Daftar Blog Saya

Rabu, 12 November 2008

Permata Kehidupan


INTIMISASI TUHAN DENGAN NILAI ISLAMI
Disampaikan dalam Orasi Budaya & Pentas Seni MABA ’02
Fakultas Agama Islam Unisma Malang
Oleh : Drs. H. M. Ali Ghufron Risyam

Dalam segala segi kehidupan tanpa nilai Islami, tiada yang patut dibanggakan, baik individual terlebih untuk kehidupan sosial masyarakat. Jauh sebelum agama Hanif diproklamirkan di gurun Arabia. Tata nilai berjalan tertatih-tatih, bahkan sayup-sayup dan redup dari cahaya Ilahi, digilas kebodohan dan kebatilan dalam nilai aqidah/keimanan dan akhlaq/moralitas ( Jahiliyyah ).
Risalah Islam datang, Rasul menyatakan “Sesungguhnya aku diutus oleh Allah untuk memulyakan akhlaq/ moralitas”. Lantas segalanya mengalami perubahan yang cepat, yang tidak terbayang sebelumnya. Bahkan selanjutnya, terutama jaman keemasan Islam, nilai Islami semakin berkembang ke seluruh penjuru dunia, karena satu hal; ruh ajaran Islam mulai dikenal dan dipraktikkan dalam ke hidupan dan didakwahkan pada masyarakat, sehingga mempunyai tata nilai.
Tata nilai merupakan aturan pandangan dan anggapan masyarakat, yang digunakan sebagai pedoman dalam menilai sesuatu dan dalam mengendalikan serta memilih tingkah laku, dalam kehidupan sehari-hari. Atau dengan kata lain tata nilai adalah suatu kumpulan norma yang diakui oleh masyarakat, dan digunakan sebagai pedoman dalam menentukan realitas yang ada sekelilingnya, dan dalam menentukan sikap selanjutnya.
Realitas ada dua ;
1. Overt reality; realitas yang teraga, sistem sosial, sistem bahasa dan sistem teknologi.
2. Covert reality; realitas yang tidak terasa, sistem ideologi ( kosmologis, tata nilai, dan pola sikap ).
Kedua macam realitas tersebut saling mewarnai dan mempengaruhi. Secara funda mental, sistem nilai tersebut dapat dibagi dalam kategori :
a. Nilai etis, yang mendasarkan orientasinya pada ukuran baik atau buruk.
b. Nilai pragmatis, yang mendasarkan orientasinya pada ukuran berhasil atau gagal.
c. Nilai effec sensoris, yang mendasarkan orientasinya pada ukuran menyenangkan atau menyedihkan.
d. Nilai religius, yang mendasarkan orientasinya pada ukuran halal atau haram, dosa atau tidak dosa, manfaat dan mudlarat, maslahah dan mafsadah, dampak positif dan dampak negatif.
Orientasi masyarakat terhadap nilai-nilai tersebut dapat mengalami perubahan atau pergeseran, dari waktu ke waktu. Pergeseran nilai tersebut akan berakibat terjadinya perubahan pandangan, sikap dan tingkah laku masyarakat yang bersangkutan; Hal ini tidak lepas dari interaksi antara realitas teraga dengan realitas tidak teraga dalam sistem sosio kultural secara keseluruhan. Sebagai contoh dapat disebutkan sebagai berikut :

a. Dahulu, pandangan masyarakat terhadap makna hidup yang ideal, adalah hidup untuk bera mal dan berbakti. Tapi sekarang pandangan tersebut mengalami perubahan, seperti data yang diperoleh LIPI dari hasil penelitian tahun 1982, di lima daerah (Aceh, Sumbar, Sumsel, Kalbar dan Bali), ternyata masyarakat sekarang mengambil pilihan tentang makna hidup ideal sebagai berikut :
- “ Hidup untuk bekerja ”, didukung oleh lebih dari 75 %
- “ Hidup untuk bersenang-senang ”, didukung sekitar 20%
- “ Hidup untuk beramal dan berbakti ”, didukung oleh 4,5 %
b. Kini, pandangan tentang ketaatan remaja, pemuda/mahasiswa ( Nilai religius ) sekarang dianggap lebih kuat dibanding masa-masa dahulu, seperti yang diperoleh dari penelitian LIPI tahun 1980 terhadap empat masyarakat di Jawa ( Jakarta, Sunda Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur ) dengan perbandingar sebagai berikut :
- “ Remaja/pemuda kini lebih tertarik dan taat pada agama” diberikan dukungan oleh 46 % responden
- “ Remaja/pemuda kini lebih jauh dari agama” didukung oleh 35 % dari responden.
- “ Remaja/pemuda kini sama saja sikapnya terhadap agama” didukung oleh 19 % responden.
Hasil tersebut memberikan gambaran, bahwa masalah agama banyak mendapat perhatian serius dari kalangan remaja/ pemuda kini. Terbukti jumlah masjid, musholla, lembaga pendidikan Islam terus bertambah, wanita berjilbab menjamur, mimbar agama, shalawatan dan kesenian di berbagai media dsb. Walaupun kemaksiyatan juga terus mengimbangi, bahkan melaju lebih maju dan merajalela.
Dengan demikian pengaruh terhadap sosiokultural berdampak positif pada kedupan masyarakat kita yang sedang dalam transisi, dari masyarakat organis ke masyarakt mekanis, seperti masyarakat kita sekarang. Keseimbangan antara Vertikalisasi dan horizontalisasi dadam pranata kehidupan telah ditegaskan dalam firman Allah “ DZURRIBAT ‘ALAIHIMUDDZILLATU AINAMAA TSUKIFUU ILLAA BIHABLIM MINALLAHI WAHABLIM MINANNAASI”(Q.S Ali Imron : 112)
“ Mereka diliputi kehinaan di manapun mereka berada kecuali melakukan hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia “.
Dan akan intim/ erat keduanya (Hablumminallah dan Hablumminannas) bila semua aktifitas kehidupan kita sertai Lillahi ta’ala, dan diniati ibadah. Maka hidup akan bermakna denga memperoleh ridha dan Rahmat-Nya.
Maha suci Allah, dan menyukai kesucian dan mendapat ridla-Nya. Maha Adil Allah, dan menyukai keadilan dan mendapat ridla dan Rahmat-Nya. Maha Indah Allah dan menyu kai keindahan.
Malang, 7 Oktober 2002,

Rujukan:
1. Al Quran/Hadits
2. Salim, Agus. 1979. Seni dalam Islam. Bandung. Almaarif
3. Hasan, Muhammad Tholchah. 1986. Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan Jaman. Malang. Bangun Prakarya.


Tidak ada komentar: