dasar pembangunan masyarakat menuju pembentukan ummat terbaik yang dalam Al Quran disebut sebagai “ Khoira Ummah”. Prinsip-prinsip dasar tersebut kemudian dikenal dengan sebutan “ Mabadi Khoira Ummah” berarti prinsip-prinsip dasar menuju pembentukan umat terbaik. Kata Khoira Ummah diambil dari potongan ayat 110 Surat Ali Imron :
Artinya : “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.( Q. Surat Ali Imron : 110)
Khoira Ummah merupakan predikat yang sudah ditetapkan oleh Allah bagi ummat Muhammad saw sejak zaman Rasulullah saw sampai hari kiamat. Karena umat ini selalu melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.Dengan demikian amar ma’ruf nahi munkar merupakan sifat utama “ Khoira Ummah”, sekaligus merupakan suatu kelebihan umat Muhammad saw, namun masih mengalami kendala-kendala dalam realitas pelaksanaannya. Berdasarkan telaah atas kelemahan umat Islam untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar itulah, pada tahun 1935 para ulama menunuk tiga prinsip dasar berupa nilai-nilai paling strategis dari ajaran agama sebagai kunci pemecahannya, yaitu :
1. Asshidqu ; selalu benar, tidak berdusta kecuali yang diizinkan oleh agama karena menanggung maslahat lebih besar.
2. Al Amanah wal Wafa Bil’ahdi ; menepati segala janji.
3. Atta’awwun ; tolong menolong di antara anggota- anggota NU khususnya dan sebisa-bisanya sesame umat muslimin pada umumnya.
Gerakan untuk membangkitkan penghayatan dan pengamalan warga NU atas ketiga prinsip dasar tersebut merupakan langkah awal menuju pembangunan khoira ummah atau “ Mabadi Khoira Ummah”
Jika ditelaah secara mendalam, ketiga prinsip dasar yang terkandung dalam Mabadi Khoira Ummah itu tetap relevan untuk dijadikan bahan utama amar ma’ruf nahi munkar pada zaman ini. Namun jika dilihat dari perbedaan konteks zaman antara masa awal gerakan Mabadi Khoira Ummah dengan masa kini, terutama dihubungkan dengan dasar dan mendasarnya perubahan social yang terjadi, tentu perbedaan konteks itu membawa konsekwensi yang tidak kecil. Demikian pula halnya dengan perkembangan kebutuhan-kebutuhan internal NU sendiri. Oleh karenanya perlu dilakukan beberapa penyesuaian dan pengembangan dari gerakan Mabadi Khoira Ummah yang pertama agar lebih jumbuh dengan konteks kekinian.
Tujuan Mabadi Khoira Ummah : Pada mulanya bertujuan menggalang warga NU mendukung program pengembangan Ekonomi NU. Program ini memang tengah menjadi perhatian serius pada saat itu. Sebagai media aktualisasi yang kongkrit, dibentuklah berbagai kegiatan usaha bersama (koperasi) , sehingga gerakan ini berhasil dan sangat menggembirakan. Semangat berorganisasi semakin tumbuh dan berkembang, kegiatan organisasi semakin tampak, kesetiakawanan warga NU semakin kuat dan para pemimpin semakin kompak. Namun karena terjadinya Perang Dunia II mengalami stagnasi. Ketika keadaan kembali normal gerakan inipun belum bulum dapat dibangkitkan kembali. Baru setelah dicanangkannya Khitthah NU, keinginan untuk menghidupkan kembali gerakan Mabadi Khoira Ummah semakin menguat, terutama setelah Muktamar NU ke- 28 yang salah satu hasil keputusannya mengamanatkan PBNU agar menangani masalah ekonomi secara lebih serius, termasuk masalah tataorganisasi berjalan dengan lamban, masih terlihat pula di hamper semua tingkat kepengurusan dan realisasi program masih terlihat kelemahan manajemen, maka perlu segera ditangani.

B. Pengertian Al Mabadi Al Khomsah
Untuk mengantisipasi persoalan-persoalan dan kebutuhan yang muncul sebagai akibat perubahan dan perkembangan zaman, pada Munas Alim Ulama di Bandar Lampung, tgl 21 – 25 Januari 1992 disepakati Mabadi Khoira Ummah untuk menambah dua butir lagi, yaitu:“Al Adalah ”; bersikap adil, obyektif, proporsional, dan taat atau “Al Istiqomah“; ajeg, berkesinambungan dan berkelanjutan. Dengan demikian gerakan Mabadi Khoira Ummah kini memuat lima butir nilai yang dapat pula disebut sebagai “Al Mabadi Al Khomsah”
Karena manajemen organisasi yang baik membutuhkan SDM yang tidak saja terampil, tetapi juga berkarakter terpuji dan bertanggung jawab. Dalam pembinaan Organisasi NU, kualitas SDM semacam ini jelas sangat dibutuhkan. Jika ditelaah lebih mendalam, maka nyatalah bahwa prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam Mabadi Khoira Ummah atau Al Mabadi Al Khomsah tersebut memang amat relevan dengan dimensi persoalan dalam pembinaan manajemen organisasi, baik organisasi usaha (bisnis) maupun organisasi sosial lainnya. Dengan demikian tujuan Mabadi Khoira Ummah atau Al Mabadi Al Khomsah dewasa ini tidak saja terbatas pada program pengembangan ekonomi, tetapi juga pembinaan organisasi pada umumnya, disamping SDM dapat dikembangkan melalui gerakan ini pun akan menjadi kader-kader unggul yang siap berkiprah aktif dalam mengikhtiarkan kemaslahatan umat, bangsa dan Negara pada umumnya.

C. Pengertian Khitthah Nahdlatul Ulama 1926
Secara harfiyah, khitthah artinya “garis”. Dalam hubungannya dengan Nahdlatul Ulama, kata “khitthah” berarti garis-garis pendirian, perjuangan dan kepribadian Nahdlatul Ulama baik yang berhubungan dengan keagamaan, maupun urusan kemasyarakatan, baik secara perorangan maupun organisasi.
a. Khitthah Nahdlatul Ulama adalah andasan berfikir, bersikap dan bertindak warga Nahdlatul Ulama yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.
b. Landasan tersebut adalah faham Islam Ahlussunnah Wal Jamaah yang diterapkan menurut kondisi masyarakat di Indonesia, meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan.
c. Khitthah Nahdlatul Ulama juga digali dari intisari perjalanan sejarah khidmahnya dari masa ke masa.
Khitthah Nahdlatul Ulama ini merupakan landasan dan patokan-patokan dasar yang perwujudannya dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala terutama tergantung kepada semangat pemimpin warga Nahdlatul Ulama hanya akan memperoleh dan mencapai cita-citanya jika pemimpin dan warganya benar-benar meresapi dan mengamalkan Khitthah Nahdlatul Ulama ini. Dengan demikian, Khitthah Nahdlatul Ulama menjadi bersifat jelas, kenyal, luwes, dan dinamis.
Hasbunallah wa ni’mal wakil, Nikmal maula wani’man nashir.
Sebagai jam’iyyah diniyah (organisasi keagamaan) NU juga merupakan bagian integral dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang teguh persaudaraan (Al Ukhuwwah), toleransi ( At Tasammuh), kebersamaan dan hidup berdampingan baik sesame umat Islam maupun dengan sesame warga negara yang mempunyai keyakinan lain untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis.
NU telah menegaskan hubungan antara agama dan Negara dan memposisikan tanggung jawab sebagai umat beragama (Islam) dengan tanggung jawab sebagai warga Negara (Indonesia) secara jelas dan proporsional, Konsep Kembali ke Khitthoh 1926, dan pandangan NU tentang Pancasila serta faham tri ukhuwwah secara terpadu : Ukhuwwah Islamiyah, Ukhuwwah Wathoniyah dan Ukhuwwah Basyariyah merupakan pedoman dsar yang dirasakan sangat gayut atau relevan bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi warga Nahdlatul Ulama.
D. NU dan Kehidupan Bernegara
Menurut NU, Ukhuwwah Islamiyah tidak harus dipertentangkan dengan persatuan nasional. Keduanya harus saling mendukung dan mengisi. Karena mayoritas bangsa Indonesia adalah muslim, maka persaudaraan sesama muslim adalah soko gurunya persatuan nasional. Sebaliknya persatuan nasional Indonesia pada hakekatnya harus berintikan Ukhuwwah Islamiyah. Termasuk berbagai kegiatan Islam internasional tidak mungkin mengabaikan potensi kaum muslimin Indonesia.
Sebagai suatu organisasi/ jam’iyah, NU adalah jamiyah yang mandiri, yang memiliki kekuatan untuk tidak menjadi bagian dari organisasi lain yang mana pun, baik organisasi politik maupun sesame organisasi kemasyarakatan. Secara organisatoris , NU tidak perlu dan tidak boleh menyandarkan diri atau mengikatkan diri dengan organisasi lain, meskipun warganya secara perorangan boleh (tidak dilarang) menjadi anggota atau pendukung organisasi lain yang tidak merugikan NU.
Dalam urusan berpolitik, setiap warga NU tetap memiliki hak sebagaimana warga Negara yang lain, tidak berkurang sedikitpun. Bahkan NU menghargai warganya yang menggunakan” hak berpolitiknya” dengan pesan agar mereka melakukannya”secara bertanggung jawab”, menyadari dan meyakini kebenaran pilihan politiknya, serta sanggup memikul segara resikonya, tanpa membawa nama dan wibawa NU dan tidak saling menyalahkan antara sesame warga NU yang berbeda pilihan aspirasi politiknya. Dengan demikian diharapkan dan ditumbuhkan sikap hidup yang :
1. Demokratis; suka menghargai orang lain dengan pendapat-pendapatnya yang tidak selalu sama pendapat sendiri.
2. Konstitusional; selalu menghormati dan mentaati undang-undang dasar Negara, aturan permainan di dalam berorganisasi dan aturan permainan di dalam tatakehidupan berbangsa dan bermasyarakat.
3. Taat hukum; mentaati hokum dan peraturan yang berlaku.
4. Mampu; mengembangkan mekanisme musyawarah dan mufakat, sadar akan posisi dan fungsi diri di tengah tatapergaulan masyarakat (Negara, bangsa, organisasi) dan selalu berusaha mencapai kesepakatan serta menghormatinya, meskipun tidak selalu sesuai dengan pendapat atau selera sendiri.
Pandangan NU mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara tercermin dalam pandangannya tentang Pancasila dan Negara kesatuan RI.
II. Ahlussunnah Waljama'ah

Pengertian Ahlussunnah Waljama'ah
1. Pengertian Ahlussunnah Waljama'ah secara definitif, menurut arti istilah Ahlussunnah Waljama'ah ialah : "Golongan pengikut ajaran/sunnah dan i'tiqad Nabi Muhammad SAW. serta pengikut i'tiqad atau jejak langkah para shahabat Nabi Muhammad SAW.".
Mereka itu mengikuti dalam i'tiqad, amal ibadah, dan perjuangannya untuk menjunjung tinggi agama Islam dan ummatnya, yang hal itu sudah dirumuskan oleh Imam Al Asy'a ri dan Imam Al -Maturidi dalam bidang i'tiqad, dan oleh madzhab empat (Imam Syafi'i , Imam Hambali, Imam Maliki dan Imam Hanafi) dalam bidang Fiqih, mengikuti Imam Al-Ghozali dalam bidang Tasawwuf/ akhlaq. Mereka itulah yang akan mendapatkan keridhaan Allah SWT dan akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat kelak.
2. Perkataan "Ahlussunnah Waljama'ah"berasal dari bahasa Arab,
AHLI/ AHLUN (gsã ) = KELUARGA atau GOLONGAN atau PENGIKUT. AS-SUNNAH (ÖînBeã ) = TABIAT, PERILAKU KEHIDUPAN, AJARAN. WA ( p ) = DAN. Dan AL-JAMAA'AH ( ÖRj:ã ) = PENGANUT I'TIQOD PARA SHAHABAT NABI MUHAMMAD SAW.

Jadi yang dimaksud dengan Kaum Ahlussunnah Waljama'ah ialah : "Kaum yang menga nut i'tiqad dan amaliah Nabi Muhammad SAW. dan i'tiqad shahabat-shahabat beliau, yang dise but Ijma' atau jama'ah ".
Yang dimaksud dengan Ijma' atau Jama 'ah ialah : para SHAHABAT Nabi Muhammad SAW. yaitu orang-orang mukmin yang hidup pada zaman Nabi dan mengikuti i'tiqad beliau, para TABI'IN yaitu murid-murid para shahabat Nabi , para TABI'IT-TABI'IN yaitu murid-murid dari muridnya shahabat Nabi Muhammad SAW, dan mereka disebut ASSALAFUSH-SHALIHIN , yaitu orang - orang terda¬hulu yang baik kelakuannya, disebut juga “AHLUL-HAQ”artinya para penganut kebenaran.
A. Pengertian Madzhab
Madzhab menurut bahasa berarti “pendirian” (al Mu’taqod),”jalan atau system” (al TThoriqoh), dan ‘sumber atau pendapat kuat” (al ashl).
Sedangkan secara istilah (istilah para fuqoha’), madzhab mempunyai dua pengertian :
a. Madzhab berarti hasil ijtihad seorang imam tentang hukum suatu masalah, atau tentang kaidah-kaidah metode berfikir untuk mendapat pendapat hokum (istinbath), sebagai metode (manhaj)untuk memahami ajaran-ajaran agama.
b. Madzhab berarti “hasil ijtihad seorang imam tentang kaidah-kaidah (metode berfikir/ istinbath) untuk menggali suatu hukum”

B. Sistem Madzhab
Bermadzhab ialah menjalankan syariat agama sesuai dengan hasil ijtihad imam mujtahid. Bermadzhab adalah Taqlidnya orang awam atau orang yang tidak sampai derajad ijtihad kepada madzhab imam mujtahid, baik secara terus menerus atau berpindah-pindah dari madzhab satu ke madzhab lain.
Ada tiga hal yang menjadi dsar bermadzhab dalam masalah agama, yaitu :
1. Bertaqlid (mengikuti/ bermadzhab) kepada orang alim yang mujtahid
2. Ijma’ Ulama’
3. Dalil Aqli
Ada dua hal dalam bermadzhab :
1. Bermadzhab secara manhaj
2. Bermadzhab secara Qauli

C. Taqlid (qollada= meniru, mengulangi, mengikuti) ; mengikuti perilaku atau amaliyah agam dengan mngetahui atau tidak tahu sama sekali dalil-dalilnya dan tidak boleh taqlid buta (mengekor dengan tidak tahu dasr pijakannya), Muqollid, orang yang mengikuti.

Menurut ajaran Ahlussunnah Waljama'ah hokum bertaqlid ada dua macam ;
1. Dibolehkan pada masalah-maslalh furu’ syari’ah, bagi orang yang tidak mampu berijtihad sendiri, dengan mengikuti tuntunan imam mujtahid mustqil (madzhibul arba’ah)
2. Tidak boleh apabila ; Kebiasaan leluhur atau nenek moyang tanpa dasar agama yang jelas, kepada orang yang tidak diketahui kemampuannya, pada yang jelasjelas salah, pada masalah keimanan kecuali memamg pada orang tertentu yang lemah pikiran.

D. Ittiba’ ; Orang yang mengikuti pendapat mujtahid dengan mengetahui dalil-dalilnya. Orangnya disebut “muttabi’”, berarti orang yang tidak mampu ijtihad sendiri tetapi mengetahui dalil-dalilnya.

E. Istinbath; berasal dari kata “nabth” (air yang mula-mula memancar dari sumur yang digali). “ Menggali hukum syara’ yang belum ditegaskan secara langsung oleh nash Al Quran atau Sunnah, dengan tetap berada pada kendali Al Quran dan Al Hadits itu sendiri

F. Ijtihad; Usaha dengan sungguh sungguh dalam mencapai sesuatu hukum dalam agama.

G. Talfiq ; melakukan amaliyah dalam suatu masalah menurut hokum yang merupakan gabungan dari dua madzhab atau lebih. Atau berpindah dari madzhab satu kepada madzhab lain.

H. Pandangan Aswaja terhadap masalah Poleksosbud, menggunakan Kebijakan :

“ Memelihara sesuatu yang lama(kuno yang baik dan sekaligus mengambil yang baru yang lebih baik”
Hal ini berarti mengandung kreativitas dan tidak bersifat jumud (beku) atau statis
Wallahu A’lamu Bishshowaab.

Singosari, 24 Februari 2007 M.
6 Safar 1427 H.

*) Drs. H. M. Ali Ghufron R.
Staf Pengajar di YP.Almaarif Singosari (SMAI & MA ) Singosari, YAPISH (SMA Shalahuddin) Malang, SMK TI,(PP. Al Ishlahiyyah) Singosari. Muballigh dan Mantan Ketua IPNU (1979-1983) , Mantan Ketua GP. Ansor Ancab. Singosari (1993-1998), Wakil Ketua GP. Ansor Kab. Malang (1995 – 1999), berkhidmat di Bagian (MWC NU) Singosari.dan Anggota LDNU Kab. Malang.




Tidak ada komentar: