Daftar Blog Saya

Selasa, 22 November 2011

Muharam 1433 H.

MUHARAM

Sekarang ini kita sudah menginjak bulan Muharram 1433 Hijriah. Dalam Islam, termasuk “Asyhurul Hurum, bulan yang dimulyakan Alloh swt.) antara bulan satu dan bulan lainnya mempunyai kekhususan tertentu. Apa saja keutamaan bulan Muharram?

Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Pada saat kekhalifahan Umar bin Khatthab. Oleh karena itu salah satu momentum yang sangat penting bagi umat Islam yaitu menjadikan pergantian tahun baru Islam sebagai sarana umat Islam untuk muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan dan rencana ke depan yang lebih baik lagi. Momentum perubahan dan perbaikan menuju kebangkitan Islam sesuai dengan jiwa hijrah Rasulullah saw dan sahabatnya dari Makkah dan Madinah.

Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Allah Ta’ala berfirman yamg artimya: “Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram,” (QS. At Taubah: 36)

Kata Muharram artinya ‘dilarang’. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika Islam datang, bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang.

Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (syahrullah). Pada bulan ini tepatnya pada tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan Nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah saw menetapkan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai rasa syukur atas pertolongan Allah.

Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa 10 Muharram tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah menjadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda: Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Nabi saw ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “ Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah. Rasul saw berkata, “Aku lebih berhak mengikuti Musa as daripada mereka.” Maka beliau berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa” (HR Bukhari).

Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim)

Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi Rasulullah saw memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu beberapa hadits menyarankan agar puasa hari ‘Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari ‘Asyura.

Secara umum, puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal: 9 dan 10, atau 10 dan 11. Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah saw memerintahkan untuk puasa pada hari ‘Asyura para shabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR. Muslim).

Landasan puasa tanggal 11 Muharram didasarkan pada keumuman dalil keutamaan berpuasa pada bulan Muharram. Di samping itu sebagai bentuk kehati-hatian jika terjadi kesalahan dalam penghitungan awal Muharram.

Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadist, namun ulama seperti Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu baik untuk dilakukan.

Demikian juga sebagian umat Islam menjadikan bulan Muharram sebagai bulan anak yatim. Menyantuni dan memelihara anak yatim adalah sesuatu yang sangat mulia dan dapat dilakukan kapan saja. Dan tidak ada landasan yang kuat mengaitkan menyayangi dan menyantuni anak yatim hanya pada bulan Muharram. Wallohu alam bi shawwab
 
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. Orang-orang yang berbuat riya[1603],
7. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna[1604].

[1603] riya ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat.
[1604]sebagian Mufassirin mengartikan: enggan membayar zakat.


Keutamaan Bulan Muharram

Hari-hari ini kita telah memasuki bulan Muharram tahun 1433 Hijriah.Seakan tidak terasa, waktu berjalan dengan cepat, hari berganti hari, pekan,bulan, dan tahun berlalu silih berganti seiring dengan bergantinya siang dan malam. Bagi kita, barangkali tahun baru ini tidak seberapa berkesan karena negara kita tidak mengguna kan kalender Hijriah, tetapi Masehi. Dan yang akrab dalam keseharian kita adalah hitungan kalender Masehi. Tanggal lahir, pernikahan, masuk dan libur kantor dan sebagainya. Akan tetapi sebagai seorang muslim kita perlu untuk sejenak menghayati beberapa hal yang terkait dengan penanggalan Islam ini. Beberapa hal yang seyogyanya kita jadikan renungan itu adalah :

1. Syukur atas Usia yang diberikan Allah
Umur adalah nikmat yang diberikan Allah pada kita, dan jarang kita syukuri. Betapa banyak orang yang kita kenal, baik teman, sahabat , keluarga, guru, atau siapa pun yang kita kenal, tahun lalu masih hidup bersama kita. Bergurau, berkomunikasi, menga jar, menasehati atau melakukan aktifitas hidup seharihari, namun tahun ini dia telah tiada. Dia telah wafat, menghadap Allah Subhanahu wa ta’ala dengan membawa amal shalehnya dan mempertanggungjawabkan amanah umur, harta kekayaan, ilmu, dan kesala hannya. Sementara kita saat ini masih diberi Allah amanah kesempat an untuk beramal, bertaubat, memperbaiki kesalahan yang kita perbuat, menambah amal shaleh sebagai bekal menghadap Allah. Umur yang kita hitung pada diri kita seringkali kita tetapkan berdasarkan hitungan kalender Masehi. Dan hitungan atau jumlah usia kita tentu akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan hitungan yang mengacu pada kalender hijriyah. Sementara, lepas dari masalah ajal yang akan datang menjemput sewakatu-waktu, terka dang kita menganggap usia kita yang dibanding Rasulullah saw. yang wafat pada usia 63 tahun, kita merasa masih jauh dari angka itu. Padahal bisa jadi hitungan umur kita telah lebih banyak dari yang kita tetapkan. Karena itu sangat tidak layak apabila sese orang yang masih diberi kesehatan, kelapang an rizki dan kesempatan untuk beramal lalai bersyukur pada Allah dengan mengabaikan perintah-perintahNya serta sering melanggar larangan-laranganNya.

2. Muhasabah (introspeksi diri) dan istighfar.
Ini adalah hal yang penting dilakukan setiap muslim. Karena sebuah kepastian bahwa waktu yang telah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi, sementara disadari atau tidak kematian akan datang sewaktu-waktu dan yang bermanfaat saat itu hanyalah amal shaleh. Apa yang sudah dilakukan sebagai bentuk amal shaleh? Sudahkah tilawah al-Qur’an, sedekah dan dzikir kita menghapuskan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan? Malam-malam yang kita lewati, lebih sering kita gunakan untuk sujud kepada Allah, meneteskan air mata keinsyafan ataukah lebih banyak untuk begadang menikmati tayangan-tayangan sinetron, film dan sebagainya dari televisi? Langkah-langkah kaki kita, kemana kita gunakan? Dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan semacam ini selayaknya menemani hati dan pikiran seorang muslim yang beriman pada Allah dan Hari
Akhir, lebih-lebih dalam suasana pergantian tahun seperti sekarang ini. Pergantian tahun bukan sekedar pergantian kalender di rumah kita, namun peringatan bagi kita apa yang sudah kita lakukan tahun lalu, dan apa yang akan kita perbuat esok. Allah berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr: 18).

Ayat ini memperingatkan kita untuk mengevaluasi perbuatan yang telah kita lakukan pada masa lalu agar meningkat di masa datang yang pada akhirnya menjadi bekal kita pada hari kiamat kelak.
Rasulullah saw bersabda : "Orang yang cerdas adalah orang yang menghitunghitung
amal baik (dan selalu merasa kurang) dan beramal shaleh sebagai persiapan menghadapi kematian".
Dalam sebuah atsar yang cukup mashur dari Umar bin Khaththab ra beliau berkata :
"Hitunglah amal kalian, sebelum dihitung oleh Allah"

3. Mengenang Hijrah Rasulullah saw
Sebenarnya dalam kitab Tarikh Ibnu Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah adalah pada akhir bulan Shafar, dan tiba di Madinah pada awal bulan Rabiul Awal. Jadi bukan pada tanggal 1 Muharram sebagaimana anggapan sebagian orang. Sedangkan penetapan Bulan Muharram sebagai awal bulan dalam kalender Hijriyah adalah hasil musyawarah pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab ra tatkala mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu ada yang mengusulkan Rabiul Awal sebagai l bulan ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan. Namun kesepakatan yang muncul saat itu adalah bulan Muharram, dengan pertimbangan pada bulan ini telah bulat
keputusan Rasulullah saw untuk hijrah pasca peristiwa Bai’atul Aqabah, dimana
terjadi bai’at 75 orang Madinah yang siap membela dan melindungi Rasulullah
SAW, apabila beliau datang ke Madinah. Dengan adanya bai'at ini Rasulullah
pun melakukan persiapan untuk hijrah, dan baru dapat terealisasi pada bulan
Shafar, meski ancaman maut dari orang-orang Qurais senantiasa mengintai
beliau.
Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga
dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan didalamnya. Rasulullah SAW, akan keluar dari rumah sudah ditunggu orangorang yang ingin membunuhnya. Begitu selesai melewati mereka, dan harus bersembunyi dahulu di sebuah goa,masih juga dikejar, namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat meneruskan perjalanan. Namun pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah menyelamatkan beliau yang ditemani Abu Bakar hingga
sampai di Madinah dengan selamat. Allah menolong hamba yang menolong agamaNya. Perjalanan dari Mekah ke Madinah yang melewati padang pasir nan tandus dan gersang beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang menuntut sebuah pengorbanan. Namun dibalik kesulitan ada kemudahan. Begitu tiba di Madianah, dimulailah babak baru perjuangan Islam. Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan. Menyampaikan wahyu Allah, mendidik manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang harus menghadapi musuh yang tidak ingin hadirnya agama baru. Tak jarang beliau turut serta ke medan perang untuk menyabung nyawa demi tegaknya agama Allah, hingga Islam tegak
sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk dunia saat itu. Lalu
sudahkah kita berbuat untuk agama kita?
4. Kalender Hijriyah adalah Kalender Ibadah kita
Barangkali kita tidak memperhatikan bahwa ibadah yang kita lakukan seringkali
berkait erat dengan penanggalan Hijriyah. Akan tetapi hari yang istimewa bagi
kebanyakan dari kita bukan hari Jum’at, melainkan hari Minggu. Karena
kalender yang kita pakai adalah Kalender Masehi. Dan sekedar mengingatkan,
hari Minggu adalah hari ibadah orang-orang Nasrani. Sementara Rasulullah saw
menyatakan bahwa hari jum’at adalah sayyidul ayyam (hari yang utama diantara
hari yang lain). Demikian pula penetapan hari raya kita, baik Idul Adha maupun
Idul Fitri pun mengacu pada hitungan kalender Hijriyah. Wukuf di Arafah yang
merupakan satu rukun dalam ibadah haji, waktunya pun berpijak pada kalender
hijriah. Begitu pula awal Puasa Ramadhan, puasa ayyamul Bidh ( tanggal
13,14,15 tiap bulan) dan sebagainya mengacu pada Penanggalan Hijriah. Untuk
itu seyogyanya bagi setiap muslim untuk menambah perhatiannya pada
Kalender Islam ini.

5. Beberapa Keutamaan dan Peristiwa di Bulan Muharram
a. Bulan Haram
Muharram, yang merupakan bulan pertama dalam Kalender Hijriyah, termasuk
diantara bulan-bulan yang dimuliakan (al Asy- hurul Hurum). Sebagaimana
firman Allah Ta’ala :
"Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan, dalam ketetapan
Allah diwaktu Dia menciptakan lanit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan
haram." (Q.S. at Taubah :36).
Dalam hadis yang dari shahabat Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaiman bentuknya semula di waktu Allah
menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya
terdapat empat bulan yang dihormati : 3 bulan berturut-turut; Dzul Qo’dah, Dzul
Hijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada
tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada keempat bulan ini Allah melarang kaum muslimin untuk berperang. Dalam
penafsiran lain adalah larangan untuk berbuat maksiat dan dosa. Namun bukan
berarti berbuat maksiat dan dosa boleh dilakukan pada bulan-bulan yang lain.
Sebagaimana ayat Al Qur’an yang memerintahkan kita menjaga Shalat Wustha,
yang banyak ahli Tafsir memahami shalat wustha adalah Shalat Ashar. Dalam
hal ini, shalat Ashar mendapat perhatian khusus untuk kita jaga.
Firman Allah : "Peliharalah segala shalat mu, dan peliharalah shalat wustha"
(Q.S. al Baqarah :238) Nama Muharram secara bahasa, berarti diharamkan.
Maka kembali pada permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, hal tersebut
bermakna pengharaman perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah memiliki
tekanan khusus untuk dihindari pada bulan ini.

b. Bulan Allah
Bulan Muharram merupakan suatu bulan yang disebut sebagai “syahrullah”
(Bulan Allah) sebagaimana yang disampaikan Rasulullah SAW, dalam sebuah
hadis. Hal ini bermakna bulan ini memiliki keutamaan khusus karena
disandingkan dengan lafdzul Jalalah (lafadz Allah). Para Ulama menyatakan
bahwa penyandingan sesuatu pada yang lafdzul Jalalah memiliki makna tasyrif
(pemuliaan), sebagaimana istilah baitullah, Rasulullah, Syaifullah dan
sebagainya.
Rasulullah bersabda : “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah
puasa di bula Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama
setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (H.R. Muslim)

c. Sunnah untuk Berpuasa
Di bulan Muharram ini terdapat sebuah hari yang dikenal dengan istilah Yaumul
'Asyuro, yaitu pada tanggal sepuluh bulan ini. Asyuro berasal dari kata Asyarah
yang berarti sepuluh.
Pada hari Asyuro ini, terdapat sebuah sunah yang diajarkan Rasulullah saw.
kepada umatnya untuk melaksanakan satu bentuk ibadah dan ketundukan
kepada Allah Ta’ala. Yaitu ibadah puasa, yang kita kenal dengan puasa Asyuro.
Adapun hadis-hadis yang menjadi dasar ibadah puasa tersebut, diantaranya :

1.Diriwayatkan dari shahabat Abu Qatadah ra, Rasulullah saw, bersabda :
“ Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa
selama setahun sebelumnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

2. shahabat Ibnu Abbas ra berkata :
"Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw, berupaya keras untuk puasa pada
suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari as Syura dan
bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

3. shahabat Ibnu Abbas ra berkata :
Ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi
berpuasa pada hari‚ Asyura, maka Beliau bertanya : "Hari apa ini?. Mereka
menjawab :“ini adalah hari istimewa, karena pada hari ini Allah menyelamatkan
Bani Israil dari musuhnya, Karena itu Nabi Musa berpuasa pada hari ini.
Rasulullah pun bersabda :
"Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian“
Maka beliau nerpuasa dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa. (H.R.
Bukhari dan Muslim)

4.Dalam riwayat lain, shahabat Ibnu Abbas ra berkata :
Ketika Rasulullah saw. berpuasa pada hari asyura dan memerintahkan kaum
muslimin berpuasa, mereka (para shahabat) berkata : "Ya Rasulullah ini adalah
hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani". Maka Rasulullah pun bersabda
:"Jika tahun depan kita bertemu dengan bulan Muharram, kita akan berpuasa
pada hari kesembilan (tanggal sembilan).“ (H.R. Bukhari dan Muslim)
Imam Ahmad dalam musnadnya dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya
meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah saw. bersabda :
"Puasalah pada hari Asyuro, dan berbedalah dengan Yahudi dalam masalah ini,
berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.“
Selain hadis-hadis yang menyebutkan tentang puasa di bulan ini, tidak ada
ibadah khusus yang dianjurkan Rasulullah untuk dikerjakan di bulan
Muharram ini.

Bagaimana Berpuasa di bulan Asyura ? Ibnu Qoyyim dalam kitab Zaadul
Ma’aad –berdasarkan riwayat-riwayat yang ada- menjelaskan :
- Urutan pertama, dan ini yang paling sempurna adalah puasa tiga hari, yaitu
puasa tanggal sepuluh ditambah sehari sebelum dan sesudahnya (9,10,11)
- Urutan kedua, puasa tanggal 9 dan 10. Inilah yang disebutkan dalam banyak
hadits
- Urutan ketiga, puasa tanggal 10 saja.
Puasa sebanyak tiga hari (9,10,dan 11) dikuatkan para para ulama dengan dua
alasan sebagai berikut :
1. Sebagai kehati-hatian, yaitu kemungkinan penetapan awal bulannya tidak
tepat,maka puasa tanggal sebelasnya akan dapat memastikan bahwa seseorang
mendapatkan puasa Tasu’a (tanggal 9) dan Asyuro (tanggal 10)
2. Dimasukkan dalam puasa tiga hari pertengahan bulan (Ayyamul bidh).
Adapun puasa tanggal 9 dan 10, dinyatakan jelas dalam hadis pada akhir hidup
beliau sudah merencanakan yang shahih, dimana Rasulullah untuk puasa
pada tanggal 9. hanya saja beliau meninggal sebelum melaksanakannya. Beliau
juga memerintahkan para shahabat untuk berpuasa pada tanggal 9 dan tanggal
10 agar berbeda dengan ibadah orang-orang Yahudi.



Sedangkan puasa pada tanggal sepuluh saja, sebagian ulama memakruhkannya,
meskipun pendapat ini tidak dikuatkan sebagian ulama yang lain.
Secara umum, hadits-hadis yang terkait dengan puasa Muharram menunjukkan
anjuran Rasulullah saw untuk melakukan puasa,sekalipun itu hukumnya tidak
wajib tetapi sunnah muakkadah, dan tetunya kita berusaha untuk
menghidupkan sunnah yang telah banyak dilalaikan oleh kaum muslimin.

d. Diantara Peristiwa di Bulan Muharram
Pada tanggal 10 Muharram 61H, terjadilah peristiwa yang memilukan dalam di
sebuah tempat cucu Rasulullah sejarah Islam, yaitu terbunuhnya Husein
yang bernama Karbala. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan “Peristiwa
Karbala”. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh pendukung Khalifah yang
sedang berkuasa pada saat itu yaitu Yazid bin Mu’awiyah, meskipun sebenarnya
Khalifah sendiri saat itu tidak menghendaki pembunuhan tersebut.
Peristiwa tersebut memang sangat tragis dan memilukan bagi siapa saja yang
mengenang atau membaca kisahnya, , dan kita tentu mencintai dan apalagi
terhadap orang yang dicintai Rasulullah memuliakannya. Namun musibah
apapun yang terjadi dan betapapun kita sangat , hal itu jangan sampai
membawa kita larut dalam mencintai keluarga Rasulullah kesedihan dan
melakukan kegiatan-kegiatan sebagai bentuk duka dengan yang memukulmukul
diri, menangis apalagi sampai mencela shahabat Rasulullah tidak
termasuk Ahli Bait (keluarga dan keturunan beliau). Yang mana hal ini biasa
dilakukan suatu kelompok syi'ah yang mengaku memiliki kecintaan yang sangat
tinggi terhadap Ahli Bait (Keluarga Rasulullah), pdahal kenyataanya tidak
demikian.

e. Adat Istiadat di Tanah Air
Pada awal Muharram, yang sering dikenal dengan istilah 1 Suro, di tanah air
sering diadakan acara ritual dan adat yang beraneka macam bahkan tidak
jarang mengarah pada kesyirikan, seperti meminta berkah pada benda-benda
yang dianggap keramat dan sakti, membuang sesajian ke laut agar Sang Dewi
penjaga laut tidak marah dan lain sebagainya. Hal-hal semacam ini harus
dihindari oleh setiap muslim dimanapun mereka berada.
telah mengajarkan pada kita agar Rasulullah memiliki jati diri sebagai seorang
Muslim dalam kehidupan. Jangan sampai seorang muslim mudah terbawa oleh
budaya atau ritual agama lain dalam menjalankan ibadah pada Allah. Ajaran
yang dibawa Rasulullah telah jelas dan sempurna tidak layak bagi kita untuk
menambah atau menguranginya.
Karena sebaik-baik pedoman adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk beliau, yang tidak ada keselamatan kecuali dengan berpegang kepada
keduanya dengan mengikuti pemahaman para sahabat, tabi'in dan penerus
mereka yang setia berpegang kepada sunnahnya dan meniti jalannya, adapun
hal-hal baru dalam masalah agama adalah sesat sedangkan kesesatan itu akan
menghantarkan ke neraka, wal'iyadzubillah.
Semoga kita selalu diberi taufiq dan dibimbing oleh Allah swt. Kejalan-Nya
yang lurus serta mendapatkan keridhaan dan ampunany-Nya, amin ya rabbal
'alamin.

Tidak ada komentar: